15

2.3K 413 24
                                    

Vyradelle menghembus nafasnya kecewa. Sebanyak apapun ia membandingkan bentuk ukiran di pintu batu itu dengan pola yang ia temukan di sebuah buku dari perpustakaan kastil, polanya tetap saja tidak terlihat sama. Mungkin mirip, tapi berbeda.

Merasa putus harapan, Vyradelle duduk di lantai kastel, tepat di depan pintu batu yang tertutup rapat. Mengangkat sekali lagi buku itu lalu membandingkan pola yang terpampang di halaman dan pintu batu.

Vyradelle menghela nafas, lantas merebahkan dirinya di lantai kastel yang dingin, masih membandingkan buku dan pintu batu di depannya tanpa minat.

Lagi pula ...

"Memang kenapa aku harus peduli?" Ia mendengus.

Tapi kenyataannya, Vyradelle selalu penasaran akan pintu itu. Seolah ada sesuatu yang terus menarik minatnya. Sesuatu yang familiar tanpa sama sekali Vyradelle ketahui apa itu.

***

Udara dingin menyengat kulit Vyradelle hingga menimbulkan sensasi beku di tulang. Pagi ini begitu dingin, lebih dingin ketimbang semalam. Vyradelle tidak sadar dirinya tertidur di lantai depan pintu batu, membuatnya meringis sambil membuka mata, merasakan pegal di tubuh sekaligus dingin lantai yang menyentuh kulitnya.

Buru-buru Vyradelle bangkit berdiri, mengusap lengannya yang sedingin es sambil mengerjap menatap sekelilingnya sayu. Ditepuknya gaun yang melekat di tubuh meski tak ada debu menempel, kemudian berbalik dan berjalan menjauh.

Langkahnya membawa Vyradelle ke kamar setelah melalui anak tangga yang melingkari setengah ruangan utama kastel. Semakin lama, kantuknya hilang.

Vyradelle membuka kedua pintu balkonnya, memandang hamparan hutan di luar kastel yang diselimuti kabut tebal. Matahari belum menampakkan diri dan langit masih sedikit gelap.

Gaun ungu yang Vyradelle kenakan cukup tipis dan tidak mengembang. Tidak juga berlengan dan memampangkan sebagian punggungnya, membuat rasa dingin semakin menyergap kulit putih pucat miliknya. Pakaian seperti ini biasa Vyradelle kenakan ketika musim panas, namun dinginnya pagi ini cukup membuat Vyradelle heran.

Dipeluknya tubuhnya sambil menjatuhkan tatapan di hamparan rumput tidak luas di halaman kastel yang berbatasan langsung dengan hutan.

Biasanya akan ada Wanita Asap yang sudah melontarkan kalimat-kalimat pemberitahuan sejak Vyradelle bangun. Namun pagi ini begitu sepi. Vyradelle benar-benar sendiri.

Tapi ada yang aneh pagi ini. Musim panas baru saja dimulai, dan kabut tebal pagi ini yang sungguh tidak normal mengganggu pikirannya.

***

"Mau apa kalian?" Eliana menukas dingin pada detik pertama ia menyadari kemunculan Alec dan Eliano di kamar. Posisinya berbaring di ranjang, memunggungi kedua kakak laki-lakinya itu.

"Eh? Sudah sadar?" Eliano mengusap tengkuknya canggung. Menatap punggung sang adik yang tidak lagi bersuara dengan sayu. "Sudah merasa lebih baik?"

Hening cukup lama sebelum akhirnya Eliana membuka suara. "Aku baik. Kalian boleh pergi."

Ucapannya membuat Eliano dan Alec kontan saling melirik sambil mengernyit.

Eliano mendekat, mengulurkan telapak tangannya dan menyentuh lengan atas saudarinya lembut.

"Hei," panggilnya. "Apa kau baik-baik saja?"

Eliana hanya membalas dengan gumaman tidak jelas. Tapi kemudian Eliano baru sadar ketika menyentuh lengan adiknya, tubuh Eliana bergetar samar.

the CastleWhere stories live. Discover now