11

2.4K 440 7
                                    

10 tahun yang lalu...

"ELIANA!"

Pekikkan Alec lenyap kala cahaya putih membutakan itu membawa serta hembusan angin kencang dari balik pintu yang adiknya buka. Menghempasnya hingga menubruk dinding kastel, menciptakan sensasi ngilu pada tulang belakangnya. Tabrakan keras nan menyakitkan hari itu membuat Alec kehilangan kesadarannya.

Saat ia terbangun, matahari sudah terbenam. Entah ini malam di mana ledakan itu terjadi, atau sudah beberapa hari berlalu. Yang jelas, ketika itu, tubuh Alec terasa kaku seluruhnya. Butuh beberapa saat sampai ia dapat bangkit berdiri dan berjalan.

"Eliana?" panggil Alec lemah. Tubuhnya lemas dengan langkah terseok-seok, dan matanya tidak mampu terbuka sempurna.

Tapi keinginan untuk menemukan Eliana membuat Alec tak peduli apapun selain menemukan kembali adik bungsunya.

"Eliana," panggil Alec lagi. Ingin berteriak tetapi suaranya serak tanpa tenaga. "Eliana, ... kau di mana?"

Tubuh Alec ambruk dalam posisi terduduk di lantai kastel yang dingin. Tatapannya sayu mengarah pada pintu yang adiknya buka.

"Apa kau sudah pulang?" lirih Alec. Ia kemudian menggeleng. Eliana tidak mungkin meninggalkannya sendirian. "Apa ... kau sedang memanggil Ayah?"

Alec memejamkan matanya. Dahinya berkerut sedikit, semakin lama semakin dalam. Kemudian geraman pelan meluncur dari bibirnya.

"Tidak bisa," desahnya.

Sihir teleportasi Alec tidak berfungsi.

Alec kembali membuka matanya. Ditatapnya kembali pintu aneh itu yang terbuka, menampakkan isi ruangan di baliknya yang gelap gulita.

Perlahan, Alec memaksa tubuhnya untuk berdiri. Kembali ia seret langkahnya menuju pintu yang tak pernah ingin ia dekati itu.

"Eliana?"

Alec menumpukan tangan pada pintu batu berukiran aneh. Satu telapak tangan yang lain ia tengadahkan, lalu muncullah seberkas cahaya tidak terlalu terang yang berkedip beberapa kali.

Alec tersenyum kecut. Bahkan sihirnya melemah drastis.

Ia kembali memfokuskan perhatiannya pada sesuatu di balik pintu. Tangannya yang bercahaya ia arahkan ke dalam ruang gelap di sana.

Alec melangkah masuk. Ia menunduk, mengamati bulatan besar berisi ukiran di lantainya. Alec baru menjatuhkan dirinya terduduk di pusat lingkaran.

Pikirnya, jika ini adalah lingkaran sihir, biarlah ia dibawa kemana pun itu asal ia menemukan Eliana.

Alec menempelkan kedua telapak tangannya di lantai. Ia menunduk bersamaan dengan matanya yang memanas.

"Eliana?" lirihnya bergetar. "Kau di sini?"

Alec berbicara, seolah Eliana sedang duduk di depannya. Tetapi ruangan ini benar-benar kosong andai Alec tidak ada di sana seorang diri.

"Aku bisa merasakanmu di sini," gumam Alec lagi. Ketika ia menutup matanya, setetes air mata meluncur turun. "Kau di sini," lirihnya. "Di mana? Aku tak melihatmu."

***

"Ini adalah apa yang terjadi ketika kau berurusan dengan pintu itu."

Vyradelle menahan nafasnya. Wanita Asap bicara seolah gadis kecil di sampingnya, yang tubuhnya diselubungi asap kecuali bagian kepala, bukanlah makhluk hidup.

Padahal jelas gadis itu merintih tidak bertenaga. Kelopak matanya membuka setengah, menampakkan sepasang mata hitam yang serupa dengan rambutnya yang legam. Mata itu menatap sayu Vyradelle seolah meminta tolong. Asap di sekelilingnya berwarna putih, namun ada warna merah dan keemasan bagai gelombang di sana. Gelombang asap berwarna merah dan emas itu tampak mengalir ke tubuh Wanita Asap, hingga wujud asapnya juga dihiasi kedua warna bercahaya itu.

the CastleWhere stories live. Discover now