14

2.1K 406 15
                                    

"Menghapus ingatan kalian memang salah. Namun tetap saja itu adalah pilihan paling baik ketimbang melihat keadaan kalian saat itu." Zack mengusap wajahnya kasar seraya menghela nafas dalam. "Tapi setelah ingatan kalian dihapus, semua kembali normal. Bahkan keadaan Eliana meski sangat sedikit berangsur membaik."

Alec dan Eliano sama-sama diam untuk alasan yang berbeda. Diamnya Eliano adalah karena merasa begitu terpukul dengan masa lalu kelamnya, sementara diamnya Alec adalah karena suatu hal lain mengganggu pikirannya—meski ingatan masa lalu yang kembali itu juga cukup mengejutkannya.

"Ayah memberi tahu kalian ini sekarang, karena Ayah tahu, kalian sudah cukup dewasa untuk tidak trauma seperti dulu—karena itu hanya ingatan," Zack melanjutkan.

Eliano menuduk. Wajahnya berubah begitu keruh, seolah menanggung beban begitu berat. Ia menunduk. Ditatapnya kedua telapak tangannya yang mengepal di atas paha.

"Maafkan Ayah," ujar Zack menyesal. "Seperti sekarang, Ayah juga tidak ingin melihat kalian tertekan begini."

Eliano menggeleng. "Ayah tidak salah," gumamnya. "Aku mungkin akan melakukan hal yang sama jika menjadi Ayah."

Zack balas bergumam mengiyakan. Dia terdiam, lantas beralih melihat putra sulungnya. Pemuda itu adalah satu-satunya yang tampak hampir seperti biasa bahkan setelah mengetahui masa gelapnya ketika kecil.

"Ada apa, Alec?"

Alec mendongak. Dahinya mengerut, manatap Zack janggal. "Kenapa Ayah bertanya?"

Seolah menyadari itu, Eliano ikut menoleh menatap sang ayah penuh keingintahuan.

Zack lagi-lagi mendesah. "Kau menyadarinya."

"Kenapa?" tanya Alec lagi menuntut.

Zack menatap putra sulungnya berat. "Ayah kehilangan kemampuan membaca pikiran Ayah."

Alec dan Eliano tersentak bersamaan, saling melirik satu sama lain sebelum kembali menatap ayah mereka.

"Bagaimana bisa?" heran Eliano.

"Tadi, Menteri Oldregie melaporkan kejanggalan di kastel itu," ucap Zack.

"Kejanggalan?"

"Tiba-tiba saja, kastel itu menguarkan aura sihir. Sangat tipis hingga tidak sampai ke istana yang jaraknya memang jauh, tapi disadari oleh beberapa penyihir yang menyisir hutan di sana seperti biasa. Mengantisipasi keberadaan penyihir hitam atau pemberontak."

"Jadi, tadi Ayah berada di kastel itu?" tanya Eliano memastikan.

Alec mengangguk. "Ayah pergi ke dimensi tempat Alec dan Eliana terdampar hari itu."

"Tapi Ayah bilang dimensi sedang—"

"Iya. Mungkin itu juga sebabnya Ayah kehilangan kemampuan itu." Zack tersenyum hambar. "Beruntung sihir Ayah masih utuh dan Ibu kalian masih bisa membaca pikiran."

"Apa itu artinya ... melintasi dimensi yang sedang rusak ini bisa merengut sebagian sihir kita? Seperti Ayah dan ... Eliana?" Alec bertanya penuh keraguan.

Zack mengangguk. Menatap Alec dalam.

"Bukankah kalau begitu seharusnya Alec juga kehilangan sebagian sihirnya?" cetus Eliano.

"Seharusnya," balas Zack membuat Alec dan Eliano lagi-lagi mengernyit tidak mengerti. "Anehnya, sihir Alec baik-baik saja. Eliana yang justru melemah tidak masuk akal—mungkin karena perbuatan asap itu."

"Tapi Ayah bilang asap itu melakukannya untuk menopang kehidupan Eliana," tukas Eliano, lagi-lagi keheranan.

"Siapa yang tahu?" Zack mendengus. "Ayah hanya melihat isi pikiran Alec dan Eliana. Ayah tidak bertemu dengan asap itu untuk tahu apa sebenarnya tujuan di dalam pikirannya. Mungkin saja dia malah menyerap sihir Eliana, mungkin juga dia tidak berbohong dan jalur antardimensi memang sedang serusak itu mengingat Ayah juga terkena imbasnya."

the CastleWhere stories live. Discover now