3

3.9K 593 35
                                    

"Ayah tidak membaca kebohongan apapun dari kalian. Tapi ini terlalu tidak masuk akal."

Zack menyandarkan punggung di sandaran kursi ruang kerjanya.

"Memangnya apa yang terjadi?" Eliano mengernyit tidak mengerti.

Alec mendesah. "Kau tak sadar?"

Eliano mendengus. "Jangan salahkan aku. Kalian berbincang di luar kamar Eliana tanpa aku tadi."

"Menurutmu, kenapa Ayah tidak menemui kita saat kita sedang mencari Eliana sedangkan kondisi Eliana seperti itu?" tanya Alec dengan kedua alis terangkat.

Eliano mengernyit. "Memang--- Oh!"

Ia langsung tertegun.

"Padahal saat Ayah menjemput Eliana, seharusnya ada kita di dekat sana. Tapi kita tidak melihat dan tidak merasakan aura Ayah," lanjut Alec.

"Jika situasinya sepenting ini, Ayah harusnya langsung menemui kita," tukas Eliano tersadar. Ia lalu menoleh pada Zack. "Ayah?"

Zack menghembus nafas. "Ayah tidak bisa merasakan keberadaan kalian. Seharusnya, sejauh apapun kalian berada, Ayah bisa merasakannya, bukan? Tapi kali ini tidak, padahal tidak jauh dari istana."

"Maksud Ayah aura kami menghilang tiba-tiba?" tanya Alec.

"Sama sekali menghilang," jawab Zack. "Saat Ayah merasakan aura kalian, saat itu juga Ayah langsung mendatangi kalian."

"Tepat saat keluar dari lubang," gumam Eliano. "Apa tidak mungkin, jika berada di balik tembok itu, aura memang selalu lenyap?"

"Tembok itu sama sekali tidak menahan sihir Ayah, Eliano," balas Zack.

Eliano berdecak. "Benar juga. Lagi pula, Ayah mendatangi Eliana di balik tembok itu."

Zack kembali bersuara. "Kecuali jika yang terjadi ini adalah ..."

"Hoi."

Eliano tersentak. Matanya menatap terkejut pada sosok perempuan bermata tajam di samping Ayahnya. Sementara itu, Alec hanya menatap tenang dan Zack menggeram.

"Kau tahu apa hukuman bagi orang yang memasuki ruanganku?!" geram Zack.

Wanita itu menggeleng prihatin pada Alec dan Eliano. "Anak-anak, Ayah kalian akan membunuh kalian."

Zack mendesis. "Mereka pengecualian. Keluar kau sekarang!" titahnya.

Wanita itu memutar bola matanya, lantas duduk di tangan kursi yang Zack duduki. "Sedang mengobrol hal apa? Sepertinya seru."

"Ini tidak ..."

"Aah, lihat anak-anak itu. Imut sekali," kekeh wanita itu.

Eliano memandangnya heran sedangkan Alec memasang raut datar dan dingin miliknya.

"Bibi sedang apa di sini?" Akhirnya Eliano menyuarakan kebingungannya. "Bibi terlihat seperti pelakor, tahu tidak?"

Allura terbahak. "Aku ingin menuntut hakku sebagai putri sulung raja terdahulu. Aku juga punya hak menjadi ratu, ingat?"

Eliano dan Alec melotot heran. Zack hanya berdecak. Didorongnya punggung Allura menjauh dari kursinya, membuat wanita itu sontak berdiri dan menjauh beberapa langkah.

"Bibi serius?" tanya Eliano. "Kapan mau bertarung dengan Ayah?"

"Dia bercanda," ketus Zack langsung.

Allura terbahak lagi. "Bercanda, bercanda."

"Jadi?"

"Kudengar keponakan favoritku sakit." Allura menaikkan kedua bahunya. "Jadi aku datang menjenguk."

the CastleWhere stories live. Discover now