31

1.5K 293 29
                                    

Seharian Eliana tidak mau keluar dari kamar kembarannya.

Malamnya ia bahkan tidur di ranjang Eliano sementara pemuda yang terjajah kamarnya itu terpaksa tidur di sofa kamar yang cukup besar lantaran tak tahan dengan gaya tidur Eliana yang gemar menampar wajahnya.

Mengherankan. Padahal Eliana selalu anteng setiap mereka tidur bertiga dengan Alec.

"El." Eliano mengguncang lengan Eliana yang masih terpejam dengan bantal menutup wajahnya. "Sudah pagi. Bangun!"

Tak mendapat balasan, Eliano berdecak. Diraupnya pundak saudarinya itu kemudian memaksa untuk duduk. Goncangan kuat ia berikan membuat Eliana membuka mata lebar-lebar seketika.

"Dasar tukang tidur," desis Eliano memandang kesal Eliana yang mengerjap-erjap mengumpulkan nyawa. "Kembali ke kamarmu. Guruku sudah mau datang. Gurumu juga. Cepat bersiap!"

"Guru?" Eliana terbengong.

"Jangan pikir ini liburan, ya Putri Pemalas. Berhenti dari akademi aku—kita tetap harus belajar." Eliano mendengus. Dia menarik tangan Eliana, menyeretnya ke pintu. "Padahal kau lebih dulu sekolah privat," lanjutnya bergumam sebal.

"Antar aku ke kamarku dengan teleportasi saja," rengeknya dengan suara khas baru bangun tidur.

"Enak saja," Eliano menggerutu. "Yang ada kau tidur lagi. Kau harus jalan agar kantukmu hilang."

"Apa pelayan sudah datang?" tanya Eliana. Dia menepis sinis tangan Eliano di lengannya membuat pemuda itu mendengus.

"Belum. Mungkin lima belas menit lagi. Makanya kau cepat kembali. Jangan biasakan membuat orang menunggu."

"Kalau ada orang yang lihat aku jalan ke kamarku dari kamarmu gimana?"

Eliano menautkan alis. Berdecak gemas dan kesal bersamaan. "Memang mereka bakal mikir apa? Dari kecil juga kau terkenal manja. Kalau tidak tidur di kamarku, ya di kamar Alec."

"Oke." Eliana menepuk muka, mengusir kantuk untuk terakhir kalinya. Sekarang ia sudah sadar. Ia menyengir pada Eliano kemudian berbalik hendak membuka pintu.

"Sampai jumpa nanti siang!"

"Tunggu!" Eliano yang teringat sesuatu langsung menahan tangan Eliana lagi.

Ia mundur selangkah memperhatikan gaun tidur yang dikenakan saudari kembarnya. Dia lantas berdecak.

"Di sini ramai," gerutunya. Ia mengarahkan jari telunjuk ke arah Eliana. "Masa kau keluar pakai baju begitu?"

Lalu dalam satu kedipan mata, pakaian yang Eliana kenakan berganti dengan gaun sehari-hari.

"Maaf, pakai sihir. Habis tak ada bajumu di sini," ujar Eliano. Ia menyengir bangga melihat gaun yang Eliana kenakan tidak buruk juga. "Cepat, ya. Itu bukan sihir manifestasi tapi sihir perubah wujud. Beberapa menit lagi kembali ke gaun tidur."

Eliana hanya bergumam mengiakan. Ia kembali memutar badan, membuka pintu dan berlalu keluar dari kamar.

"Buka mata lebar-lebar! Kau masih tampak ngantuk." Eliano menatap gusar. "Apa kuantar saja? Kau nanti bakal nyasar ke kamar orang."

"Tidak usah! Aku tidak sebodoh itu!" Eliana membalas kesal tepat sebelum pintu tertutup.

Ia melangkah sambil menunduk ke kamarnya. Masih mengantuk tapi tidak berniat tidur di tengah jalan.

Bruk!

Eliana menabrak seseorang ketika berbelok. Membuatnya tersentak kaget dan mendongak.

Seorang laki-laki-mungkin seumuran dengannya-sedang menunduk menangkap bendanya yang hampir terjatuh karena bertabrakan.

the CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang