5

3.4K 505 20
                                    

"Jauh-jauh."

"Hm."

Kurang jauh.

"Iya, ini sudah."

"Lagi."

"Sudah!"

"Lebih jauh lagi ..."

"Kau mau aku jatuh berdebum di lantai?!"

Eliana bangkit dari posisi tidur menjadi duduk.

"Sempit!" seru Eliana, tapi suara yang keluar terdengar serak.

Eliano yang berbaring di sebelah kanan Eliana ikut duduk.

"Sempit dari mana? Jarak kita sudah hampir sepuluh jengkal!" sentak Eliano emosi.

Eliana mendengus. Ia tahu itu. Tapi Eliana sedang ingin mengajak ribut seseorang. Jadi dia sengaja menyulut emosi Eliano.

Eliana menoleh ke sisi kirinya, di mana Alec berbaring memunggunginya dan nampak tenang sekali.

"Sepertinya Alec sudah tidur ..." gumam Eliana kecewa.

"Belum," Alec tiba-tiba bersuara. Ia memutar tubuhnya ke arah Eliana. Kelopak matanya terbuka, menampakkan iris biru berkilau yang mampu membuat siapa saja terpana. Persis seperti milik Eliano, dan juga Arabella. Bahkan di tengah gelap seperti ini, iris mata Alec seperti berlian biru yang memantulkan cahaya.

Eliano berdecak. Didorongnya kening Eliana agar kembali berbaring. "Tidur!"

Lalu Eliano juga memposisikan tubuhnya untuk tidur.

Setelahnya, Alec menarik selimut dengan sihirnya menutupi tubuh mereka bertiga seperti semula.

Terdengar dengusan lemah Eliana. "Aku tidak bisa tidur."

"Jika aku tahu kau akan rewel seperti ini, aku akan tidur di kamarku sendiri tadi," gerutu Eliano. "Aku bisa saja membuatmu mengantuk dengan sihir."

Tapi Ayah membuat penangkal sihir di tubuhku. Aku jadi hanya bisa dipengaruhi sihir dari Ibu atau Ayah, tukas Eliana bertelepati yang langsung diangguki oleh Eliano.

"Apa masih terasa sakit?" Alec tiba-tiba bertanya.

"Masih," sahut Eliana cepat.

Eliano mendengus keras-keras. "Sudah tahu masih sakit, jangan banyak bergerak."

"Aku tadi memang sengaja ingin cari masalah." Eliana melanjutkan dengan bertelepati, Karena sekarang masih sama sakitnya dengan tadi. Kalian tahu tidak kenapa aku minta tidur bertiga malam ini?

Hening. Eliano dan Alec sama-sama terdiam.

Berkali-kali sihirku meledak sebelumnya, kali ini yang paling parah dan terasa paling menyakitkan. Aku takut besok kalian tinggal dua bersaudara, ucap Eliana lagi-lagi dengan bertelepati.

Alec menghela nafas. "Kemarin-kemarin saat sihirmu meledak sebelumnya, kau juga mengatakan hal yang sama."

"Tapi ini berbeda."

"Kau juga mengatakan itu sebelumnya." Kali ini Eliano yang berbicara.

Eliana diam sesaat. Ia menoleh pada Eliano kemudian.

Selamat ulang tahun, Eliano, Eliana berkata-kata dalam telepatinya membuat Eliano sontak menoleh padanya dengan tatapan aneh.

"Kita ulang tahun lusa."

"Aku tahu," jawab Eliana. Siapa tahu akan hanya tinggal kau yang merayakan ulang tahun lusa, jadi aku sudah mengucapkannya, lanjutnya dengan telepati.

the CastleOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz