"Kenapa? Nanti kamu juga akan merasakan jadi papa"

"Tian gak mau"

"Kenapa kog engga mau? "

"Kalo Tian jadi papa, Tian pasti akan melewatkan momen kebersamaan keluarga nanti aku engga tau anak aku baik-baik saja atau tidak atau malah istriku tercinta yang terluka" ucap Tian sembari membayangkan hal tersebut.

"Tian kamu harus melihat sisi positif nya jangan berfikiran seperti itu" nasihat Devin, yang di angguki oleh Tian.

"Mama mana? " tanya Tian walupun ia tidak suka dengan perlakuan mamanya tetapi ia merasa ada yang kurang jika tidak ada wanita tersebut.

"Mama di sini" ucap Maya yang baru saja muncul dari belakang punggung Devin.

"Mama kangen sama Tian, anak mama apa kabar?" ucap Maya lembut sembari memeluk Tubuh tegap Tian.

Tian terdiam tak berkutik ia merasa apa yang terjadi seperti mimpi jika memang ini hanya mimpi Tian berharap  tidak terbangun untuk menghadapi pahitnya dunia lagi.

"Maafin Mama ya mama sayang sama Tian" ucap Maya sembari melepaskan pelukannya.

"Mama ga perlu minta maaf" ucap Tian dengan wajah datarnya.

"Ma tampar Tian ma" pinta Tian sembari melihat mamanya.

"Hee, Tian ngomong apa sih" ucap Devin.

"Apakah ini nyata? " batin Tian sembari mencubit lengannya.

"Aweh sakit" gumam Tian.

"Lo ngapain nyubit lengan lo sendiri kurang kerjaan aja" ucap Kris sembari menghampiri Tian dan mengusap bekas cubitan nya tadi.

"Ya sudah kita masuk ke dalam, hari sudah sore" ucap Devin, dan mereka semua langsung memasuki rumah.

Tian merasakan seperti ada sesuatu yang ingin keluar dari mulutnya rasa sakit itu kembali lagi rasanya begitu sesak Tian mulai kesulitan bernafas ia langsung berlari menuju kamar dan langsung berlarian menuju kamar mandi dan benar saja Tian kembali memuntahkan darah.

Kepalanya berdenyut sakit
"Kenapa gue seperti ini lagi" gumam Tian.

Tian melepaskan seragam sekolahnya dan langsung mandi setelah mandi Tian berjalan dengan langkah lemahnya seranya menutup pintu kamar.

Ia membaringkan diri di ranjang dadanya kembali terasa nyeri Tian duduk dan mengambil botol minumnya di atas nakas ia meneguk air tersebut hingga tandas.

"Seenggaknya bisa ngurangin rasa sakitnya" ucapnya pelan.

Tian menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang ia berharap ia masih bisa merasakan kelembutan Maya seperti tadi tapi Tian masih penasaran kenapa mamanya memperlakukannya seperti itu.

Mungkin ini jawaban atas doa-doa Tian selama ini, ia bahagia tetapi jika ia melihat wajah Maya hatinya selalu merasa sakit.

Tok tok tok

"Masuk"

Pintu kamar terbuka dan Tian bisa melihat siapa yang datang menemuinya di jam segini.

Mistakes In The Past Where stories live. Discover now