45. Usaha.

11 8 9
                                    

Happy reading, Prendsil!

Ready for spam komen?

===

Sepulangnya Faraz mengantarkan Lita ke rumah, tanpa merasa capai atau kantuk setelah seharian beraktifitas, Faraz langsung menuju tempat cafe di mana biasanya Faad berada. Setelah memarkirkan motornya dan bergegas masuk, benar saja, orang yang di tuju tengah mengalunkan melodi.

Sudah cukup lama Faraz tidak mendengar suara Faad. Setelah sekian lama baru ia sadari jika mempunyai teman yang mempunyai suara emas.

Terkadang, sesuatu baru kita sadari setelah semuanya berganti.

Faraz menunggu seorang diri. Ia hanya menatap sekelilingnya yang dipenuhi dengan orang-orang yang tengah makan atau sekedar minum dan bersenda gurau dengan teman atau pun pasangan.

Ketika melihat Faad turun dari panggung dan sepertinya ia hendak istirahat, secepat kilat ia langsung menghampiri dan membawa Faad menjauh dari sana.

"Lepas!" sentak Faad. Nampak sekali ia tak suka dengan sikap sahabatnya itu yang menggeretnya seperti binatang peliharaan saja.

"Oke-oke, sorry," ujar Faraz. "Gue ke sini cuman mau negesin sekali lagi sama lo. JANGAN TERLALU DEKAT SAMA GENTA SAMA ANTEK-ANTEKNYA ITU."

Faad cukup terkejut mendengar Faraz yang tahu mengenai nama Genta. Tak berniat untuk mendengarkan bagaimana bisa ia tahu nama Genta, Faad hanya berkata, "Kasih alasan dan pembuktian buat gue ngejauhin mereka."

Saat ini Faraz benar-benar geram dengan Faad yang sama sekali tak mendengarkannya. Alih-alih meninju Faad, Faraz hanya melampiaskan kekesalannya dengan meninju angin.

"Please! Kali ini aja Lo jangan keras kepala dan jadi orang ngeselin!" tegas Faraz. Dari nada bicaranya ia benar-benar frustasi.

Tanpa berniat menjawab, Faad hanya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dengan air muka yang tak bersahabat tentunya.

Melihat Faad hanya diam, Faraz menyambung kalimatnya lagi. "Lagian kenapa lo jadi marah gini, sih? Kaya cewek tahu, nggak. Ngambekan!"

Yang tadinya Faad memalingkan wajahnya, kini ia menatap Faraz yang baru selesai bicara. Seketika, Faraz tersadar jika kalimatnya barusan malah akan memperkeruh suasana melihat muka Faad yang seperti ingin menerkamnya saat ini.

"Introspeksi diri lo!" bentak Faad.

Mencoba meredam amarahnya, Faraz kembali berbicara. Kali ini ia berbicara pelan dan penuh kehati-hatian agar tidak timbul kesalahan lagi. "Gue di sini sebagai sahabat lo dan juga gue pernah janji sama orangtua lo buat mastiin disini lo baik-baik aja dan nggak salah pergaulan, gue cuman—"

"Lo di bayar berapa? Uang, 'kan yang lo pentingin?" potong Faad cepat.

"Bukan masalah uang, Fad!" jawab Faraz dengan nada tinggi. "Ada tanggung jawab dan ada masa depan sahabat gue yang harus gue jaga."

Senyum sinis terbit di bibir Faad. "Lawak lo!"

Malam yang semakin larut, Faraz hanya bisa meninggalkan pesan kepada Faad bahwa suatu saat ia akan membuktikan kebenaran bahwa Genta bukanlah teman yang baik.

Sementara Faad, ia hanya menatap punggung sahabatnya yang mulai menjauh.

"Gue juga nggak tahu kenapa rasanya sesulit ini buat percaya sama lo," batin Faad.

Usai Faraz pergi, ia teringat jika ada kumpul bersama Genta dan yang lain di tempat biasa. Tetapi, Faad lupa. Lagipula, jika ia kesana ia ragu jika di terima kembali karena pernah membuat rusuh di tempat itu lantaran membawa monyetnya.

Three in One FWhere stories live. Discover now