29. Remember

17 11 15
                                    

Yuhuu, happy reading!-🦛⛓️🦖

===

Setelah beberapa hari melewati masa-masa kelam bagi Faraz dan juga ibunya, akhirnya kini mereka sudah sedikit bisa menerima keadaan.

Pada dasarnya orang baik akan di perlakukan baik pula, maka jangan pernah takut untuk berbuat baik. Sumbangan dari warga sekitar di berikan untuk keluarga Faraz, meskipun ia pelit, namun ibunya tidak, sehingga banyak orang yang menolong. Bukankah jika kita menolong tanpa harus memandang bulu?

"Tante, Faraz, kalian anggap aja rumah ini rumah kalian juga, ya," kata Faad.

Hari ini Esti sudah pulang dari rumah sakit. Berhubung mereka tidak punya kerabat, dan kebetulan juga Faad dengan senang hati mengajak mereka untuk tinggal bersama, jadilah mereka serumah sekarang.

"Rumah ini, 'kan ada tiga kamar, jadi kalian bisa tempatin," lanjut Faad. Keduanya yang baru sampai benar-benar bersyukur bisa kenal dengan Faad.

"Makasih, ya. Kamu benar-benar orang baik, pasti orang tua kamu mendidik kamu dengan luar biasa," ujar Esti.

Pandangan Faraz sedari tadi menunduk. Masih larut dalam rasa bersalah, jelas-jelas masalah itu sudah di bahas dan sudah mencoba mengikhlaskan. Esti sama sekali tidak marah setelah Faraz menceritakan kronologis kejadian itu, dan ya, Esti menganggap bahwa itu adalah musibah.

"Tante istirahat, ya, jangan banyak gerak," ucap Faad memberi perhatian kepada Esti layaknya kepada ibunya sendiri.

Faraz mengantarkan ibunya ke kamar, setelahnya ia kembali menghampiri Faad yang tengah terduduk di ruang tamu. Tampak ia sedang kelelahan, entah apa yang membuatnya begitu.

Badan Faraz beringsut duduk. Ia duduk berdekatan dengan Faad. "Makasih, ya, Fad. Gue nggak tahu lagi cara balas kebaikan lo."

Faad yang tadinya sedang memejamkan mata langsung menoleh ke arah Faraz. "Lo apa-apa sih. Gue ngelakuin ini nggak ada mau minta balas budi."

Tatapan mata Faad mendadak serius. "Andai lo tahu, bisa nolong orang itu suatu kebahagiaan yang nggak ada tandingannya."

Faraz harus benar-benar bersyukur mempunyai teman sebaik Faad, ya meski terkadang sering buat kesal.

Muka Faraz yang tak kunjung senang, membuat Faad harus meyakinkan bahwa dirinya benar-benar tidak repot menolongnya.

"Gini-gini, lo, 'kan best friend gue, jadi cukup jadi teman gue selama-lamanya." Sesudah mengucapkan itu, Faad mengangkat jari kelingkingnya.

Seketika kening Faraz berkerut. "Apa nih? Mau pinky promise lo? Jijay."

Perlahan, Faraz mulai kembali ke sifat awalnya yang memang menyebalkan. Namun, hal itu cukup membuat Faad senang. Berharap dengan ia menghibur sahabatnya itu bisa membuatnya membaik, meski tidak mengubah segala yang pernah terjadi.

===

Lama tak menyanyi, malam ini Faad ingin pergi ke cafe biasa. Sebelum pergi, Faad melihat Esti yang tengah minum di dapur. Ia pun berniat untuk pamit. "Tante, Faad ke luar dulu, ya. Kalau ada apa-apa Faraz suruh hubungi Faad aja."

For your information, lelaki yang namanya Faad sebut barusan ia sedang tertidur di kamar.

Esti menghabiskan air putih yang tinggal sedikit, kemudian menjawab," Oh iya, kamu perginya hati-hati. Jangan malam-malam, ya pulangnya."

Three in One FWhere stories live. Discover now