41. Perubahan

14 9 2
                                    

"Berubah karena terluka, menjauh karena merasa tidak lagi dianggap ada."

Happy reading!

===

"Papah libur?"

Pertanyaan yang baru di lontarkan Mocca nampak mengangetkan seorang yang tengah berkutat dengan buku juga lembaran uang yang terjejer di atas meja.

"Kamu ngangetin aja!" pekiknya.

Mocca duduk tepat di samping papahnya. "Mocca biasa aja padahal tanyanya, nggak ada niat bikin kaget papah sumpah."

Setelahnya, Yudi kembali menghitung dan menumpuk uang yang masih berserakan itu. Mocca hanya diam dan memerhatikan kesibukannya papahnya dengan seksama.

Semula Mocca melipat kedua tangannya di dada, perlahan ia turunkan lantas ia bertanya kembali. "Mau aku bantuin nggak, Pah?" Tawaran Mocca dengan cepat langsung di tolak.

Sudah pernah beberapa kali Mocca menawarkan bantuan saat Papahnya itu sedang menghitung bayaran untuk para kuli, selalu saja di tolak dengan alasan. "Nggak usah, nanti ada yang kurang lagi." Atau ada lagi alasannya seperti, "Nggak usah, ini sudah hampir selesai." Akan tetapi, sampai berjam-jam pun tak kunjung selesai. Pekerjaan nya sebagai mandor seakan menjadi pekerjaan kecintaannya, dan tak boleh seorang pun merecokinya.

Beberapa menit hanya terdiam, Mocca baru ingat jika ia akan ada kelas dance siang ini. "Pah, Mocca mau latihan dance dulu,ya."

"Latihan apa latihan?" sahut Yudi tanpa mengalihkan pandangannya.

"Latihan. Tapi, berangkatnya sama Faad. Boleh, 'kan?"

Mata Yudi langsung melotot, saat itu pula nyali Mocca mendadak menciut. Akhirnya, ia hanya bisa menunduk.

Namun, di luar dugaan papahnya akan melarang, kali ini ia mendapat izin. Sontak hal itu membuat Mocca girang.

"Yesss!" teriaknya.

"Tapi ingat, harus selalu ingat pesan dan aturan papah. Kalau dilanggar, uang jajan papah stop!" ancam Yudi.

Sebelum papahnya berubah pikiran, Mocca pun langsung beranjak pergi. Tetapi, ketika baru hendak pergi Yudi memanggil Mocca untuk kembali.

"Kenapa, Pah? Nggak berubah pikiran, 'kan?" tanyanya was-was.

Yudi menggeleng. "Ada hal penting yang mau papah bicarakan." Sekam mengerti akan pertanyaan anaknya yang akan dilontarkan, Yudi berujar, "Soal pekerjaan papah dan sekolah kamu."

===

Faad baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Handuk pun masih melilit di pinggang dan air bekas mandi pun masih bercucuran, tetapi terdengar ketukan pintu. Dengan enggan, ia membukakan pintu.

"Buset perut lo." Ketika baru saja di bukakan pintu, orang yang berada di depan pintu itu langsung memekik.

Refleks, Faad langsung menutupi perutnya. "Apa sih, lihat-lihat, Han!" Benar, orang itu adalah Farhan. Yang entah ada angin apa dia datang ke sini.

"Ngapain ke sini?" tanya Faad.

"Gue belum tahu ya, alasan lo bisa sampai bolos." Farhan melangkah masuk mendahului sang pemilik rumah. "Lo tahu nggak sih, waktu gue ke ruang guru, lagi jadi buah bibir lo."

Three in One FTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang