27. Tense

3.1K 144 0
                                    


Sontak tubuh Edelina melemas. Entah kenapa hatinya sesak melihat bagaimana pria itu menatapnya dan bagaimana pria itu berbicara dengan nada sarat ingin membunuh. Edelina menangis sesegukan namun Jack tidak peduli. Sudah entah kemana pria itu pergi. Memang pada dasarnya sifat brengsek ayahnya menurun terlalu banyak padanya, itu mungkin belum membuat Edelina kapok. Hanya saja Edelina sedikit shock dan kaget, dan juga sesak.

Saat Jack bercinta terlalu kasar padanya hingga ia pingsan, Edelina tidak begitu mempermasalahkannya. Lina berpikir itu karena ia belum sempat sarapan, makanya ia kehabisan energi. Namun kali ini ada sesuatu yang mengganjal didirinya, entah itu karena rahasia yang Jack miliki atau dia takut kepada Jack.

Edelina sudah menangisi kejadian barusan bermenit-menit yang lalu. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kamar dengan perasaan gugup san takut.

Di dalam batinnya Edelina sadar bahwa ini memang sepenuhnya salah dia. Edelina menginvasi kehidupan Jack yang memang seharusnya ia tidak perlu ikut campur tangan sama sekali. Edelina yang kelewat penasaran dengan pria itu hingga nekat berbuat hal yang melewati batas.

Disaat Edelina menarik gagang pintu jantungnya berpacu kencang seolah ia baru saja berlari maraton. Menarik napas sekuat mungkin, Edelina langsung membuka pintu itu. Kamar tersebut remang-remang, hanya ada lampu tidur yang menyala. Edelina pun kembali menutup pintu dan berjalan ke kasur.

Kosong.

Di dalam kamar tersebut tidak ada siapapun. Aneh, mengingat sebelumnya ia tidak sempat mematikan lampu lalu menyalakan lampu tidur. Padahal saat ia beranjak dari kasur, Jack masih memejamkan matanya.

Sontak hal itu membuat Edelina bernapas lega. Ia pun menaiki kasur dan merebahkan tubuhnya yang memang sudah mulai lelah. Perlahan tatapan mata Edelina kabur dan ia terjatuh dalam mimpinya sendiri.

Sementara itu....

Seorang pria mengemudikan mobil dengan kencang di tengah malam, menembus mobil yang berlalu lalang. Terlihat jelas bahwa pria itu sedang mengalami hal yang berat, bisa dilihat dari dahi dan lehernya yang memunculkan urat.

Jack memukul setirnya dengan kuat.

"FUCK!!" Geramnya berteriak.

Tatapan mata Jack menyalakan seakan mengeluarkan kobaran api bagi siapapun yang berani menatapnya. Ia marah. Ia kesal. Ia kecewa. Pikiran dan hati Jack benar-benar berkecamuk akhir-akhir ini. Ia merasa tidak ada satupun yang mampu mengerti dirinya.

Jack pun kembali meneguk bir dengan kasar. Kandungan alkohol di bir cukup sedikit bagi Jack yang sudah cukup berpengalaman dalam meminum minuman beralkohol.

"ooohh..... FUCK!" Teriak Jack kembali memukul setirnya.

Tidak peduli pada beberapa orang yang sudah mengklakson dirinya karena berkendara terlalu cepat, Jack tidak peduli. Suasana hatinya sedang tidak bisa di ajak kompromi saat ini. Iblis yang dulu bersarang di dalam tubuh dan pikiran Jack kini mulai muncul kembali. Jack yang kejam dan dingin mulai kembali.

Di sepanjang perjalanan Jack terus mengumpat. Hingga akhirnya ia berhenti di sebuah bar yang letaknya tak jauh dari New York. Bar tersebut terlihat seperti bar lokal pada umumnya, hanya saja letaknya yang tak jauh dari perkotaan.

Jack memasuki bar yang tidak terlalu ramai pengunjung. Hal itu bagus, karena saat ini Jack benar-benar membutuhkan ketenangan.

"Vodka sir?" Ucap Bartender yang muncul di hadapannya.

Jack mengangguk. "Yeah get me one"

"I'll be right back" Bartender tersebut mengangguk.

Jack memijat dahinya. Kepalanya terasa berat. Bir saja tidak cukup untuk menghilangkan semua masalah yang berkecamuk di kepalanya. Ia membutuhkan alkohol yang lebih kuat. Bayang-bayang Edelina mulai bermunculan di kepalanya, Jack geram dengan gadis itu. Entah kenapa dia marah pada Edelina karena berani-beraninya memasuki ruangan yang sudah ia jaga selama bertahun-tahun.

JACK'SWhere stories live. Discover now