15. Setelah Kepergiannya

1.4K 142 11
                                    

Upacara Pemakaman Ailendia sudah selesai setengah jam yang lalu, Upacara itu di pimpin langsung oleh Jhonny dan Matthew. Jhonny tidak banyak bicara, ia terlihat diam seribu Bahasa dan menjauhkan diri dari semua orang hanya Matt dan Rans lah yang bertugas menyambut tamu yang berhadir berbela sungkawa. Ailendia adalah sosok wanita yang luar biasa sangat banyak yang meyayanginya, semua anak-anak panti yang pernah Ailendia asuh juga menghadiri pemakanannya. Matt menghampiri Jhonny yang masih berdiri tegap dihadapan foto Ailendia, tidak beranjak dari sana, mata sayu Jhonny begitu terlihat, air mata tetap saja turun meskipun Jhonny sudah menghapusnya berkali-kali, tidak ada yang tau seberapa banyak sudah Jhonny mengirimkan Doa untuk Ailendia. Perasaannya kini campur aduk, ia rindu Ailendia, ingin rasanya Jhonny memeluk gadis itu sekali lagi, masih tidak percaya rasanya bahwa kini Ailendia telah pergi untuk selamanya. Jika boleh ia ingin meminta kepada Tuhan untuk mengembalikan Ailendia-nya, tak terhitung berapa banyak sudah Jhonny memohon dan merutuki Tuhan, sungguh ia belum siap kalau harus kehilangan Ailendia secepat ini.

"Daddy" panggi Matt pelan

Jhonny menoleh namun tidak bersuara, air mata nya semakin deras mengalir, dengan cepat Matt mendekat dan memeluk sang Ayah dengan begitu erat. "Mommy sudah pergi Hiksss....Hikss...Hiksss, Maafkan Daddy, Nak" lirih Jhonny pilu. Ingin rasanya Matt marah kepada takir yang membuat pahlawan nya hancur seperti ini.

"No Dad, don't blame ur self" jawab Matt mengusap punggung Jhonny lembut, Jhonny menumpahkan tangisan nya yang teramat pilu, doa-doa selalu menghiasi bibir nya yang bergetar hebat karena menahan sesaknya dada. Sebenarnya bukan hanya Jhonny yang hancur tapi semua putranya juga, sejak kepulangan Ailendia semalam tidak ada dari mereka yang bisa makan, apalagi kondisi kedua bungsu yang teramat menyakitkan jika di lihat. Javie selalu menanggis memeluk baju Ailendia, Chand yang selalu memanggil ibunya.

"Mommy ini berat untuk Matt" lirih Matt, di saat semua keluarga menanggis ialah satu-satunya yang bisa menghapus air mata mereka, memeluk dan menenangkan, berdiri tegap di saat semua menunduk, berusaha tersenyum meskipun hatinya menanggis, seolah tidak terjadi apa-apa padahal di kepalala sudah penuh dengan berbagai macam scenario yang berlomba-lomba mengisi kepalanya. Matt mengajak semua saudaranya dan ayahnya untuk kembali ketempat tinggal mereka, didalam mobil pun tidak ada pembicaraan yang ada hanya isakan kecil dari saudaranya, begitu pun Jhonny yang hanya menatap kosong semua hal, Nenek dan Kakek nya sudah pulang lebih dulu, Jeffrey dan Dian harus mengurus semua perusahaan sementara apalagi banyak dari data dan document milik Jhonny yang terbengkalai.

Matt menghentikan mobil nya tepat di depan rumah, ia membukan sabuk pengaman yang masih melekat di tubuh Jhonny. "Take rest, Dad" ucap Matt yang membiarkan Jhonny keluar lebih dahulu dan langsung menuju kamarnya. "Kalian juga istirahatlah, besok tidak ada yang pergi kesekolah, semua sudah Abang urus, Rans tolong tetap bersama Javie, Aleen kau bersama Chand" perintah Matt. Semua sudah keluar dari mobil dan melaksanakan perintah Maat, sedangak dirinya hanya menghela nafas berat, ia menyandarkan tubuhnya di jok mobil, sangat sulit untuk berpura-pura kuat, sangat lelah rasanya.

Matt menyeka sudut matanya sebelum ia masuk kedalam rumah. Ia masuk kedalam dan semuanya terasa begitu hamba tidak ada lagi suara ribut dari saudara-saudaranya yang merengek memperebutkan sang ibu, begitu juga lelucon yang selalu di layangkan oleh ayahnya sebagai pelengkap keharmonisan keluarga mereka. Kini rumah itu terasa begitu kosong dan dingin, sepi dan sunyi rasanya. Matt juga masuk kedalam kamar nya, nafas yang berat ia hembuskan beberapa kali, foto sang ibu yang menyambutnya waktu pertama kali memasuki kamar membuat hatinya hancur berkeping-keping, tanpa sadar air mata Matt turun dengan deras nya, Matt terisak kecil dan membiarkan lututnya beradu dengan lantai yang begitu dingin lambat laun tangisan Matt menjadi-jadi ia biarkan tangisan yang ia tahan seharian itu keluar begitu saja, Matt juga lelah ia ingin menangis ia juga tidal suka kehilangan seorang wanita yang begitu berharga untuk nya, ia ingin mengadu kepada tuhan kenapa semesta begitu kejam kepada nya jika boleh Matt ingin meminta jika dirinya saja yang diambil lebih dulu, saudara dan ayahnya masih memnutuhkan ibunya. pada malam itu namun siapa sangka jika tangisan pilu Matt terdengar oleh semua penghuni rumah . "Mommy" lirih Matt dalam tangisan nya, Matt memukul dadanya yang begitu sesak.

"Hikss....Hiksss...Hiksss abang Maaf" lirih Rans yang mendengar tangisan pilu Matt yang begitu menyayat hatinya. Sedangkan Javie hanya berbaring memunggungi Rans yang masih menanggis sesegukan padahal si bungsu juga menaggis dalam diam nya. "Maaf abang"lirih Javie

"Aireen, sudah ya, cukup kita harus kuat bersama, kasian Abang matt kalau kita nanggis terus" ujar Aideen menenangkan kembarannya yang masih sesegukan di dalam pelukan nya.

"Mau peluk abang Matt" tutur Aireen

"Iya, nanti kita peluk abang erat-erat, nggak sekarang ya, biarin Abang Matt sendirian dulu" tutur Aideen mengeratkan pelukan nya kepada aireen

Sementara disisi lain Aleen juga mendekap Chand kuat-kuat dan menutupi telinga anak itu, ia tidak mau Chand mendengar tangisan yang begitu menyedihkan dari si sulung yang selalu berdiri tegap karena itu sangat menyakitkan untuk didengar bahkan Aleen saja hancur mendengarnya. "Adek tidur ya, kaka disini sama Adek" bisik Aleen dan mengusap punggung Chand yang terlihat naik turun karena tangisan nya, keadaan Aleen jangan di tanya dia juga menanggis.

Tanpa sadar Matt ternyata Jhonny berdiri bersandar di pintu Matt dan menangis tak bersuara, ia egois tidak memikirkan perasaan anak-anak nya yang juga hancur dan begitu tak tahu dirinya ia membiarkan semua anak-anaknya menangis dalam sepi padahal semua anak-anaknya juga butuh pelukan, yang hancur bukan cuman dirinya saja.

Jhonny membulatkan tekad hatinya sudah ikhlas di hapusnya semua air mata dan digantinya dengan senyuman, mulai saat ini ia akan betanggung jawab akan semua kehidupan anak-anak nya, pusat semesta sedang tidak baik kepada mereka dan kalau bukan bangkit dengan sendiri siapa lagi yang akan membantunya, ia bukan Jhonny yang dulu lagi, kini ia harus berdiri lebih kuat karena ada tujuh kepala yang harus bersandar di pundak nya. Setelah tangisan Matt cukup reda, Jhonny berjalan menuju dapur dan memasak makan malam untuk mereka semua. Malam ini Jhonny mencoba sekuat tenaga berjuang untuk semua kehidupan putranya.

"Daddy lagi apa?" satu suara memecahkan keheningan Jhonny yang sibuk dengan bahan-bahan masakan, "Eh ada abang, ini Daddy lagi masak buat makan malam" jawab Jhonny dengan senyuman nya. Matt tenang rasanya hangat melihat sang ayah tersneyum kembali."Ouh yaudah abang bantu ya" tutur Matt yang berdiri disamping Jhonny dan mulai sibuk dengan bahan masakan juga, keadaan mengalir begitu saja, mereka juga mulai bercanda dan bercerita satu sama lain, baik Jhonny maupun Matt mereka sama-sama tidak mengungkit mengenai Ailendia.

"Abang" teriakan seseorang terdengar nyaring mengalihkan perhatian Matt. "Pelan-pelan aja Dek, astaga---" ucap Matt ketika tubuhnya di tubruk oleh sang adik yaitu Aireen. "Aireen! Abang lagi pegang pisau lho ya, kenapa peluknya tiba-tiba" tegur Matt. "Rindu Abang" ucap Aireen yang kembali dengan sikap manjanya. "Aideen nggak rindu abang? Masa yang peluk Aireen aja?" tanya Maatt kepada Aideen yang berdiri tak jauh dari kembarannya yang masih sibuk memeluk Matt. "rindulah masa nggak, badan aku gede nanti Aireen kelelep" sahut Aideen asal yang membuat Matt tersenyum lebar. "Aiden bantu panggil yang lain ya, sekalian Kaka Rans juga" perintah Matt dan Aideen langsung melaksanakan perintah itu sedangkan Aireen masih saja menempel dengan Matt. "Ya Tuhan adek, si abang kerepotan kalo adek meluknya gitu" tegur Jhonny. "Biarin aja Daddy, Adek rindu Abang" tutur Aireen yang makin mengeratkan pelukan nya kepada sang sulung.

Dua puluh menit selanjutnya semua putra Jhonny telah berkumpul dimeja makan, keadaan masih tetap hening. Kali ini Aleen bertugas untuk memimpin Doa terlebih dahulu."Terima Kasih atas makanan malam nya Daddy dan Abang" tutur Aleen dan diikuti oleh yang lain. Mereka kembali makan dengan Khidmat."Son's besok mau dirumah aja atau ketempat Granny?" tanya Jhonny memecah keheningan. "Di rumah aja sama Daddy sama Abang" jawab Rans dan dianggugi oleh saudaranya yang lain, Jhonny tersenyum jahil. "berarti bantu Daddy beres-beres dong" ucap Jhonny yang mendapatkan pandangan tidak percaya dari ketujuh putranya membuatnya sedikit tertawa. "Daddy" ucap mereka bersamaan.

Setiap perpisahan itu menyakitkan, Setiap perpisahan itu datangnya tiba-tiba, Setiap perpisahan itu membuat siapa saja hancur dan perpisahan yang paling menyakitkan adalah kematian seseorang yang menjadi penyempurna hidup kita, dan sayangnya kita yang ditinggalkan harus melanjutkan hidup dengan bahagia meskipun diliputi dengan rasa sedih dan hancur. Entah berapa banyak air mata yang sudah keluar karena kehilangan itu namun Jhonny paham ia harus segera bangkit dan membaik, disana ada tujuh permata peninggalan Ailendia yang harus ia jaga dan ia kasihi sampai maut juga menjemputnya. "terima kasih ya Nak, sudah bertahan dengan Daddy, kedepan nya ayo kita hidup lebih baik dan tidak meninggalkan satu sama lain" tutur Jhonny yang sedikit menitikan air mata nya. Ketujuh putranya mendekat dan memeluknya kuat. "Kami sayang Daddy dan selalu bersama Daddy sampai kapanpun, Love You Daddy" ucap Ketujuh putranya.

We Love You Daddy | Johnny X Nct Dream | NCTOnde as histórias ganham vida. Descobre agora