NOTE 38: Comfort Person

117 27 26
                                    

I'm scared to call you back
I'm no good at trying
To tell you that I'm not doing okay

Losing Me – Gabriella Aplin ft. JP Cooper

[]

Tumpukan buku yang belum terbaca di lemarinya masih tinggi, tetapi Althea sama sekali tidak ingin menghabiskannya. Aneh. Padahal dia biasanya bisa menghabiskan sekitar 10 buku selama liburan. Sekarang, liburnya sudah mau habis, dan yang dia lakukan hanyalah menjadi manusia merana.

Selama tiga hari setelah pensi, yang bisa dia lakukan hanyalah berbaring saja seharian di tempat tidur untuk tidur. Dia hanya tidur, bangun untuk bengong atau membuka ponselnya, lalu tidur lagi—begitu saja diulang-ulang terus. Sesekali dia keluar dari tempat tidur untuk mandi dan makan, tapi kemudian dia kembali lagi ke tempat tidur.

Di hari keempat, dia sudah bosan, jadilah dia mulai mencari-cari sesuatu untuk dilakukan. Dia membantu Bunda di kebun. Dia mengganggu Raphael menulis sampai kakaknya mengancam akan menyentuhnya dengan tangannya. Dia menemani Ayah menonton pertandingan bola liga Italia sampai ketiduran. Apa pun, asalkan dia tidak memikirkan tentang orang itu.

Althea heran kenapa dia bisa menyukai Riff pada awalnya.

Yah, kata orang, memang sebaiknya penggemar dan idolanya tidak pernah bertemu. Sepertinya, hal itu benar adanya. Saat Althea masih sebatas penggemar Riff, yang dia lihat hanyalah apa yang ada di layar, dan apa yang ditunjukkan di layar selalu hal-hal yang baik. Dan, selama hidup mereka tidak bersinggungan, semuanya baik-baik saja.

Sayangnya, hidup mereka bersinggungan, dan Althea jadi mengenal bagaimana sifat Riff yang sesungguhnya.

Jika Althea tidak menjadi dekat dengan Riff, hidupnya pasti akan baik-baik saja.

Tidak, Althea tidak berharap dia tidak punya kemampuan ini. Dia menyukai kemampuannya, meski kemampuan ini aneh dan tidak semestinya ada. Pertemuannya dengan Riff bukan salah keajaiban yang bisa diberikan tangannya, meski itulah awal dari semuanya. Dan Althea sudah melewati masa-masa di mana dia ingin menyalahkan semua orang. Sekarang yang dia inginkan hanyalah melupakan.

Althea sedang menggulir kolom explore Instagram saat panggilan itu masuk. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba Gabriel ingin meneleponnya, tapi mungkin saja sahabatnya itu hanya sedang kangen. Atau mungkin sedang punya kabar bagus. Gabriel hanya meneleponnya jika dua hal itu terjadi.

"Halo?" jawab Althea begitu dia sudah ada di kamarnya.

"Kapan lo mau cerita sama gue kalau lo udah putus?"

Kata-kata yang Althea punya tersangkut di tenggorokannya. Dia memang sengaja belum mengatakannya pada Gabriel karena dia tidak berani menghadapi cowok itu. Gabriel sudah memperingatkan Althea berkali-kali dan Althea tidak percaya padanya. Althea tidak berani mengaku kalau dia seharusnya tidak meragukan Gabriel.

"Oh, iya. Lupa. Hehe."

Gabriel mendengus. "Gue perlu ke Jakarta sekarang? Gue bakal datengin rumah dia dan hajar dia persis di depan orang tuanya kalau perlu."

"Gab, jangan bikin situasinya tambah kacau. I'm okay now."

"Berarti sebelumnya enggak? The, kenapa lo nggak bilang gue? Lo takut sama gue?"

Althea terdiam. "Gue..."

"Jawab gue jujur, The."

Air mata Althea mulai menggenang. Althea menarik napas panjang sebelum mencoba menjawab pertanyaan Gabriel. Jika sudah begini, rasanya Althea ingin benar-benar meminta Gabriel untuk datang ke Jakarta sekarang juga. Gabriel selalu ada saat Althea sedang sedih—begitu juga sebaliknya—dan Althea tidak tahu betapa dia merindukan keberadaan Gabriel di sebelahnya.

"Iya, Gab, gue takut lo marah," Althea mengaku. "Lo udah berkali-kali ingetin gue buat nggak deketin Riff. Dan berkali-kali juga gue nggak nurut sama elo. Gimana gue harus ngomong sama elo sekarang, saat semua yang lo bilang ternyata bener?"

"Kenapa lo harus takut, The? Gue sahabat lo sejak lama. Tugas gue buat ngejagain elo, dan juga buat nemenin lo di saat lo takut. Gue ada di pihak lo, The."

Althea tidak menjawab, karena isakannya akan terdengar jelas jika dia berbicara. Gabriel benar. Kenapa Althea bertingkah seolah-olah dia tidak kenal sahabatnya sendiri?

"I wish I was there with you," bisik Gabriel.

"Me too," balas Althea sama lirihnya.

Setelahnya, Althea menceritakan semuanya. Dari awal sampai akhir, lengkap dengan isakannya yang makin deras di akhir ceritanya. Meski begitu, akhirnya, dia merasa lega. Seluruh emosinya yang terpendam, yang tidak berani dia tunjukkan pada siapa pun, bisa dia lepaskan semuanya hingga tidak ada yang tersisa.

"Maaf, The, kalau gue kurang peka."

Respons Gabriel itu membuat Althea tertawa pelan. "Bukan salah lo, Gab. Dan gue udah nggak mau nyalahin siapa-siapa. Gue cuma pengin lupain semuanya."

"Ah, gue punya ide." Gabriel menjentikkan jarinya. "The, besok ke Singapura, mau nggak?"

"Ngaco, ih. Duit siapa?"

"Duit gue juga boleh. Lo ke sini pagi, kita main-main seharian, terus lo balik malemnya. Lo bakal seneng-seneng, dan baliknya lo udah kecapekan, jadi nggak sempet overthinking."

"Sempet-sempetnya ngelawak, lo. Garing, tau nggak?"

Gabriel menggerutu. "Gue nggak lagi ngelawak. Gue bener-bener serius, nih. Lo pernah bilang juga kalau lo pengin ke Universal Studios, kan? Ya udah, sini. Kapan lagi? Sekolah lo masih lama kan, masuknya?"

"Minggu depan, sih...."

"Masih lama. Ayo, sini."

Althea terdiam. Tiba-tiba disadarinya bahwa Gabriel memperlakukannya jauh lebih baik daripada Riff, dan dia tidak pernah mengapresiasinya karena dia keburu menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja. Gabriel mendengarkannya. Gabriel rela melakukan banyak hal untuknya. Gabriel menempatkannya sebagai prioritas, sebagai yang didahulukan, dan bukan sebagai alat.

Gabriel memedulikannya. Dan Althea memilih untuk mengabaikannya. Cinta memang benar-benar buta.

"The, gimana? Jadi mau, nggak?"

"Kalau orang tua gue kasih izin, ya," balas Althea. "Lo serius, kan?"

"Iya, serius. Let me know, ya."

"Oke. Dan, Gab?"

"Hm?"

"Thank you. Lo sahabat terbaik yang bisa dimiliki seseorang."

Gabriel hanya tertawa. "Sama-sama, The."

Untukpertama kalinya sejak pensi, Thea merasa bebannya telah lenyap. 

[]

Shan's Note:

Get you a Gabriel~

Imperfect Pitch [COMPLETED]Where stories live. Discover now