NOTE 17: The Memories of Love

166 37 107
                                    

Allow me to hold your hand
I'll cherish every moment I spend with you

Written in the Stars – The Overtunes

[]

Kencan Riff dengan Althea kemarin membuatnya terinspirasi untuk menggabungkan salah satu lagu gubahan Akung dengan lagu Ed Sheeran yang berjudul Perfect. Kedua lagu itu cocok, karena lagu Akung diciptakannya untuk Uti saat mereka sedang PDKT.

Dulu, Akung sering menceritakan tentang Uti kepada Riff, terutama karena Riff tidak begitu mengenal neneknya—Uti meninggal dunia saat Riff berusia lima tahun. Ingatan Riff akan Uti hanya sedikit, pun sangat pudar. Namun, Riff ingat betul permainan piano Akung di upacara pemakaman Uti. Dia tidak langsung memahaminya, tetapi Riff dapat merasakan kerapuhan Akung melalui setiap nada yang diciptakannya.

Ah, Riff jadi merasa bersalah lagi jika mengingat Akung. Dulu Akung selalu bilang, jika Akung sudah tidak ada, Riff harus bermain di pemakamannya. Tentu saja Riff menjanjikannya. Tapi, saat kutukan itu menghantamnya, semua keinginan dan rencana Riff pupus sudah, termasuk keinginannya untuk membuat Akung bahagia.

Papa ada benarnya. Riff mungkin adalah kebanggaan terbesar Akung, tapi dia juga adalah kekecewaan terbesarnya. Jika saja....

"Riff?"

Riff menoleh pada ponselnya, yang saat ini sedang menampakkan wajah Althea. "Apa?"

"Nggak sih, cuma tadi katanya lo mau nunjukin sesuatu, tapi tahu-tahu diem aja. Lo nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa, kok," Riff tersenyum. "Sori, gue agak terdistraksi. Gue cuma mau nunjukin aransemen baru yang barusan gue buat untuk pertunjukan ulang tahun sekolah, sih. Karena gue terinspirasi dari lo dan jalan-jalan kita kemarin, kayaknya lebih baik lo yang denger duluan."

Althea langsung tersipu. "Boleh deh."

Riff mulai bermain. Lagu Akung sebenarnya tidak cocok-cocok amat dengan lagu Ed Sheeran, jadi Riff harus membuat perubahan di sana-sini. Tapi, secara keseluruhan, Riff cukup puas dengan hasilnya. Transisi dari nada-nada klasik buatan Akung dan melodi lagu Perfect mulus, meski lagu itu jadi sedikit lebih sendu dari aslinya. Rasanya suara Maia akan cocok untuk menyanyikan lagu ini.

"Wow," ujar Althea, nyaris tidak terdengar saking pelannya. "Seperti biasanya, lo selalu keren."

Riff tersenyum. "Thank you. Lo yang menginspirasi gue, jadi sebagian kekerenan gue juga karena elo."

"Bisa aja, deh." Althea menutupi wajahnya dengan tangan yang terbungkus lengan jaket. "Omong-omong, lo gabungin Perfect sama lagu apa? Kayak nggak asing. Lo pernah mainin itu kah?"

"Iya, pernah. Ada di YouTube juga kalau nggak salah. Lagu itu adalah lagu buatan Akung—kakek gue—yang judulnya Selinap."

"Wah, judulnya bagus. Bahasa apa, tuh?"

"Bahasa Indonesia. Akung nggak pernah kasih judul lagu dalam bahasa asing." Riff tersenyum mengingat cerita Akung di balik lagu itu. "Lagu ini Akung bikin untuk Uti—nenek gue—waktu dia lagi PDKT. Katanya, Uti itu satu-satunya orang yang berhasil 'menyelinap' ke dalam hati Akung. Makanya lagu ini dikasih judul seperti itu."

"Kakek lo penting ya, buat lo." Althea menatap Riff dengan sorot matanya yang lembut.

"Sangat penting. Karena Akung, gue jadi ingin belajar bermain piano." Riff terdiam sejenak. "Lo pernah nggak, bikin orang yang paling penting dalam hidup lo kecewa?"

Althea tampak berpikir. "Entahlah. Gue rasa belum."

"Lo beruntung. Jangan melakukannya." Riff tersenyum tipis. "Gue bikin Akung kecewa karena kutukan ini, Al. Akung selalu bilang, selama gue sehat dan nggak kekurangan apa-apa, Akung nggak masalah kalau gue nggak bisa main piano. Tapi gue tahu, dia kecewa. Dan gue nggak mungkin membuat Akung bangga lagi."

"Kenapa?"

"Akung udah nggak ada empat tahun yang lalu."

Althea terkesiap. "Maaf."

"It's okay," Riff menggeleng. "Yah, anyway. Menurut lo bagus permainan tadi bagus nggak?"

"Banget. Bagus banget. Percaya sama gue, Riff. Kakek lo pasti bangga sama lo apa pun kondisi lo, baik saat lo punya kemampuan lo atau enggak."

Riff mengedikkan bahu. "Mungkin. Tapi tetep aja, ini nggak seharusnya terjadi. Gue nggak seharusnya dikutuk."

"Udah terjadi, Riff, lo nggak bisa mengubahnya."

Althea terdiam lama setelahnya. Riff ikutan diam, membayangkan apa yang terjadi di hari dia dikutuk. Dia memang tidak bisa mengubah apa-apa, tapi tetap saja, rasanya dia ingin melakukan sesuatu untuk bisa mengubahnya. Mungkin, Akung tidak akan pergi dengan kekecewaan. Mungkin Riff akan tetap punya keluarga yang bahagia. Mungkin Papa akan bersikap lebih baik padanya.

Mungkin, dan mungkin, dan mungkin. Jika kutukan yang keluar dari mulut bisa menjadi nyata, kenapa kemungkinan tidak?

"Hei, lil sis, jadi nemenin gue—oh, lo lagi teleponan?"

Suara itu menghentikan Riff dari menggalau. Ditatapnya ponselnya, yang sekarang menunjukkan Althea sedang berbicara dengan seorang pemuda. Dari wajah mereka yang mirip, Riff menebak cowok itu adalah Raphael, kakak Althea yang pernah dia sebutkan beberapa waktu lalu. Riff berpura-pura menyibukkan diri dengan hal lain agar tidak menguping percakapan mereka.

"Riff," Althea memanggilnya. "Kenalin nih, kakak gue—hei!"

Ponsel Althea direbut oleh Raphael. Seketika, ponsel Riff menunjukkan wajah Raphael yang sedang menyeringai lebar. "Halo! Akhirnya gue lihat juga muka cowok yang bikin adek gue terbang beberapa hari terakhir. Lo tahu nggak, kalau Thea udah suka sama lo sejak dia umur tujuh?"

Riff tersenyum sopan. "Salam kenal juga."

"Kapan-kapan ajak gue kenalan sama pacar lo, dong," kata Raphael pada Althea. "Gue kan pengin ketemu juga."

"Dan lo pegang dengan tangan lo, bikin dia sial?" Althea mendengus. "Dia udah terkutuk, masa lo mau bikin dia tambah terkutuk lagi?"

Riff jadi memperhatikan tangan Raphael, yang saat ini dibalut oleh sarung tangan berwarna hitam. Kesialan seperti apa yang dimaksud Althea sebenarnya?

Tapi, alih-alih terfokus pada tangan Raphael, Riff justru memperhatikan bagaimana interaksi Althea dan Raphael yang tampak begitu menyenangkan. Ah, sudah lama dia tidak merasakannya. Kebahagiaan keluarga Hadinata sudah hilang sejak kutukan Riff mulai muncul.

"Riff, maaf ya, gue harus pergi sekarang," kata Althea tiba-tiba. "Inget ya, kakek lo pasti bangga sama lo. Dan lo akan terus membuat kakek lo bangga setelah ini. Dadah!"

Riff hanya sempat mengangguk, karena panggilan itu terputus mendadak. Dia hanya menghela napas, sebelum kemudian membuka aplikasi rekaman. Dia harus mengirimkan sampel aransemen lagu buatannya barusan kepada Interlude.

[]

Riff Hadinata
Guys, kalau gue bikin gini gimana?
[send file]

Jordan Immanuel
GILAAAA BAGUS BANGET
RIFF, LO JENIUS!

[]

Shan's Note:

Maaf terlambat, aku ada rapat nih soalnya :( semoga kalian enjoy yaa~

BTW, ada hadiah foto kencan Riff dan Althea kemarin nih~!

BTW, ada hadiah foto kencan Riff dan Althea kemarin nih~!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

luv sekali :")

Imperfect Pitch [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang