NOTE 9: Duet Me

216 46 79
                                    

Life was so heavy, I was giving up
But since you came along, I'm light as a feather

Colour – MNEK ft. Hailee Steinfeild

[]

Sebetulnya, Althea juga tidak tahu kapan dia punya kemampuan ajaib itu. Mungkin sejak lahir. Yang jelas, tidak ada yang tahu—atau menyadari—bahwa dia bisa menyembuhkan orang dengan menyentuh mereka, kecuali keluarganya. Sepertinya dulu dia tidak sengaja menyembuhkan luka Raphael, kakaknya, dengan menyentuh lukanya. Orangtuanya sepakat Althea harus merahasiakan kemampuan ini.

Saat pertama kali mengetahui tentang kemampuan ini, Althea benar-benar bersemangat dan ingin menggunakannya terus-terusan. Menyembuhkan seseorang hanya dengan menyentuh mereka adalah sebuah karunia yang luar biasa. Althea yakin, dia bisa saja viral dulu, jika orangtuanya tidak mengurungnya di rumah dan dengan keras melarangnya menggunakannya. Membicarakannya saja tidak boleh.

Dulu, Althea benci itu. Namun, semakin dia beranjak dewasa, semakin dia paham bahwa orang tuanya hanya berusaha melindunginya dari orang jahat yang akan memanfaatkan kemampuan ini dengan seenaknya. Itulah kenapa, hanya segelintir orang yang tahu tentang kemampuan ini.

Sekarang, Riff harus tahu. Althea belum mengenal Riff secara personal. Riff yang Althea kenal hanyalah persona cowok itu sebagai seorang child prodigy, yang sepertinya sudah tidak berlaku lagi saat ini. Dia jadi ragu-ragu. Bisakah dia mempercayakan rahasianya pada Riff?

Diliriknya Riff, yang sedang berjalan beberapa langkah di depannya. Sejak berangkat menuju salah satu mall besar di dekat sekolah mereka, Riff belum berbicara lagi. Althea jadi penasaran apa yang akan dikatakan Riff, dan apa yang hendak cowok itu tawarkan padanya.

Yah, pasti soal kemampuan ini. Memang, apalagi yang bisa dibicarakan Riff dengannya?

Riff melangkah ke sebuah restoran Jepang yang tidak terlalu ramai. Sebuah lagu dalam bahasa Jepang mengalun lembut menyambut mereka. Althea sibuk memperhatikan menu yang tidak familier untuknya hingga tidak menyadari Riff yang sudah duduk di salah satu meja paling pojok. Setelah memesan ramen, Althea menyusulnya. Dari ekspresinya, Riff sedang tidak baik-baik saja.

"Tolong pesenin gue sushi, dong," kata Riff. "Sorry, kepala gue sakit."

Althea beranjak untuk memesan. Sepertinya efek kekuatannya pada cowok itu sudah hilang. Melihat Riff menyentuh kepalanya sambil memasang headset membuatnya ingin segera kembali dan menggenggam tangan cowok itu erat. Juga untuk bertanya kenapa Riff malah memasang headset. Bukannya kepalanya akan tambah sakit?

"Sini," kata Althea begitu dia kembali. "Tangan lo."

Riff mengulurkan tangannya. "Thanks."

Untuk sesaat, Althea hanya mengelus tangan kanan Riff. Jari-jari Riff panjang dan kurus, juga sangat lembut. Tangan Althea terlihat kecil sekali dibandingkan dengan tangan Riff. Althea selalu kagum melihat tangan seorang pianis—jari-jari mereka yang menekan tuts dengan begitu yakin dan pergerakannya yang begitu lincah tampak seperti tarian. Tangan dalam genggaman Althea sanggup menciptakan melodi yang indah.

Althea cepat-cepat menggenggam tangan Riff pelan sebelum dia dianggap gila oleh cowok itu. "Jadi, ini yang bikin lo menghilang? Karena lo buta nada?"

"Lo penasaran banget?" tanya Riff sedikit ketus.

"Lo pasti ajak gue ke sini karena lo mau ngomongin soal kemampuan gue, kan? Gue rasa, cukup adil kalau gue tahu kenapa lo perlu gue."

Riff menarik tangannya sambil menghela napas. Dia terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkata, "Maaf. Gue selalu defensif kalau ngomongin hal ini."

Imperfect Pitch [COMPLETED]Where stories live. Discover now