NOTE 24: The Reunion

115 30 68
                                    

I'd be nothing without you
There'd be no song without you

No Song Without You – HONNE

[]

Riff menanti di depan rumahnya dengan tidak sabar. Althea seharusnya tiba lima menit yang lalu, tapi sampai sekarang, dia belum muncul juga. Dia di mana, sih?

Setelah menghitung-hitung, Riff tetap bisa pergi ke acara ulang tahun Eyang Albert dan pulang tanpa perlu menyuruh Althea ke Bogor. Papa masih ada sebuah pekerjaan pagi ini, sehingga mereka baru bisa berangkat siang. Dan, besok pun, mereka juga akan pulang di siang hari. Kira-kira kurang dari 24 jam, jadi seharusnya tidak ada masalah. Semoga saja.

Riff sudah akan mengetikkan pesan pada Althea saat dilihatnya sebuah mobil mendekat. Papa sudah pulang. Bukan orang yang Riff harapkan, karena ini artinya mereka sudah harus berangkat sebentar lagi. Riff jadi ingin berlari menemui Althea saja kalau begini caranya.

"Lho, Riff, kamu ngapain di depan rumah?" tanya Mama, yang juga ikut mengantar Papa dalam pekerjaannya.

"Nungguin Althea," jawab Riff. "Dia mau ngembaliin jaketku yang ada di dia kemarin. Puncak kan, dingin."

Alasan Riff bukanlah kebohongan, walaupun alasan di balik eksistensinya sedikit dibuat-buat. Riff harus berterima kasih pada cuaca yang sedang tidak menentu akhir-akhir ini. Dua hari yang lalu hujan saat pulang sekolah. Althea harus mengikuti pertemuan PMR dulu, sehingga dia pulang agak terlambat. Sebagai pacar yang baik, Riff meminjamkan jaketnya pada Althea agar dia tidak kedinginan saat dijemput kakaknya.

Riff betulan pacar yang baik, kok. Ya kan?

"Oh, oke deh." Mama tertawa dan menepuk pundak Riff. "Papa sama Mama ganti baju dulu, ya. Semoga Althea sudah sampai sebelum itu."

Riff mengangguk. Untungnya, tidak lama setelah Papa dan Mama masuk, Althea sudah datang bersama kakaknya, Raphael. Riff berjalan mendekati mereka. Ini kali pertama dia bertemu dengan Raphael, jadi sepertinya dia harus berkenalan dengan kakak Althea itu.

"Halo," sapa Riff sambil mengulurkan tangannya. "Gue—"

"Nih, Riff!"

Sebelum sempat menyalami Raphael, Althea sudah menyerahkan jaket Riff dan mendorongnya. Raphael hanya tersenyum lebar sambil melambai. Sepertinya Althea menjauhkan Riff dari Raphael karena cowok itu tidak mengenakan sarung tangan. Kalau Raphael memang bisa mengutuk, memang akan berbahaya kalau Riff memegang tangannya. Dia ingin sembuh, bukan semakin sial.

"Kamu ke Bogor berapa lama?" tanya Althea sambil memegang tangan Riff. "Maaf, lama. Tadi agak macet. Untung belum telat."

"Besok pulang kok, tenang aja," Riff tersenyum. "Aku nggak akan suruh kamu ke Puncak."

Althea tertawa. "Syukurlah. Kukira aku harus ikut nginep."

Riff bisa mendengar nada bercanda dalam suara Althea, jadi dia tidak membalas lagi. Tangan mungil Althea masih ada dalam genggamannya. Makin ke sini, Riff makin ingin menggenggam tangan Althea lebih lama dari lima detik. Riff tidak mengerti. Tangan Althea tidak bertambah mungil atau lembut atau apalah. Kenapa dia tambah suka menggenggam tangan itu?

"Gue mau nganter lo bukan karena gue pengin lihat kalian pacaran, ya," seru Raphael dari belakang.

Riff tersenyum, lalu melepaskan genggamannya. Dirangkulnya Althea, lalu bersama mereka berjalan mendekati Raphael. Riff mengulurkan lengan jaketnya ke arah Raphael, membuat cowok itu tertawa kecil. Tapi Raphael tetap saja menjabatnya.

"Jangan bikin Althea sedih ya," ujar Raphael. "Kalau itu sampai terjadi, gue bakal pegang tangan lo langsung."

"Nggak akan," Riff menggeleng. "Thank you udah nganterin Althea, Kak."

Imperfect Pitch [COMPLETED]Where stories live. Discover now