NOTE 27: Going Back

100 27 22
                                    

You can just think about it easily
Like Do Re Mi
Difficult thoughts always make it difficult

Do Re Mi – Seventeen
(English Translation by cheolwangja)

[]

Waktu terbaik bermain piano, menurut Riff, adalah pagi-pagi benar, saat suasana masih cukup sunyi dan kepala belum dipadati permasalahan satu hari. Di saat itulah, dia bisa benar-benar masuk ke dalam permainannya. Menghayati setiap nada yang dia tekan dan harmoni yang dia ciptakan. Tidak ada yang ada di pikirannya selain musik.

Karena itulah Riff selalu bangun pukul enam pagi untuk bermain—kebiasaannya tujuh tahun lalu yang dimulainya lagi sejak dia sudah bisa mendengar dengan benar. Dia tidak akan bertemu siapa pun. Yah, kecuali mungkin pelayan rumah mereka yang sedang mempersiapkan makanan, tapi mereka tidak akan berani mengganggu Riff. Dengan tenang Riff bisa memainkan lagu yang dia inginkan.

Kecuali dia sedang ada pertunjukan yang harus disiapkan, Riff akan memainkan lagu secara asal. Bermain seenaknya begini, entah bagaimana, membantu otak Riff untuk tetap menjadi kreatif. Baik dalam mempergunakan teknik-teknik yang dia pelajari dan merangkai nada-nada yang cocok untuk disatukan menjadi permainan yang indah. Setelah meletakkan ponselnya untuk merekam, Riff mulai bermain.

Permainan Riff pagi ini penuh semangat. Dia masih merasa sedang terbang di langit ketujuh setelah penampilan Interlude tadi malam. Para penonton tampak sangat menikmati permainan Interlude, karena hampir semuanya melonjak-lonjak dan ikut bernyanyi. Rasanya pengikut Instagram Interlude naik banyak setelahnya.

"Wah, lagi bahagia banget, ya?" tanya Mama.

Suara Mama membuat Riff terkejut, tapi dia tidak berhenti bermain. "Iya. Semalem penampilan Interlude sukses banget, jadi masih kebawa."

Mama menepuk puncak kepala Riff. "Mama seneng kamu jadi semangat gini lagi. Rumah jadi ribut lagi, gitu. Nggak kayak dulu. Sepiii banget, nggak ada musik sama sekali."

Riff tersenyum. Dia masih ingat saat awal sekolah dulu, dia memarahi Bi Sari karena tidak sengaja menekan satu tuts saat membersihkan piano Akung. Kalau dipikir-pikir, tindakannya sangat kekanak-kanakan. Mau bagaimana lagi? Mendengar satu nada begitu saja dia sudah pusing, apalagi mendengar satu lagu diputar? Bisa-bisa dia koma lima hari.

"Oh iya, Riff, kapan kamu mau tampil di kafe itu? Mama mau lihat kapan-kapan."

Riff mengingat-ingat sebentar. "Harusnya akhir bulan ini, tapi karena lagi masa ujian, diganti jadi Sabtu kedua Desember. Biasanya jam enam atau setengah tujuh tampilnya."

"Daripada main musik sama band sekolah nggak jelas gitu, mending kamu mulai belajar musik klasik lagi aja."

Riff langsung berhenti memainkan piano dan mematikan rekamannya saat mendengar suara Papa. Dia masih belum berbaikan dengan Papa meski dia tidak mempermalukan nama Papa dan Akung saat pertemuan keluarga besar beberapa bulan lalu. Sisi baiknya, Papa tidak lagi sedingin dulu. Tetap saja, mereka tidak bisa dibilang sudah memiliki hubungan baik.

"Wah, kayaknya itu ide bagus," Mama menimpali. "Sama Baskara lagi, kali ya? Dia yang paling bagus kan?"

Riff membeku selagi Mama dan Papa membahas tentang memasukkan Riff ke Harmoni Nusantara lagi. Sebenarnya, dia suka diajari oleh Pak Baskara. Dia hanya tidak bisa menemui pria itu lagi setelah insiden sembilan tahun lalu itu; saat Pak Baskara mengutuknya persis setelah Riff mengamankan posisinya sebagai guru musik terbaik di Indonesia. Apa pun yang terjadi, Riff tidak ingin les dengan Pak Baskara lagi.

"Riff ikut aja," kata Papa setelah diskusinya dengan Mama yang tidak Riff dengarkan. "Nanti Papa mau ketemu dia soalnya. Bisa sekalian."

"Hari ini aku nggak bisa," ujar Riff langsung. Otaknya langsung sibuk mencari alasan. "Mau ketemu sama Althea. Udah janjian soalnya, dia minta ditemenin cari barang."

Imperfect Pitch [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang