Angger mengganti bajunya cepat dan menggulung lengan kemejanya sambil menatap keluar. Sepetak tanah dengan taman penuh bunga menjadi pemandangan berharga bagi para dokter di tempat itu.
"Loh, Dokter Angger tidak pulang Dok?"
Angger menoleh dan mendapati seorang perawat masuk sambil membawa segelas es teh.
"Ini mau pulang. Itu buat siapa?" Angger menatap gelas di tangan perawat bernama Septi Indria itu.
"Pesanan Dokter Arif. Dokter mau?"
"Mau Sep."
"Baik. Tunggu sebentar."
"Terimakasih ya."
"Sama-sama, Dok."
Angger melongo dan duduk. Dia menghela napas panjang setelah membaca pesan dari Bapaknya bahwa Ibunya ingin menemani Laras sejam lagi.
*Ini aja Mas Angger nya. Biar lokal banget.
"Haiish..." Tak urung Angger mengeluh panjang. Dia merebahkan tubuhnya di kursi pijat dan menyalakannya. Angger memejamkan matanya. Di saat saat seperti itu dia ingin bersama Gemintang tapi permintaan Ibunya membuatnya harus tertahan di tempat itu lebih lama lagi.
"Dok, tehnya."
Angger membuka mata dan mematikan kursi pijat. Dia menerima teh dari Septi yang segera duduk.
"Kamu pernah galau ga Sep?"
"Kalau single galaunya banyakan, Dok."
Angger tertawa. "Terus kalau ga single galaunya berkurang. Gitu?"
"Sedikit. Saya galaunya kalau skincare habis belum waktunya gajian. Terus masih single. Jadi ga ada yang beliin."
YOU ARE READING
DARI BALIK KELAMBU
Mystery / ThrillerAngger Liveni Pananggalih itu dokter muda berdarah ningrat. Orang bilang dia tinggal di dalam tembok. Tembok keraton. Dan karena keningratannya itu di jidat Angger seakan tertulis kalimat : BUKAN UNTUK GADIS JELATA! Mungkin itu juga yang ada di piki...
Enam Puluh Enam PENOLAKAN
Start from the beginning