KEJADIAN YANG TAK DIDUGA

Start from the beginning
                                    

Zzt

Daniel mengambil ponselnya didalam kantong celananya, ia mengernyitkan keningnya melihat Ares menelpon.

Ia mengangkat telpon itu. “Duh, Res. sorry ya, karna nyokap gue, lo jadi nggak bisa ikut kumpul sama anak kompeni. Crk, gara-gara, Aga. telpon kita jadi nggak bisa ikut”

“Hallo, ini, Daniel?” tanya orang dibalik telpon itu.

“Jiah elah, iya ini, Daniel. ngapa lo tumben-tumbenan gini?”

Sorry ini, Xavier”

Daniel kaget, ia melihat nama yang telpon kali aja ia salah. “Bener ko, Ares” ucapnya dalam hati seraya mengernyit lalu kembali menempelkan ponselnya ke kuping. “Lah, Ar-res nya mana?”

“Ares, mengalami kecelakaan, sekarang dia ada di Rs Cipta” Daniel terdiam seribu bahasa, ia kaget mendengar kabar itu. Ia langsung mematikan telpon itu mengambil jaket lalu berlari keluar kamar.

Daniel kembali turun dengan tergesa-gesa, Nia yang melihat anaknya kembali turun langsung mencekal tangannya seraya menatap dengan tatapan tajam.

“Mau kemana kamu?!”

“Ma, Ares”

“Mama udah bilang Ares udah ada yang jaga, udah deh kamu jangan ba-”

“Masuk rumah sakit”

.....

Atena tak henti-henti menangis, sedangkan Xavier sibuk menelpon keluarga dan teman-teman dekat Ares.

“Ya. Ares dirawat di Rs Cipta. Oke” ucap Xavier lalu menutup telpon itu. Ia melirik Atena yang tengah duduk menunggu dokter keluar dan memberi tahu kalo Ares baik-baik saja.

Xavier pun menghampirinya lalu duduk disamping Atena, ia memegang tangan Atena. “Hei...semua akan baik-baik aja ko. Aku yakin, Ares. kuat. Udah kamu tenang aja ya”

“Tapi-” ucap Atena sesegukan. Xavier langsung memeluknya, mengelus kepala Atena berusaha menenangkannya.

“Shttt. Udah ya, serahin aja semua ini ke dokter. Nih pegang hp, Ares” Xavier memberikan ponsel Ares. “Ya udah gue mau beli teh anget dulu sama mau ambil baju cadangan di mobil, buat lo pake. Baju lo banyak darah, Ares. soalnya”

Atena mengangguk pelan seraya menyeka air matanya. Xavier pun pergi. Tak lama dari Xavier pergi, tiba-tiba Tia dan Lukman datang.

Melihat kedatangan kedua orang tua Ares, Atena langsung berdiri menghampiri mereka dengan mata yang sembab dan masih sesegukan.

“Tante, hiks. Maafin aku” ucap Atena parau seraya memegang tangan Tia.

Tia langsung menangkis tangan Atena lalu menamparnya.

Plak!

“Kamu lagi! saya kan udah bilang, jangan pernah deketin anak saya lagi! Ini akibatnya, anak saya celaka karna kamu!” ucap Tia seraya menunjuk Atena dengan mata yang melotot.

Lukman yang melihat istrinya tiba-tiba menampar cewe yang ada di hadapan mereka langsung menarik Tia menjauhi cewe itu.

“Kamu apaan si?! nampar orang seenaknya! dia itu udah nolongin, dia yang bawa Ares. Seharusnya kita berterima kasih bukan malah nyalahin!” ucap Lukman dengan tegas.

“Untuk apa kita berterima kasih? dia itu pengacau!” Lukman menggelengkan kepalanya lalu menghampiri Atena.

Akhirnya Xavier kembali setelah mengambil baju dan membeli teh anget. Ia menghampiri Atena yang masih menangis bersama lelaki paruh baya yang ada di hadapannya.

“Dek, maafin atas perilaku istri saya ya” ucap Lukman.

“Atena?” Atena dan Lukman langsung mengok ke Xavier yang baru saja datang.

“Oh saya papanya Ares dan itu mamanya Ares. Saya ingin berterima kasih pada kalian telah menolong, Ares. Dan sekali lagi saya minta maaf karna istri saya”

Xavier melirik Atena yang terdiam. “A-ah i-ya om. Sama-sama, ya udah om saya sama teman saya permisih dulu”

“Iya-iya, sekali lagi makasih yah” Xavier mengangguk lalu pergi membawa Atena toilet untuk mengganti baju.

Selesainya Atena mengganti baju, mereka pergi ke mobil Xavier. Xavier memberikan teh hangat yang idah dia beli tadi.

“Udah ya jangan sedih lagi. Gue anter lo pulang, orang tua Ares juga udah dateng” Atena mengangguk pelan.

Saat Xavier ingin menjalankan mobilnya Atena baru teringat ponsel Ares masih ada padanya.

“Ta, tunggu. Hp, Ares. masih ada di aku”

“Oh, ya udah sini gue aja yang kasih. Lo tunggu sini” Xavier mengambil ponsel itu lalu pergi kembali kedalam rumah sakit.

Saat Xavier sampai dilorong tempat kamar Ares berada, ia tidak sengaja mendengar percakapan kedua orang tua Ares.

“Kamu seharusnya nggak kaya gitu doang, masih untung ada yang tolongin. Kalo misalnya nggak ada gimana?!” tanya Lukman.

“Aku nggak peduli. Emang seharunya bukan dia yang nolongin, harusnya orang lain. Asal kamu tahu ya, kalo seandainya kamu tahu siapa itu cewe, aku yakin kamu akan bersikap sama kaya aku” ucap Tia.

“Emang siapa dia?”

“Kamu ingin tahu siapa dia? dia adalah anak dari orang yang telah kita bunuh 5 tahun yang lalu”

Lukman terlonjak kaget setelah mendengar itu. “Di-di-a, dia..” ucapnya terbata-bata.

“Dia adalah anak Irish dan Haris”

“Ta-tapi gimana bisa? kan semuanya udah...” Tia menggelengkan kepalanya.

Dokter pun akhirnya keluar dari ruangan itu, Tia dan Lukman langsung menghampirinya.

“Dok gimana keadaannya?” tanya Tia pada dokter itu.

“Maaf, ibu keluarga pasien?” tanya balik dokter.

“I-iya, saya mamanya dan ini papanya. Gimana dok keadaan anak saya?”

“Umm ya. Pasien mengalami cedera ringan pada bagian kaki, beberapa besetan luka di bagian wajah dan tangan. Pasien juga mengalami kekurangan darah. Apakah diantara bapak dan ibu memiliki golongan darah AB?”

Lukman dan Tia saling menengok. Seketika badan Tia melemas, ia duduk dibangku tunggu itu.

“Yang punya golongan darah AB di keluarga saya hanya Ares dan mertua saya. Tapi sayangnya mertua saya sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Apa disini nggak ada dok?”

“Maaf pak, bu. Persediaan golongan dara AB dirumah sakit ini sedang kosong. Tapi tenang saja akan berusaha mencari kerumah sakit lain”

“Iya dok, saya mohon. Saya akan lakuin apa aja, saya akan bayar berapa pun itu yang penting anak saya selamat”

“Iya pak, pasti. Ya sudah saya permisih dulu” Dokter itu pun pergi. Tia beranjak dari bangkunya dan masuk kedalam ruangan Ares.

Saat Lukman ingin masuk, Xavier datang menghampirinya. “Om, maaf ini hp, Ares” ia memberikan ponsel itu.

Lukman mengambilnya. “Oh ya, makasih ya”

“Iya om. Ya udah saya permisih dulu” Xavier langsung berjalan kembali ke mobilnya.

TERES (Selesai)Where stories live. Discover now