Jelas Ana tidak ingin kembali menjadi kambing hitam. Jelas-jelas disini ia yang menjadi korban.

"Anak ibu telah menjebak saya, menyebabkan saya mendapatkan masalah besar baik di sekolah maupun di rumah! Tetapi anak ibu masih tidak mau mengaku walau bukti di depan mata."

Wanita itu tertawa renyah. "Kamu pikir saya percaya? Anak saya mana mungkin melakukan hal itu! Anak saya adalah anak yang baik-baik dan terdidik."

"Yang di bilang oleh Ana benar adanya Bu." Ujar Bu Hany.

Wanita itu mengangguk paham.
"Kamu tau! Anak saya memiliki penyakit kelainan jantung. Dan kamu membuatnya pingsan dengan menyerangnya?" Ujar wanita itu dengan suara yang bergetar.

"Apakah saya salah membela diri saya sendiri?"

"Cara kamu yang salah! Cara kamu membalasnya yang salah!" Teriak wanita itu.

"Saya bisa menuntut kamu atas tindakan kriminalitas dan pembullyan!" Ancamnya.

"Ibu mohon tenang. Masalah ini bisa kita bicarakan baik-baik."

"Tenang gimana?! Jika nyawa anak saya terancam, apa kalian ingin bertanggung jawab?!"

"Hah! Kalian mau tanggung jawab?!"

Wanita itu mendekati Ana. "Apa kamu mau tanggung jawab?"

Ana mengigit pipi dalamnya. "Saya tidak akan bertanggung jawab! Itu adalah ganjaran dia. Karena di pantas mendapatkan nya."

"Apa kamu tidak pernah di didik oleh kedua orang tua mu?" Ana terdiam. Ia mengepalkan tangannya.

Wanita itu tersenyum remeh.
"Bahkan orang tua mu malu untuk mengurus masalah kamu di sekolah!"

Ana menunduk menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Ceklek...

"Maaf saya terlambat."

Deg...

Ana mengenali suara itu. Ia mendongak menatap sosok pria di depannya.

Ana tidak bisa melihat dengan jelas siapa pria itu karena matanya yang tertutup oleh air mata yang mengenang.

"Bapak dari orang tua?"

"Ara! Arabella."

Saat itu juga air mata Ana menetes, mengembalikan pengelihatannya.

Dadanya begitu sesak saat mendengar pengakuan pria paruh baya di depannya.

"Pah?!" Lirih Ana yang tidak dapat di dengar oleh siapa pun, namun Adit sadar bahwa Ana memanggil nya.

"Sekarang kamu menangis? Apa kamu menyesali perbuatan kamu?! Dasar anak kurang ajar!"

Ana menarik nafas dalam-dalam. Lututnya bergetar saat menyadari bahwa takdir nya sebercanda ini.

Apakah Tuhan sedang bercanda dengannya?

"Dimana kedua orang tua kamu? Saya ingin bicara dengan mereka? Biar mereka tahu bawa mereka telah memiliki anak kurang ajar sepertinya!" Ujar wanita paruh baya itu dengan nada ketus.

Ana mendongak. "Saya memang anak yang kurang aja, karena sejak kecil saya memang tumbuh dengan serba kekurangan." Ana menyeka air matanya kasar.

"Jadi jika ada yang ingin anda katakan, maka katakan langsung kepada saya." Ujar Ana dengan lantang walau air mata mengalir deras.

Terdengar suara tawa dari wanita paruh baya itu.

"Pantas saja kelakuan kaya binatang! Ternyata tidak di didik dengan orang tuanya."

Rintik HujanWhere stories live. Discover now