"Kamu ngatain aku bego?"

Arga memijat pelipisnya. "Aku ngg-

"Aku tau aku bego, kamu pasti malu kan punya pacar yang kerjaannya bolak-balik ke ruang BK, kena marah guru karena nilai jelek, sikap jelek, ulangan anjlok!"

"Ana! Aku sama sekali gak pernah malu! Niat aku cuma mau memperbaiki hubungan kita Na!"

"Memperbaiki lo bilang? Lo malah semakin memperburuk Ga! Gue cuma butuh waktu! Gue butuh waktu buat semua ini!"

Ana mendongak untuk mengurangi rasa sesak yang timbul dan hawa panas pada matanya.

"Gue sayang sama lo Ga! Gue takut kehilangan lo! Gue merasa jadi cewek paling bego karena masih aja cinta sama cowok brengsek kaya lo!" Ana menyeka air matanya yang entah kapan sudah mengalir di pipinya.

Arga menatap dalam mata Ana yang menyiratkan banyak kekecewaan pada dirinya.

"Lo!" Ana menjeda ucapannya, menarik nafas dalam-dalam.

"Lo liat ini!" Ana memperlihatkan luka-luka yang ada pada di seluruh tubuhnya.

"Ini sakit Ga! Gue selalu butuh lo, tapi Lo gak pernah ada disaat gue butuh!"

"Gue juga sakit Arga." Lirih Ana, ia memukul dadanya.

"Jangan kan lo! Bahkan Papa gue." Ana meneguk salivanya kasar.

"Papa gue juga nglukain gue! Gue selalu butuh sandaran Ga! Tapi apa? Lo nggak pernah ada! Cuma Alvian. Cuma dia yang selalu ada buat gue." Ujar Ana penuh penekanan saat menyebut nama 'Alvian.'

Arga berjalan mendekati Ana.
"Maaf." Ia membawa Ana kedalam pelukannya.

"Gue tuh capek Ga! Selalu diberi harapan tapi nggak di prioritasin, selalu di pertahanin tapi nggak lo perhatiin!" Ujar Ana dengan suara yang memilukan.

"Maaf." Arga mengecup pelipis Ana lembut. Hanya itu yang mampu Arga ucapkan.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang memandang mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.

Orang tersebut beranjak dari depan pintu dan meninggalkan UKS.

•••🌧️•••

Usai pertengkarannya dengan Arga kemarin, hubungan mereka mungkin sudah lumayan membaik dengan Arga yang berjanji untuk meluangkan waktunya.

Tapi bukan berarti Ana sudah memaafkan Arga sepenuhnya. Tentu saja tidak! Ia masih sakit hati atas perkataan Arga yang kemarin.

Ana menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya di kursi meja belajar nya.

Entah kenapa hari ini ia merasa benar-benar lelah. Hingga tak menyadari sesuatu yang perlahan mengalir keluar melalui lubang hidungnya.

Dirinya terlalu fokus pada rasa sakit di bawah dada sebelah kanannya.

Ceklek!

"Ana?"

Alan menghampiri Ana yang sedang bersandar di meja belajar.

"Ana. Ini Abang bawain seblak kesukaan kamu. Abang taro di sini ya?"

Alan memperhatikan adiknya yang tengah menelungkup wajahnya di meja. Ia menghela nafas saat tidak mendapat respon.

"Kalo gitu Abang balik ke kamar." Alan berjalan meninggalkan kamar Ana tanpa menunggu respon Ana.

Tanpa Alan ketahui. Adiknya kini sedang merintih kesakitan.

"Ya Allah, sakit banget." Ana meraih tissue yang berada tak jauh dari mejanya dan menyumbat hidungnya.

Rintik HujanWhere stories live. Discover now