XX. The Night Before

11.2K 1.3K 6
                                    


"Aku sibuk banget bikin film sampe lupa rasanya nonton satu. Makasih, Je," ucap Kira tersenyum lebar sambil menghabiskan sisa popcorn yang dibelinya tadi.

Jesse punya alasan kenapa membawa Kira ke bioskop. Wanita itu awalnya selalu menolak atau kelihatan tidak tertarik, namun film selalu membuat perasaannya lebih baik. Kira selalu keluar dari bioskop dengan wajah yang lebih sumringah dari saat ia masuk. Sekarang saja ia pasti sudah lupa tentang perasaan tidak baiknya tadi. Kira merupakan salah satu pencinta apapun itu yang bertajuk romantic comedy. Pernah berada dalam hubungan yang buruk hingga harus menunggu seseorang selama 8 tahun tidak membuat kecintaannya akan hal ini berkurang sedikit pun.

Kadang Kira kelihatannya terlalu dingin untuk terlibat dengan semua yang berbau romansa, ia dikenal tidak pintar menjalin hubungan, lebih lagi tidak sedikit yang mengetahui bahwa ia tidak percaya akan yang namanya pernikahan. Tapi Kira selalu punya titik lemah terhadap semua yang berbau romansa. Itu juga salah satu penyebab kenapa hampir semua judul film yang digarapnya bertema seperti itu. Itu juga yang membuatnya lebih dekat dengan Ara dari yang lainnya. Karena saat Ara mencintai menulis tentang hal itu, Kira mencintai membuat film tentang hal itu. Tidak heran jika akhirnya Kira berusaha mati-matian membantu Ara dalam rencananya menggarap salah satu bukunya.

"Sama-sama, Kinira. Kamu mau makan apa?" Jesse melihat-lihat sekelilingnya, mencari ide akan makan dimana. Kira tampak berpikir sejenak lalu menjentikkan jarinya.

"Aku masakkin mau nggak, Je?" tawar Kira.

"Hah?"

"Kamu mau ambil titipan buat Dovan kan di apartemen aku? Aku masak sekalian aja buat kamu mau nggak? Daripada mampir ke restoran lagi?"

Tanpa membuat Kira mengulang lagi pertanyaannya, mata Jesse berbinar lalu buru- buru mengiakan. Kira tertawa melihat Jesse mengangguk seperti anak kecil. Sifat periangnya masih menyantol ternyata.

Setiap kali Dovan bercerita tentang teman sekamarnya, ia selalu menggunakan deskripsi baik namun sedikit dingin. Ramah tapi terkadang galak. Sibuk dengan dunianya sendiri.

Jesse yang Kira kenal selalu tersenyum secerah mentari, makanya jika Dovan terus-terusan menggunakan deskripsi itu, jelas Jesse sama sekali tidak muncul dalam bayangan wanita itu.

Lagi-lagi Jesse menggandeng tangan Kira semangat dengan senyum tiga jari andalannya. Genggaman tangan Jesse sepertinya akan lebih dirindukan Kira dari apa yang ia perkirakan. Ia jadi terlalu terbiasa digenggam pria satu itu.

Jesse sendiri sudah tidak memerhatikan lagi sekitarnya. Sejak Kira berkata ia bisa masak, tentu saja sudah sewajarnya ia ingin mencicipi masakkan Kira, tapi ia tahu Kira sibuk belakangan ini dan membuatkannya makanan tidak ada dalam agenda wanita itu. Tadinya Jesse sudah hampir menggunakan taktik mengorupsi titipan Kira untuk Dovan untuk dirinya sendiri, namun tidak ada angin tidak ada hujan, Kira menawarkan diri memasak untuk dirinya.

"Ada yang mau kamu makan nggak sebelum pulang?"

"Soto. Soto ayam."

"Kamu sering makan makanan Indo nggak sih di sana?"

Jesse menggeleng. "Restoran Indo yang di daerah aku agak jauh dari apartemen jadi aku kadang males ke sana. Kalau masak sendiri rasanya nggak jelas. Sepupu kamu terakhir kali masak bikin satu gedung heboh because he made the fire alarm goes off."

Kira tertawa namun tidak terkejut. Dovan memang spesies yang perlu dilestarikan. Kira jadi kangen.

"Aku bikin lebih kemarin makanannya. Jangan dihabisin Dovan ya, ada buat kamu juga soalnya," lanjut Kira setelah selesai terpingkal membayangkan kelakuan sepupunya. Ia salut pada Jesse yang bisa bertahan tinggal lama dengan Dovan. Yah, sebelum itu juga ia bersahabat dengan Vio dan Ren sih, jadi tak beda jauh.

LINGER (Completed) Where stories live. Discover now