.....

Di depan pintu itu, Ares menunggu untuk mengambil gajinya. Tak lama Manda keluar dari ruangan itu, dan nama Ares pun dipanggil.

“Res, duluan ya” ucap Manda lalu pergi.

“Iya, Man” jawab Ares lalu berjalan masuk kedalam ruangan itu.

“Ares, ini dia gaji kamu bulan ini. Lebih semangat lagi ya kerjanya” ucap Doni.

“Iya mas, makasih” ucap Ares lalu keluar dari ruangan itu.

Saat Ares sedang membersihkan meja, ia melihat Atena masuk kedalam kafe dengan Xavier. Ia mengepalkan tangannya lalu pergi kebelakang untuk menaruh piring dan gelas kotor.

Ketika Ares keluar, ia melihat Doni dan Xavier berpelukan, sepertinya Xavier sudah kenal dekat dengan Doni.

Tiba-tiba Ares jadi ke pikiran dengan ucapan Tara di sekolah. “Oh iya, Res. gue lupa bilangin ke lo, ati-ati ya takutnya mereka clbk” ia mendengkus kesal mengingat perkataan Tara tadi. Apa iya, Atena dan Xavier akan bersama lagi?

Tiba-tiba Manda datang dan menghancurkan lamunnya. “Woy! Siang-siang ngelamun. Mikirin apa si? kan baru aja dapet gaji” ucap Manda.

“Hah, nggak. Lagi mikir tugas sekolah apa lagi ya. Hehe” ucap Ares seraya menggaruk kepalanya.

“Ares!” panggil Doni seraya melambaikkan tangannya. Ares mengok lalu menghampirinya.

“Iya mas, ada yang bisa saya bantu?” tanya Ares.

“Tolong kamu layanin mereka ya” ucap Doni menepuk bahu Ares. “Ya udah mas permisih dulu ya” lanjutnya lalu pergi.

Ares menghela napas, ia mengeluarkan buku kecil dan pulpen untuk mencatat pesanan. “Pesan apa?”

“Buku menunya mana? gue kan nggak tahu disini ada apa aja” ucap Xavier.

Ares memutarkan bola matanya. “Bentar” ucapnya lalu pergi mengambil buku menu.

Ares melempar buku menu itu lalu mengeluarkan buku kecil itu. Sementara Atena hanya menatap Ares dengan sinis.

“Pesan apaan?”

Xavier langsung melihat-lihat menu tersebut. Ia bingung untuk memilih apa, ia menaruh buku itu lalu nengok ke Ares.

“Kalo yang rekomen apa?” Ares menghela napas seraya memutar bola matanya. Ia membuka halaman pertama.

“Oh, oke gue pesan-” terpotong Xavier karna tiba-tiba Atena menarik tangan Ares membawanya keluar kafe.

Xavier mengerutkan keningnya saat melihat Atena marah-marah kepada Ares.

“Lo kenapa si, Res?” tanya Atena.

“Kenapa apa?” tanya balik Ares.

“Seharusnya lo nggak bersikap kaya gitu sama customer! lo harus rama sama mereka”

“Untuk apa gue ramah sama dia?”

Atena menggelengkan kepalanya. “Lo mau gue-”

“Pecat? lo mau pecat gue? pecat aja, nggak peduli gue”

Ares berjalan masuk, tangannya tiba-tiba dicekal oleh Atena.

“Lo kenapa si?”

“Gue kenapa? lo yang kenapa?! sampai detik ini aja gue masih nggak tahu kenapa lo minta gue untuk jauhin lo”

“Lo nggak perlu tahu. Percuma kalo gue jelasin panjang lebar, lo nggak akan ngerti dan nggak akan percaya!” Atena pun kembali masuk lalu menarik tangan Xavier. “Ayo kita pergi aja dari sini” mereka pun pergi dari kafe itu.

Tiba-tiba ponsel Ares berbunyi, telpon masuk dari Aga ia langsung mengangkatnya.

“Hallo, kenapa, Ga?” tanya Ares.

“Malam ini lo ikut kan?” tanya balik Aga.

Tiba-tiba Ares jadi teringat dengan kata-kata Atena tadi. “Lo nggak perlu tahu. Percuma kalo gue jelasin panjang lebar, lo nggak akan ngerti dan nggak akan percaya!”

Sepertinya Atena benar-benar ingin Ares menjauhinya dan melupakannya. Ia menarik napas lalu mengangguk pelan.

“Gue ikut”

“Oke deh kalo gitu, nanti gue sharelock tempat ngumpul nya” Ares langsung mematikan telpon itu lalu berjalan masuk kedalam.

.....

Sampainya disana, Ares menghampiri teman-temannya yang sedang membicarakan anak pangli dan abadi. Ares pun duduk disamping Aga.

“Jadi gimana? mereka mau apa lagi?” tanya Ares.

“Mereka masih mau itu tempat, Res. dan mereka mau-” terhenti Aga, ia sengaja memberhentikan ucapannya karna tak ingin Ares tahu kalo anak pangli dan abadi ingin membunuh Ares.

“Apa? mau apa mereka?”

“Mereka mau... mau bunuh lo” ucap Aga pelan. Semua orang yang ada disana terdiam dan menundukkan kepalanya.

Di keheningan itu tiba-tiba Ares tertawa, entah kenapa ia ketawa saat mendengar ia mau dibunuh.

Aga menengok menatap Ares keheranan. “Res, ko lo ketawa? emang lucu ya?”

Kekeh Ares. “Ya lucu lah, emang menurut kalian nggak lucu? apa gue yang terlalu receh?” Aga menggelengkan kepalanya. Ares tersenyum tipis lalu menepuk bahu Aga.

“Lo semua kenapa harus takut si? mereka tuh cuma modal gertak, tapi nggak berani untuk ngelakuin. Buktinya sampe sekarang gue masih hidup ko, padahal mereka udah coba berkali-kali, tapi mana? gue masih bernapas sampe sekarang”

“Ya tapi jangan ngomong gitu juga kali, Res. kalo misalnya kali ini mereka beneran bunuh lo gimana?”

“Ya elah santai aja kali, kan masih ada lo. Lo masih mau kan jadi ketua kompeni?” Aga mengangguk pelan. “Udah lah nggak udah dipikirin. Gue yakin mereka nggak akan bisa bunuh gue” lanjutnya.

Salah seorang dari kompeni datang menghampiri mereka. “Eh, kata, Rio. Daerahnya udah aman, sekarang kita bisa kesana” ucapnya.

“Oke, kita kesana sekarang. Malam ini kita buat mereka mengibarkan bendera putih!” teriak Ares. Mereka berjalan ke parkiran motor.

Saat Ares ingin menyalakan motornya, ia melihat Atena yang berada disebrang sana ingin masuk kedalam kedai kopi itu.

.....

Daniel terburu-buru saat keluar dari kamarnya. Nia yang sedang berada diruang tv bersama Qinthara mendengar hentakan kaki Daniel turun dari tangga.

“Mau kemana kamu?” tanya Nia.

“Ma-ma-mau main sama, Ares” jawab Daniel terbata-bata.

Nia berdiri dari tempat duduknya seraya menunjuk Daniel. “Jangan bohong kamu. Mama tahu ya kamu mau berantem”

“Apa si ma? aku beneran mau main sama, Ares”

“Nggak usah ngelak kamu! tadi siang temen kamu telpon, ngajakkin kamu berantem sama anak pangli atau apalah itu. Udah cukup kemarin kamu tawuran sama mereka, nggak ada lagi! sekarang mama tanya sama kamu, belajar berantem dari mana? mama nggak pernah ya ngajarin kamu untuk berantem. Pikirin masa depan kamu, sebentar lagi kamu lulus masuk kuliah”

“Tapi ma-”

“Nggak ada tapi-tapi. Cepet naik ke kamar kamu!”

“A-Ares ma?”

“Mama udah suruh orang sana untuk jaga 24 jam. Jadi nggak ada alasan untuk kalian keluar! cepet dengerin mama, naik ke kamar kamu sekarang! atau apa yang kamu punya sekarang hilang” Daniel mendengkus kesal, menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu naik ke kamarnya.

Daniel kembali turun dengan tergesa-gesa, Nia yang melihat anaknya kembali turun langsung mencekal tangannya seraya menatap dengan tatapan tajam.

“Mau kemana kamu?!”

“Ma, Ares”

“Mama udah bilang Ares udah ada yang jaga, udah deh kamu jangan ba-”

“Masuk rumah sakit”

TERES (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang