XVI. By the Beach

Start from the beginning
                                    

Langkah keduanya terhenti di salah satu mini market tak begitu jauh dari hotel. Setelah Kira tidak menjawab Jesse tadi, ia hanya mengikuti ke mana pria itu berjalan, hingga sekarang keduanya berdiri di depan rak penuh mie instan berbagai rasa. Kira menatap Jesse tidak percaya. Hari ini makan malamnya Pop Mie. Kira tersenyum kikuk lalu mengambil asal setelah Jesse memintanya untuk memilih rasa yang ia mau. Ia lalu memerhatikan Jesse kembali, pria itu memindai rak penuh konsentrasi seperti dunia akan berhenti berputar kalau ia salah memilih rasa. Mungkin ia terlalu rindu tanah air hingga pilihan makan malamnya pun Indonesia sekali.

Jesse tersenyum lebar saat memegang kemasan bertuliskan kari ayam, seperti menemukan harta karun. Ia lalu mengambil kemasan di tangan Kira lalu meninggalkannya untuk pergi ke kasir. Kira ingin bertanya alasan Jesse, namun sebelum sempat, satu kemasan panas dengan uap mengepul hangat sudah diserahkan padanya.

Jesse lalu kembali menggenggam tangan Kira yang kosong dan membawanya menyebrang jalan, ke pantai pasir putih dengan langit jernih di atasnya. Kira mengikuti gestur Jesse untuk melepas sepatunya dan duduk di atasnya, membuka kembali tutup makan malamnya dan merasakan panasnya uap yang keluar. Angin malam Belitung berpadu sempurna dengan makan malamnya. Kira tidak jadi mengeluarkan gaungan protesnya. Kira lupa Jesse selalu tahu apa yang dibutuhkannya lebih dari dirinya sendiri. Di bawah tumpukan cemas tetang pekerjaannya, Jesse mengajak Kira menikmati keindahan yang lebih baik disyukuri daripada dianggurkan.

"This is your idea of dinner?" tanya Kira memasukkan sesuap mie panas tersebut ke dalam mulutnya. Asin yang tersalurkan membuat matanya kembali terbuka lebar.

Jesse tersenyum.

"Emang nggak bosen makan ikan, udang sama cumi terus?" balasnya.

Kira terkekeh. Benar, mulutnya sudah hampir kebal makan makanan laut setiap hari selama hampir seminggu ini. Dari cumi saus padang sampai kepiting lada hitam, Kira sampai sudah mau mual membayangkannya.

"Bosen sih. Banget malah."

"Ada masalah apa sih di Jakarta?" Jesse bertanya lagi. Sebenarnya dari kemarin ia ingin bertanya tapi takut pikiran Kira bertambah. Tapi sekarang ia malah merasa sepertinya Kira butuh teman untuk diajak bicara. Kira mengaduk-aduk sisa kuah miliknya resah.

"Ada pemeran yang kecelakaan gitu, harus ganti orang, harus ulang beberapa adegan, harus mikirin jadwal kejar tayang, jadi mumet," jelas Kira berusaha sesingkat mungkin dan tidak mengeluarkan semua unek-uneknya pada Jesse.

"Hari ini tidur nyenyak ya," ujar Jesse lembut sembari menaruh kemasan yang sudah kosong di sampingnya.

Kira mengerutkan dahinya penuh tanya.

"Tidur nyenyak supaya besok sampai Jakarta nggak capek kerjanya. Tidur nyenyak hari ini supaya kalaupun besok kamu nggak bisa tidur karena sibuk, masih ada sisa tenaga." Jesse melanjutkan perkataannya.

Kira mengangguk. Satu hal yang baru ia sadari, dulu ia tidak pernah mengangguk pada Jesse. Kira selalu menaikkan kepalanya tinggi atau menolehkan kepalanya. Ia tidak pernah mendengar Jesse berkata apa, tidak pernah memberi Jesse kesempatan untuk bicara. Tapi sekarang Kira hampir mengiyakan setiap perkataan Jesse, tidak tahu karena perasaannya atau karena setelah dipikirkan, semua yang keluar dari mulut Jesse adalah semua yang ingin didengarnya.

"Je, mau tanya sesuatu. Boleh dijawab atau enggak, terserah aja," tutur Kira cepat.

Jesse hanya menatap Kira dalam, tidak mengiakan atau menolak. Ia hanya menunggu Kira mulai bertanya.

"Dana... siapa?" cicitnya pelan.

Menghabiskan waktu berdua Jesse membuatnya ingat akan panggilan masuk yang tidak sengaja ia lihat di malam sebelum pernikahan Ren dan Mirei itu. Nama yang kadang muncul tiap Kira melihat Jesse. Kalau Jesse bersedia mengulang semuanya dengan Kira, lantas Dana yang hari itu menghubungi Jesse, bagaimana kabarnya?

LINGER (Completed) Where stories live. Discover now