Tiga puluh dua JANUR MELENGKUNG

Start from the beginning
                                    

"Apa ini?" Angger mengusap hidungnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa ini?" Angger mengusap hidungnya. Aroma bunga mawar yang sejak tadi semerbak entah mengapa berganti dengan aroma bunga kanthil yang menusuk hidung? Angger semakin heran ketika dia justru mencium bau kemenyan yang seharusnya tidak menjadi bagian dari acara itu.

 Aroma bunga mawar yang sejak tadi semerbak entah mengapa berganti dengan aroma bunga kanthil yang menusuk hidung? Angger semakin heran ketika dia justru mencium bau kemenyan yang seharusnya tidak menjadi bagian dari acara itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ooh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ooh...ada apa ini? Gemintang, cepat kemari."

Angger melambai ke arah Gemintang ketika dari arah rombongan karawitan yang terus menabuh gamelan, kabut melayang dan menyebar di sekitar para tamu di ruangan itu. Dan perlahan namun pasti, kabut itu menghampiri Gemintang seakan mengunci tubuhnya dan membuat Gemintang kesulitan berjalan.

"Mi, jangan kemana-mana. Aku akan ke situ Mi. Tunggu dulu."

Angger berusaha menapakkan kaki untuk melangkah. Namun tubuhnya serasa terkunci oleh beban yang sangat berat. Seolah, sesuatu yang berat memeluknya hingga dia tidak bisa melangkah menghampiri Gemintang. Hanya tangan Angger yang menggapai gapai udara sekeras apapun dia berusaha. Angger mulai mendengar Gemintang memanggilnya namun asap tipis itu seakan mengunci kaki wanita itu.

"Gemintang..."

"Maas...mau kemana? Acara kita belum selesai."

Angger terperanjat. Dia membeku ketika terdengar suara memanggilnya. Angger mengepalkan tangannya dan melirik dua tangan putih pucat yang memeluknya erat. Tangan itu sangat pucat hingga seperti tidak memiliki darah.

DARI BALIK KELAMBUWhere stories live. Discover now