Gaby berdecak, “Tapi gue belum siap Al,” bisiknya. Gadis itu terlihat serba salah harus menyikapi masalah ini bagaimana. “Kita masih sekolah masih banyak cita-cita yang belum tercapai mana bisa gue nikah sekarang?”

Alfa menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Dia menunduk saat mendengar penolakan dari sang gadis barusan.

“Kita putus?” tanya Alfa terdengar seperti pernyataan bukan pertanyaan.

Tubuh Gaby menegang seketika, dia terkejut bukan main begitu mendengar dua kalimat yang tidak pernah dirinya inginkan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan sesak di dada.

“Kita putus?” Gaby mencoba mengulangnya meski berat.

Jujur, dia sangat berhadap agar Alfa menggeleng sebagai jawaban tapi nyatanya laki-laki itu justru mengangguk membenarkan apa yang dirinya takutkan. Membuat rasa sakit dalam dadanya kian terasa. Gaby mendongak menatap awan-awan kecil seraya menahan air mata yang hampir keluar dari tempatnya.

Kenapa hari ini ada kejutan yang sangat luar biasa untuknya?

Merasa waktu berjalan lambat dan sang gadis pun tak kunjung menjawab Alfa akhirnya memutuskan untuk kembali berbicara. 

“Lo gak terima?”

Tidak ingin ketahuan jika dirinya tengah menangis dalam diam, Gaby buru-buru menghapus air matanya dengan kasar. Dia berdeham sebelum menjawab, mencoba menghilangkan rasa sakit dalam tenggorokannya.

“Kenapa kita harus putus?”

Sebelah alis Alfa terangkat. Dia melirik gadisnya sejenak. “Apa yang mau gue pertahanin kalau udah ditolak?”

“Ck! Siapa juga sih yang nolak lo?” Gaby sebal. Sangat sebal mendengar anggapan sepihak Alfa yang menjengkelkan.

Pemuda itu menyeringai tipis. “Jadi?”

“Lo kenapa sih egois banget? Seenggaknya kasih gue waktu dulu buat mempertimbangkan permintaan lo bukan malah bilang putus kayak tadi. Bikin orang kesel aja. Lo pikir mengakhiri sebuah hubungan segampang membalikkan sebuah tangan? Sakit hati gue waktu lo bilang putus. Dasar cowok jelek, sukanya maksa orang seenaknya, lo harusnya ngertiin posisi gue bukan malah bikin gue serba salah gini.” Gaby tanpa sadar kembali menangis, membuat Alfa menoleh cepat ke arahnya.

“Lo itu, hiks...” Gaby menunduk dalam dengan suara parau bukan main. “Lo jahat Alfa hiks … Kenapa kata putus gampang banget lo ucap—”  

Cup

Alfa mencium Gaby sebentar, kemudian menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Gaby bahkan bisa merasakan debaran jantung Alfa yang berdetak kencang. Tubuh laki-laki itu juga bergetar dengan napas tidak teratur. 

“Gue minta maaf gue cuma gak mau kehilangan lo, Gaby. Gue sayang banget sama lo,” kata Alfa terdengar jelas dari suaranya jika cowok itu sangat tidak ingin kehilangan gadisnya.

Gaby tidak menjawab dan hanya menganggukkan kepalanya pelan. Setelah itu Alfa pun menguraikan pelukannya. 

“Lo nangis?!” seru Gaby ketika melihat mata Alfa memerah sedikit sembab.

“Ayo turun ada sesuatu yang harus gue urus secepatnya,” balas Alfa mengalihkan pembicaraan.

“Urusan apa?” tanya Gaby menerima uluran tangan Alfa sambil menatap cowok itu serius.

“Gue mau minta restu sama orangtua lo,” jawab Alfa membuat Gaby tercengang mendengarnya. 

Cari perkara nih anak, batin Gaby tidak percaya.

“Jangan ngomong sembarang ayah pasti—”

“Nerima gue, lo tenang aja.” Alfa dengan percaya diri berkata seraya memandang Gaby lama. “Lo lupa? Gue itu menantu kesayangannya bunda udah pasti gue bakal langsung diterima sebagai suami lo.”

ALFA Where stories live. Discover now