Dua puluh delapan LAKON SANDIWARA

Mulai dari awal
                                    

"Masih Den Ayu."

"Aku bisa minta tolong ga Mbok? Tapi Simbok harus jujur."

Gemintang berbisik lirih.

"Kunci pasungan itu yang pegang siapa?"

"Ndoro Aryo, Den Ayu."

Gemintang mengangguk-angguk. "Gini Mbok, kabari aku kalau ada yang mencurigakan."

Mbok Sumi terlihat bingung. Mereka akhirnya berjalan keluar dari dapur dan kembali melintasi aula lalu keluar ke halaman.

"Maksudku, kalau Mas Galih ngamuk. Atau apa saja yang mencurigakan. Atau kalau ibu bicara dengan dia. Aku kok merasa ada sesuatu, Mbok."

"Jangan datang lagi, Den Ayu. Saya khawatir."

"Aku datang semata karena masih menghargai Bapak, Mbok."

Mereka terus berbicara dengan berbisik sampai mereka berhenti di halaman dan Gemintang menaiki sekuter nya.

"Aku pulang Mbok."

"Hati-hati, Den Ayu."

Gemintang memakai pelindung kepalanya dan mulai menjalankan sekuter nya melewati pagar yang sudah dibuka oleh Pak Tarjo. Mbok Sumi menatapnya hingga benar-benar menghilang di belokan jalan.

"Mbok, kamu ga bilang yang sebenarnya sama Den Ayu Gemintang po piye?"

Mbok Sumi terlihat bimbang dan menggeleng.

"Oalaaah Mbok...kasihan Den Ayu, Mbok."

"Kita mati kalau sampai ngomong apa-apa Pak Tarjo."

"Tapi, Mbok."

"Sudah. Saya mau ke dapur dulu. Sampeyan mau kopi?'

"Boleh Mbok."

Mereka berjalan ke tempat masing-masing dengan pikiran masing-masing. Orang kecil yang tidak bisa apa-apa selain menurut apa kata majikan.

*

Gemintang memarkir motornya di depan studio. Dia menatap mobil Angger yang terparkir di bawah pohon mangga di halaman rumahnya.

Gemintang menjangkau teras dan masuk ke ruang tamu. Dia mendapati Angger dan ibunya yang duduk ditemani Bapaknya.

"Telat banget pulangnya Mi."

"Iya Pak. Maaf. Buk...Mas..."

Gemintang menyalami Bu Rima yang segera beranjak dan memeluknya. Gemintang melirik Angger yang terdiam dan menunduk.

"Banyak pasien, Nduk?"

"Iya, Bu. Seperti biasa."

Gemintang duduk di dekat bapaknya. Teh sudah dihidangkan dengan beberapa kue dalam toples yang memang selalu ada di meja ruang tamu itu. Dan malam yang belum terlalu larut itu jelas sedikit terlambat untuk janji temu sebelum jam 8.

"Ibu sudah bicara sama bapak, dan setelah pertimbangan yang banyak, kami orangtua ikut apa kata kalian. Rencanakan dengan matang, bicarakan baik-baik, saling terbuka dan jangan berbohong satu sama lain."

Gemintang menoleh pada bapaknya. "Tunangan dulu Nduk. Tidak usah mendahului takdir. Kalau kalian mampu melewati cobaan selama pertunangan dan merasa klop satu sama lain, berarti jodoh. Dan sebaliknya kalau tidak, kalian tidak akan memiliki rasa penasaran lagi karena sudah berjuang."

Gemintang mengangguk. Dia menatap Angger yang tersenyum ke arahnya. Seharusnya dia memang hadir agar tahu apa yang Angger dan ibunya katakan pada bapaknya hingga bapaknya menyetujui hubungan mereka.

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang