21. LAMPU IJO

Mulai dari awal
                                    

“Jadi berapa, Mbak?” tanya Gaby menahan malu.

“Semuanya tiga ratus ribu.”

Gaby mengangguk kemudian membuka tasnya untuk mengambil dompet, tapi ternyata Alfa sudah terlebih dulu membayarnya.

“Itu belanjaan gue,” sarkas Gaby pada Alfa setelah keduanya keluar dari Market dengan Alfa yang menenteng semua kantong plastik di kedua tangannya.

Alfa berhenti di depan motornya lalu memakai helm sebelum kembali menatap Gaby malas. “Terus?”

Gaby berdecak, “Ya jangan dibayarin itu kan buat Mama lo sama aja lo yang beli bukan gue.”

Alfa memutar bola matanya. Haruskah hal kecil seperti itu di permasalahkan? Tidak ingin membuat keributan ia memilih mengambil helm milik Gaby kemudian memakainya pelan.

“Anggap aja lo yang bayar,” kata Alfa. “Besok buat gantinya kita nobar. Impas kan?”

Gaby merengut, “Modus!”

•••🦋•••

Mendekati kompleks rumahnya, laju motor Alfa semakin pelan. Kebiasaannya dari dulu sebelum sampai di rumah ia pasti akan menyempatkan diri menyapa beberapa tetangganya yang terkadang senang berkumpul di pos ronda.

Mata tajam Alfa meneduh saat melihat sosok perempuan yang sudah lama ia kenal berjalan sambil menggendong anaknya.

“Sore Mbak Ita mau kemana sih cantik banget?” tanyanya seraya menepi.

Perempuan berusia 26 tahun itu menoleh ke sumber suara. Dan ketika ia melihat siapa yang menyapanya ia lantas tersenyum lembut.

“Alfa,” sapa Ita. “Ini mau beli susu buat Milo. Kenapa? Mau ngajak dia main ke rumah?” tanyanya sudah terbiasa dengan tingkah Alfa yang hampir setiap hari pasti menyempatkan mengajak anaknya bermain ketika sedang ada waktu luang.

Milo, balita sembilan bulan itu berceloteh tidak jelas dan tertawa saat melihat wajah Alfa yang menggodanya dari belakang. Tawa Milo kian menggelitik, membuat Gaby ikut tertawa karena gemas.

“Alfa bawa aja yuk gemes pengen gendong,” ujar Gaby seraya menowel pipi gembul balita yang ada di depannya.

Mbak Ita yang mendengar itupun menoleh, menatap gadis yang duduk berboncengan dengan Alfa. “Pacar kamu, Al?” tanyanya sambil tersenyum jail.

Alfa bergumam tidak jelas, masih sibuk sendiri menggoda Milo yang cekikikan memukul-mukul punggung ibunya.

“Cantik kan, Mbak?”

Mbak Ita mengangguk, “Pinter ya kamu milihnya?”

Gaby tersenyum simpul, lalu menyenggol lengan Alfa memberi kode padanya untuk kembali pada tujuan awal.

Alfa yang paham kemudian menghentikan kegiatannya yang semula menggoda Milo. Ia menyalakan mesin motornya kembali sebelum berpamitan.

“Mbak, duluan ya ada urusan penting nih. Ngajak Milo nya lain kali aja,” ujar Alfa.

Mbak Ita mengangguk, “Yaudah hati-hati salam buat Mama kamu.”

Alfa mengacungkan jempolnya lalu kembali berkendara. Tidak butuh waktu lama ia pun berbelok dan berhenti di depan rumah yang sudah pernah Gaby kunjungi sebelumnya.

Gadis dengan seragam putih abu-abu itu menggigit bibir bawahnya entah karena apa. Mungkin sedang menyiapkan mental terlebih dulu sebelum bertemu dengan camer untuk pertama kalinya.

“MA!” teriak Alfa dengan lantang.

“MAMAA!!”

Gaby melotot melihatnya. Seperti itu kah tingkah Alfa yang sebenarnya jika ada di dalam kandang?

ALFA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang