16 | Mundur?

14 3 0
                                    

Cuaca sedang mendung di pagi hari ini, setelah Anela mengobrol dan bermain bersama Daren kemarin, banyak sekali pertanyaan yang datang dari Bunda Anela.

Bunda Anela bertanya Anela ada dimana, ia tidak marah, hanya khawatir anaknya terkena masalah. Bunda Anela bukanlah orang tua yang mengharuskan anaknya pintar dan terus masuk ke sekolah, demi kebahagiaan dan kenyamanan Anela, Bunda Anela membebaskan segalanya.

Anela menjelaskan kepada Bunda nya mengapa ia tak sekolah kemarin dengan alasan jika Anela mempunyai tugas yang sulit dan ia lupa mengerjakkan nya sehingga ia memilih tidak masuk daripada mendapatkan hukuman di pelajaran penting. Bunda Anela yang mengerti pun hanya menasihati anaknya agar tidak melakukkan hal seperti itu lagi.

Di waktu yang sangat pagi ini juga Fabian sudah mengetuk pintu rumah Anela dan ikut sarapan bersama Anela di meja makan. "Lo kemarin kemana La?" tanya Fabian dengan nada berbisik nya yang  langsung dibalas dengan tatapan kebingungan dari Anela.

Anela tak terkejut, bahkan ia biasa saja. "Kenapa bisik bisik sih?" tanya Anela dengan santai sembari memakkan menu sarapan yang ada didepannya.

Fabian mendadak keheranan, ia menatap Anela tak percaya. "Kemarin ke sekolah kok, lo nya aja yang gak liat," ucap Anela lagi sembari menatap kepergian Bunda nya dari meja makan.

Helaan nafas keluar dari mulut Fabian, "Bohong?" tanya nya dengan nada pelan dan tulus.

"Kenapa tanya itu?" tanya Anela yang mulai kembali luluh dengan pria dihadapannya itu. "Vania sama Raphael kemarin ngebahas lo yang gak ada di sekolah, katanya sakit, tapi kan kita pergi bareng La,"

"Lo gak apa apa kan?" tanya Fabian lagi sembari mengusap kepala Anela dan menatap nya penuh ketenangan. Ucapan Daren kemarin selalu terbayang diingatannya, Anela memang harus melupakkan Fabian agar ia tidak akan menjadi seorang perusak.

Walaupun tidak ada niatan untuk Anela menjadi seorang perusak, tetapi mungkin saja hal itu akan Anela lakukkan secara tidak sadar jika hatinya masih terus sulit untuk melupakan.

Dengan senyuman manis nya, Anela memegang tangan Fabian yang ada di kepalanya dan menurunkan lengan itu kebawah secara perlahan.

"Gue gak apa apa," jawab Anela dengan senyuman lebar nya.

"Pantesan gak barengan terus sama Vania, Raphael. Lo bolos sih," ucap Fabian dengan nada yang sudah mulai asik untuk diajak bercanda.

"Emang harus barengan terus? Kita aja sahabat dari kecil udah saling gak kenal," ceplos Anela yang membuat Fabian seketika bungkam.

Fabian menganggukkan kepalanya merasa tak bisa membalas ucapan Anela lagi. Lelaki itupun langsung berdiri dan merapihkan seragamnya, "Yuk La, kita pergi sekolah," ajak Fabian yang langsung diangguki semangat oleh Anela.

Anela ikut bangkit dari duduknya dan langsung mengikuti arah jalan Fabian. Mereka memulai perjalanan dengan menduduki kendaraan roda empat milik Fabian.

Saat dipertengahan, Anela mengerutkan keningnya kebingungan saat tempat dan jalan yang selalu menjadi tempatnya memukai jalan kaki sudah dilewati. "Gak usah kaget gitu dong La, jadi pengen nge-botakin," becanda Fabian.

"Nah, turun disini aja." ucap Fabian sembari memberhentikkan mobilnya di tempat yang berjarak sangat dekat dengan sekolah.

Walaupun suasana nya lumayan sepi, tapi lokasi ini termasuk lokasi yang sering didatangi oleh banyak murid yang bersekolah di tempat Anela sekolah juga. "Gak apa apa?" tanya Anela dengan wajah kebingungannya.

Hidden LoveNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ