“Apa maksud lo?!”

“Lo bilang Gentala belum umur 20 tahun udah mengidap penyakit, tapi lo sendiri gak ngaca. Lo kan punya penyakit skizofrenia.” Jawab Bintang malas, membuat Farel meninju dadanya pelan.

“Sialan lo!”

_________

Gino menatap Gentala dengan tajam, ia kesal sekali sekarang. Bagaimana bisa cowok itu tidak memberitahunya, jika menantunya sudah brojol? maksudnya sudah melahirkan.

“Kamu ini! ergh—” Gino melayangkan kepalan tangannya pada Gentala, tapi tergantung, tidak mungkin ‘kan dirinya memukul anaknya sendiri? Gino hanya kesal saja, dan geregetan dengan sikap Gentala.

“Y—ya, aku kan lupa yah.” Bela Gentala meringis.

“Ck, untuk aja mood gue lagi bagus. Coba kalo enggak, udah gue bogem elu, greget banget gue.” Ucap Gino merotasikan bola matanya malas, bercanda, tapi Gentala membalasnya dengan meringis.

“Zara belum sadar?”

“Belum yah.”

“Dimana anak kamu?”

“Lah ini di pinggir ayah.” Jawab Gentala menekuk alisnya, apa ayahnya sudah setua itu? sampai tidak melihat keranjang bayi di sampingnya.

Gino menoleh dan terkejut, dia menoleh dan menatap Gentala yang sedang mengulum bibirnya menahan tawa. Memalukan!

“Ekhem, a—ayah kan gak liat!” ujar Gino ketus, membela dirinya, ia menatap putranya itu sinis.

“Tua,”

Farel tertawa melihat interaksi mereka, dia melipat mulutnya saat di tatap tajam oleh Gino.

“Ganteng banget emang keturunan Derlangga.” Ucap Gino menatap bayi yang sedang tidur dengan tenang.

Gentala menganggukan kepalanya bangga, ia melirik teman-temannya yang memutar bola matanya jengah. Gentala tertawa pelan, mengejek mereka.

“Gue gak kalah ganteng!” beo Farel menatap Gentala sinis.

“Gue juga lah!” kali ini Bintang yang tak mau kalah.

Ares berdecih sinis, membuat mereka mengalihkan atensinya, menatap cowok itu. Farel menelan ludahnya kasar, dirinya tidak bisa mengelak jika begini. Ares memang memiliki paras yang sangat tampan, apa lagi bibirnya yang berbentuk seperti love. Membuat para gadis di luar sana tergiur, dan memuja cowok itu dengan berbinar.

“Lo semua emang ganteng, tapi gue ... punya segalanya.” Ucap Ares angkuh, dia menyugar rambutnya ke belakang. Dan merapikan kerah kemejanya, semua yang ada di sana mendecih jengah.

__________

Zara menatap anaknya yang sedang ia gendong di tangannya, ia sangat terharu sekali. Anaknya—putranya, sudah lahir. Zara benar-benar tidak tahu harus bersyukur atau malah sedih, karena memang seharusnya usia yang sekarang melekat pada dirinya mungkin sedang kuliah dan mencari pekerjaan. Tapi sekarang dirinya harus menjadi ibu dan istri yang baik.

Walaupun seperti itu Zara tetap harus bersyukur, karena ini takdirnya.

“Ganteng banget.” Beonya sambil mengusap-ngusap pipi gembul anaknya.

“Siapa dulu dong papanya,” ujar Gentala dengan bangga.

Zara terkekeh ia menatap Gentala, cowok itu ternyata sudah ganti baju. Berbeda saat sedang menemani dirinya lahiran, baju yang berantakan—karena Zara yang menarik-nariknya, rambut yang juga tak kalah berantakan—oleh cowok itu sendiri, karena mengacak-ngacak rambutnya frustasi mendengar teriakan kesakitan Zara.

Tak lupa juga wajahnya yang lesu dan kusut, seperti baju yang belum di setrika.

“Makasih.” Ucap Zara tulus, ia juga tersenyum manis dan haru.

Gentala mengernyitkan dahinya. “Kenapa kamu yang makasih? harusnya aku yang makasih sayang. Makasih banget udah mau berjuang selama ini, dan makasih untuk selalu sabar sama sikap aku.” Ujarnya, ia menggenggam tangan Zara dan mengecupnya berkali-kali. Oh jangan lupa, dengan kebiasaannya yang suka menggigit tangan Zara.

“Iya. Aku sayang kamu.” Kata Zara, ia tersenyum tulus.

Gentala terdiam, nafasnya tercekat. Kenapa Zara mengatakan itu di saat tidak tepat? sungguh dirinya benar-benar ingin kayang saja jika seperti ini. Gentala tidak kuat, ia menggigit bibir dalam bawahnya. Dan berdekhem menetralkan nafasnya yang hampir menggebu.

“Hm.” Balas Gentala singkat, tapi tidak membuat Zara melunturkan senyumannya. Itu memang sudah biasa, jadi Zara tidak kaget lagi dengan jawaban Gentala yang selalu singkat.

Suasana kembali hening, teman-teman Gentala sudah pulang lima belas menit yang lalu. Dan di ruangan inap Zara sekarang hanya ada dirinya dan cewek itu.

“Kamu udah punya namanya?” tanya Zara, ia menatap Gentala dengan berbinar.

Gentala menganggukan kepalanya sambil tersenyum tipis, Zara melebarkan matanya ia sangat antusias menunggu ucapan Gentala. Menyebutkan nama untuk anaknya, kebahagiaan mereka yang sudah terlahir ke dunia. Iya, kebahagiaan Zara dan Gentala.

“Arsean Alaska Derlangga.”

Tbc

The End...

Sampai di sini aja ya kawan, sebenernya masih banyak part lagi. Tapi aku tamatin sampai di part ini aja, mungkin, kalau ada waktu luang, aku bakal up part semuanya, sampai ke bener-bener End sesungguhnya.

Terimakasih sudah menemani hari-hariku dengan memberikan aku semangat, dan spam komen. Itu sangat membuatku semangat, dan happy. Sekali lagi terima kasih.

See you, Guys, and sorry to say, I love u all.

Babay! <3

Signed, —Nana.

Everything About Me ✓Where stories live. Discover now