(S2) 14. Keteguhan Alex

3K 109 7
                                    

Melihat rumah Ayah Alex saja, Miya sudah merasa kecil. Melihat Rumah keluarga Kusumaningrat membuat Miya tidak ingin memasuki halaman rumahnya tanpa membuka alas kaki. Bukannya Miya ingin membuka alas kaki, ia justru akan kesulitan melepasnya. Alex sudah mengatakan party akan dilaksanakan outdoor. Karena mereka akan berada di atas rumput -yang mudah membuat seseorang tersandung-, Alex sudah membelikannya sepatu yang tidak mudah lepas dan nyaman untuk Miya. Dengan hak yang tidak terlalu tinggi, Miya tidak akan merasa pegal.

Dengan menggandeng lengan Alex, Miya menutupi rasa tidak nyamannya. Ini pesta anak dari teman baik Ayah Alex dan kakak dari teman kecil Alex. Miya tidak mau mempermalukan mereka. Miya berjalan seanggun mungkin sambil mengagumi gaun yang dipakainya, gaunnya benar-benar gaun terindah yang pernah ia kenakan. Grace salah jika berpikir baju yang cantik hanyalah baju yang terbuka dan menampilkan lekuk tubuh. Saat ini Miya menggunakan gaun berwarna dandelion dengan bagian dada tertutup sempurna dan rok yang mengombak dari depan tepat di lutut hingga bagian belakang menyentuh pergelangan kaki membuat kulitnya mengintip setiap ia melangkah.

Mereka berdua menuju ke tengah acara, tempat sebuah meja berisi kue berada. Di atas kue bertahta sebuah cincin berlian yang sangat cantik. Tuan rumah terlihat saling bercengkrama dengan akrab. Miya mengikuti Alex yang bersalaman dengan orang-orang itu. Seorang wanita paruh baya yang Miya tebak adalah Ibu Rara adalah wanita yang sangat berkelas. Miya memperhatikan Rara yang terlihat memaksakan senyumnya. Pelan-pelan Miya melepaskan genggaman tangan Alex, sangat kejam jika ia bermesraan di depan seseorang yang baru patah hati.

"Hai, Ra." Sapa Alex

"Hai, Alex. Hai, Miya." Rara menyapanya.

"Terima kasih sudah mengundangku, Rara." Ucap Miya.

"Sama-sama." Rara tersenyum ramah. "Silahkan bersantai dulu. Pestanya baru akan dimulai sebentar lagi." Lalu Rara menyibukkan diri dengan menyapa tamu-tamu lain.

Semua orang akan setuju jika dikatakan Rara adalah wanita idaman semua orang. Apa Alex sudah gila hingga menyia-nyiakan wanita seperti Rara, dan memilih wanita sepertinya? Miya tidak habis pikir.

Dua hari yang lalu, Miya terbangun tanpa Alex di kamar itu dan Miya mendengar suara Ayah Alex di depan pintu.

"Ayah tidak masalah kau berpacaran dengan siapapun tapi untuk menikah pastikan kau memilih wanita yang tepat, Alex."

"Miya wanita yang tepat kok, Yah." Jawab Alex, suaranya terdengar malas-malasan. Sepertinya baru bangun tidur juga.

"Miya mungkin baik, Alex. Tapi bukannya Ayah ingin membanding-bandingkan, perbedaan antara Miya dan Rara terlihat sangat jelas. Rara jauh lebih lebih baik untuk menjadi pasanganmu."

"Alex masih belum ingin menikah kok, Yah. Tapi Ayah tau kan, pernikahan itu Alex yang jalani, Alex pasti memilih yang terbaik." Alex memberi penekanan pada suaranya.

"Seseorang bisa saja salah memilih pasangan, Alex."

"Aduh, Yah. Alex baru bangun tidur, kebelet pipis. Dah ya, Yah. Selamat bekerja." Alex menutup pintu dan melihat Miya yang sudah membuka mata, Alex langsung memeluk Miya. "Kau percaya padaku, kan?" Tanya Alex. Miya hanya mengangguk. Ia tidak mau menyulitkan Alex.

Pesta dilaksanakan dengan meriah. Pasangan Kusumaningrat memakaikan cincin di jari manis kakaknya Rara yang Miya lupa namanya. Mereka pun memotong kue dan sebuah band memberikan live music dengan lagu-lagu yang menyenangkan. Miya yakin, semua tamu undangan akan merasa kembali muda.

Tiga orang tamu laki-laki seumurannya menghampiri mereka. Jantung Miya berdetak kencang, memikirkan apakah satu diantara mereka adalah salah satu 'tamu'nya dulu. Namun ketiganya ternyata adalah teman Alex.

Seorang dari mereka berkata, "Wah, Alex akhirnya membawa seorang wanita." Ia kemudian memelankan suaranya. "Sudah lelah bermain-main, huh?"

Alex merangkul pinggul Miya dan menjawab. "Yang satu ini tidak akan membosankan walau diajak bermain sepanjang hari."

Mereka bertiga bersorak dan kemudian mengucap selamat karena Alex sudah menemukan tambatan hati.

"Bermain sepanjang hari?" Tanya Miya sambil mengikuti Alex yang mengajaknya duduk di pinggir kolam air mancur.

"Mau mencobanya?" Alex kembali memberikan senyum separuh yang disukai Miya.

Miya menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya kau kuat?"

Alex mengangkat bahu, "Kemarin temanku merekomendasikan obat yang bagus, mungkin aku harus mencobanya."

Miya memucat. "Jangan. Tidak perlu." Miya mengingat permainan mereka kemarin di kamar Alex, Miya sudah sangat kepayahan namun Alex belum juga selesai. Miya tidak tahu kalau stamina Alex bisa setangguh itu saat benar-benar siap.

Perut Miya berbunyi dan Miya menyadari Ia merasa lapar. Alex terkekeh. "Tadi kau menolak banyak makanan , sekarang kau kelaparan?"

Miya menatap rumput di bawah kakinya. "Aku terus menerus memikirkan Rara, aku khawatir merusak suasana hatinya."

"Maaf, aku tidak sadar sudah membebanimu."

"Kau sungguh aneh, bagaimana bisa kau berjalan kesana kemari tanpa memikirkan perasaannya?" Ujar Miya kesal

Alex meringis. "Aku kan tidak menyukainya. Dan aku menikmati pestanya karena bersamamu."

Miya menghela napasnya. "Empatimu benar-benar harus di asah."

"Bukannya biasanya seorang wanita tidak suka prianya memikirkan wanita lain?"

"Tergantung situasinya. Yang kau lakukan saat ini salah."

Seperti anak kecil, Alex menghentakkan kakinya. "Sudah, jangan mengomel terus. Aku ambilkan makanan pastikan kau memakannya ya. Tunggu di sini."

Miya memperhatikan Alex yang berjalan menjauh. Ia terlihat berpikir keras memilah-milah makanan. Miya tersenyum memikirkan Alex. Jujur saja, Miya cukup senang memiliki seorang pria yang hanya memikirkannya.

"Miya?" Seseorang menyebut namanya dari belakang. Miya tersentak karena mengenal suara itu dengan baik. Pemilik suara itu berjalan mendekatinya dan Miya merasa kakinya gemetar. Pak Rudi.

__ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __

Kalau berkenan, author mau buka QnA. Kalian bebas tanya apa aja di kolom komentar. 😊

Poor SecretsWhere stories live. Discover now