(S2) 13. Ranjang Getar

3.7K 136 1
                                    

Tanpa mengulik banyak masa lalu Miya, obrolan dengan Ayah Alex berjalan dengan lancar hingga selesai makan berkat Alex yang mencairkan suasana. Dan Miya akui, pengalamannya 'bertemu' banyak pria cukup membantu Miya malam ini. Namun Miya menyadari Ayah Alex hanya bersikap sopan, bukan berarti Ayah Alex menyukainya. Miya menilai Ayah Alex adalah tipe aristokrat yang ingin terlihat baik di depan semua orang, bahkan orang yang tidak disukainya.

"Miya maaf sekali, saya tidak bisa menemani lebih lama, ada pekerjaan yang harus saya selesaikan malam ini juga." Ayah Alex terlihat menyesal.

Miya berdiri dengan sopan, "Tidak apa-apa, Pak. Saya sudah sangat senang bisa makan bersama dengan Bapak malam ini."

"Saya juga senang, Miya. Silahkan nikmati hidangan penutupnya." Ayah Alex berpaling dan menatap Alex. "Antarkan Miya pulang segera, jangan sampai terlalu malam." Kembali pada Miya, Ayah Alex berpamitan, "Saya ke ruang kerja saya duluan ya. Kamu hati-hati di jalan."

"Baik, Pak. Selamat bekerja. Istirahat yang cukup ya, Pak." Ucap Miya.

"Ya. Terima kasih."

Miya kembali duduk setelah Ayah Alex tidak terlihat lagi. Menatap beberapa hidangan manis di hadapannya, Miya bersyukur makan malam itu sudah berlalu.

"Mana hidangan yang kau suka?" Tanya Alex

Miya menunjuk puding brownies di tengah meja. Alex memotong sedikit dan meletakkan di piring kecil Miya.

"Aku pasti jauh dari harapan Ayahmu, ya?" Miya menyuap cakenya. Berusaha menahan rasa kecewa di hatinya.

Alex menyangga wajah dengan sebelah tangan di meja dan Miya merasakan sebelah tangan Alex meremas paha Miya. "Di sini ruang makan, Alex. Sopan sedikit." Tegur Miya.

Miya menyuap pudingnya lagi. Kali ini tangan Alex mengelus pahanya dengan pelan. Mengabaikan tingkah Alex , Miya hanya memfokuskan diri menikmati puding brownies itu. Manis cokelatnya terasa pas di mulut Miya. Miya mulai merasa tidak nyaman waktu gaun selututnya disingkap perlahan oleh jemari Alex.

"Alex, kalau Ayahmu lihat bagaimana?" Miya memarahi Alex.

Alex terkekeh. "Ayahku tidak akan melihat, tapi kalau kau berisik bisa saja para asisten rumah tanggaku jadi mengintip."

Miya memutar bola matanya. "Aku tidak akan berisik kalau kau mau duduk yang manis."

Alex mengangkat bahu. "Aku merasa sudah duduk manis sejak tadi."

"Tanganmu." Gerutu Miya

"Tanganku hanya penasaran." Jawab Alex santai.

Miya menahan tegang tubuhnya saat jari Alex mulai menjelajahi area di sekitar selangkangannya. "Alex ini masih tempat terbuka."

"Semakin terbuka memang semakin menantang." Alex mengedipkan sebelah matanya.

"Aku mau pulang saja." Ujar Miya kesal. Melihat Alex menatap Miya dengan kecewa, Miya melembut. "Ini sudah malam Alex, tidak enak sama Ayahmu kalau terlalu lama di sini."

Alex meregangkan tubuhnya. "Baiklah ayo kita pulang." Alex menggandeng tangan Miya dan memimpin jalan.

Setelah sekian langkah , Miya menyadari jalan yang dilalui Alex berbeda. "Alex, bukannya pintu ada di sebelah sana?"

Alex tersenyum dan menjawab , "Kita akan lewat pintu yang lain."

Miya hanya menurut saat mereka melewati beberapa ruangan dan sampai di sebuah pintu. "Bukalah." Alex meminta.

Miya membuka pintunya dan menyadari ini adalah sebuah kamar. Miya hendak protes tapi Alex malah memeluknya dari belakang dan mengunci pintu. Masih tidak melepaskan pelukannya, Alex mendorong Miya ke kasur hingga Miya jatuh menelungkup. "Alex!" Miya ingin berteriak tapi takut didengar oleh Ayah Alex jadi Miya hanya berbisik. Mengabaikan Miya, Alex menciumi belakang leher Miya dan membuka resleting belakang gaunnya. Miya hendak bangun namun Alex menahannya. Dengan sesak karena payudaranya menekan kasur, Miya merintih saat kecupan-kecupan Alex menjelajahi punggung Miya.

Masa bodohlah, pikir Miya. Dengan sekuat tenaga Miya membalikkan tubuhnya dan mencium bibir Alex. "Kau itu benar-benar nakal, Alex" Ucap Miya ditengah-tengah ciumannya.

Merespon ciuman Miya , Alex memainkan lidahnya. Tanpa melepaskan kecupannya, dengan lihai Alex membuka gaun Miya hingga Miya tak sadar gaun itu sudah berada di bawah kakinya. Saat Alex melepaskan kemeja dan celananya, Miya meringsut ke tengah kasur. Menantang Alex dengan kedua kakinya yang terbuka.

Sebelah sudut bibir Alex membentuk senyuman. Senyum yang belum pernah Miya lihat sebelumnya. Miya tidak pernah menyadari Alex bisa setampan itu. Melihat otot-otot Alex yang membentuk sempurna, Miya memuji ketelatetan Alex. Seingat Miya, dulu Alex tidak seatletis ini. Alex mengambil sesuatu dari laci nakas. Menghampiri Miya , benda di tangan Alex bergetar dan menjelajahi bunga di antara selangkangannya. Sebuah dildo, ya?

"Kau menyimpan benda seperti itu di kamarmu?" Tanya Miya. "Sepertinya aku bukan satu-satunya wanita yang pernah mampir ke kamar ini."

"Teruslah bicara. Aku suka mendengar suara desahmu."

Miya menjaga kakinya tetap terbuka walau tubuhnya mulai meliuk dan napasnya terengah. Sementara benda di tangan Alex menjelajahi dinding-dinding rahimnya. "Berapa wanita yang pernah masuk ke sini?" Tanya Miya lagi.

"Tebak." Jawab Alex. Ia membuka kaki Miya lebih lebar dan memberi kecupan mulai dari telapak kaki hingga pangkal pahanya.

Menelan ludahnya karena napas yang tersengal, Miya menjawab. "Well, jumlah sebelumnya tidak masalah. Jadikan aku yang terakhir. Ah!" Miya menjerit nikmat saat benda itu bergerak maju mundur dengan cepat di dalamnya sementara lidah Alex menghisap puting payudaranya.

Beberapa menit sprai kasur sudah dibanjiri oleh cairan Miya. Alex merebahkan dirinya dan mengedipkan sebelah matanya. "Manjakan aku."

Miya bangkit dan mengulum vital Alex yang tegak sempurna.

__ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __

Kalau berkenan, author mau buka QnA. Kalian bebas tanya apa aja di kolom komentar. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang