(S2) 2. Perjodohan

2.3K 127 2
                                    

Pagi ini Ayahnya sarapan tanpa bicara. Bukan berarti Ayah Alex adalah orang yang banyak bicara, tapi suasana ini terlalu hening.

"Ayah," Alex membuka pembicaraan. "Sedang memikirkan apa?"

"Kau.", jawab Ayahnya singkat.

"Alex? Alex tidak membuat masalah, Yah." Alex sebal sekali jika dituduh yang tidak-tidak padahal dirinya sudah jadi anak baik selama ini.

"Kau tidak mau berpikir untuk menikah?"

Alex mengira-ngira arah pembicaraan Ayahnya. Tumben sekali Ayahnya bicara mengenai pernikahan. Apa Ayahnya sudah ingin menimang cucu?

"Bukan tidak mau menikah tapi calonnya yang tidak ada.", jawab Alex sekenanya. Ada perempuan yang kusukai tapi boro-boro menikah , diajak berpacaran saja tidak mau. Sekarang malah lost contact.

"Tidak ada wanita yang menarik perhatianmu?"

"Ayah kebelet punya cucu?" Alex bertanya terang-terangan.

"Bukan begitu."

"Kalau begitu langsung saja ke intinya, Yah." Gerutu Alex.

"Baiklah. Maaf, Ayah memang tidak pandai berbasa-basi." Ayah Alex meletakkan sendoknya menelungkup. Tanda ia sudah selesai makan. "Ada seorang wanita yang ingin Ayah kenalkan padamu. Bisa dibilang, Ayah ingin menjodohkanmu dengan dia."

Alex mengerutkan keningnya ,"Ayah, memangnya ini zaman Siti Nurbaya? Alex bisa cari sendiri, kok."

Ayah Alex menghela napas. "Iya, Ayah tau. Begini, Ayah sebenarnya sudah lama mengamatimu. Kamu ini tidak pernah membangun hubungan yang serius dengan wanita." Mata Ayahnya sekarang menatap tepat mata Alex. "Kau hanya bermain-main dengan dunia prostitusi." Alex meringis mendengarnya. Jadi Ayah tau, ya.

"Maaf." Hanya itu yang bisa Alex katakan.

"Tidak perlu minta maaf. Ayah juga pernah muda."

Kalimat terakhir Ayahnya membuat Alex berpikir mungkin Ayahnya dulu juga sering menggunakan pelacur. Melihat Ayahnya terdiam, Alex tau Ayahnya menyesal sudah bicara terlalu jujur. Tapi Alex juga tidak mau mempersalahkan. Mereka berdua sama-sama laki-laki memangnya kenapa?

"Intinya," Ayahnya melanjutkan. "Ayah khawatir kamu akan terjerumus terlalu dalam. Membayar pelacur itu bisa jadi candu, terutama saat kau punya cukup uang. Dan Ayah tidak mau kamu jadi manusia yang tidak bijaksana dalam menjalani hidup."

"Alex sudah tidak begitu lagi kok, Yah." Alex teringat pelacur terakhir yang ia sewa, berhubung Alex tidak berbuat apa-apa padanya maka tidak perlu dihitung kan? Alex merindukan Miya. Alex ingin bersenggama dengannya, tapi Miya bukan pelacur lagi. Akan sangat tidak sopan jika memintanya berhubungan begitu saja. Alex tidak mau merendahkan Miya.

Ayah Alex mengamatinya, mencari tau apakah Alex jujur atau tidak. "Syukurlah kalau begitu."

"Jadi Ayah tidak perlu repot menjodohkan Alex." Alex meminum airnya. Bersyukur percakapan aneh ini terlewati.

"Kau tetap harus menemuinya." Ayah Alex menatapnya dengan tatapan menyesal. "Dia anak perempuan rekanan perusahaan kita. Tidak sopan Ayah membatalkan janji begitu saja."

Alex kesal sekali. "Ayah ini bagaimana? Kenapa membuat janji tanpa diskusi dulu?"

Ayah Alex mengangkat bahu. "Siapa tau, kan? Jodoh."

Alex bangkit dari kursi dan menuju kamar. Tidak mau menggubris Ayahnya. Tapi Ayahnya masih bisa berteriak, "Waktu dan tempatnya Ayah kirim melalui pesan ya!"

Alex sengaja menutup pintu dengan keras, agar Ayahnya tau kekesalan di hatinya. Alex merebahkan tubuhnya. Menggerutui hari libur yang tidak menyenangkan ini.

Sebuah pesan dari ayahnya masuk. Ayahnya benar-benar mengirim waktu dan lokasi pertemuannya. Lusa di sebuah restoran.

Perjodohan, ya? Alex berusaha memikirkan sisi positifnya. Mungkin jalannya memang seperti ini. Siapa tau wanita yang ingin dikenalkan Ayahnya bisa menghilangkan obsesi Alex pada Miya. Alex yakin Ayahnya bermaksud baik dan pasti mengenalkan perempuan yang baik. Alex akan mencoba bertemu dengannya. Jika memang Alex tidak cocok dengan wanita ini, tidak ada yang bisa memaksanya.

Beberapa jam kemudian Alex mulai merasa bosan, dan memutuskan untuk berjalan-jalan. Alex menyesal tidak berada di apartemennya hari ini. Karena Alex membawa semua perangkat gamenya ke apartemen, rumahnya yang luas ini jadi terasa membosankan.

Alex mengambil kunci motornya dan mulai berkeliling. Ia lalu memarkir motornya di depan sebuah restoran baru yang menarik perhatiannya. Restoran kecil yang sederhana. Interiornya klasik dan menentramkan. Alex memasuki restoran dan melihat-lihat daftar menu. Menu yang ditawarkan tidak banyak. Berhubung Alex masih kenyang, Alex hendak memesan dessert dan kopi. Sayang sekali pilihan dessert yang ditawarkan sangat sedikit. Tapi apa boleh buat, Alex sudah nyaman duduk dan malas pergi ke tempat lain.

Setelah memesan dan hidangan di sediakan, Alex mencicipinya. Kopinya biasa saja. Standar rasa kopi seperti di banyak tempat, bukan kopi yang memiliki cita rasa yang khas. Dessertnya malah kurang enak menurut Alex. Kurang kaya rasa. Sepertinya tidak ada yang bisa membuatnya senang di hari ini. Setidaknya tempat ini bisa membuat Alex merasa santai. Entah tata ruangannya atau tata lampunya, restoran ini membuat Alex merasakan hal yang familiar walau Alex tidak mengerti apa itu.

Alex mendapat telpon dari temannya yang mengajak makan siang bersama teman-teman. Jadi Alex beranjak meninggalkan restoran itu. Saat di parkiran, suami istri yang juga baru keluar dari restoran terlihat membicarakan menunya.

"Jadi ingat masakan Ibu, ya Pa?" Sang Istri terlihat sangat senang.

"Iya, Ma. Rasanya enak sekali. Lain kali kita makan di sini lagi ya?"

Alex hanya bisa menatap mereka dengan bingung hingga mereka menghilang dari pandangannya. Sebenarnya menu yang mana yang mereka bicarakan? Apakah menu utama yang tidak dicicipi Alex? Mungkin Alex memang harus ke sini lagi lain waktu.

________________________________

Kalau berkenan, author mau buka QnA. Kalian bebas tanya apa aja di kolom komentar. 😊

Poor SecretsWhere stories live. Discover now