(S2) 3. Rara

2.2K 122 1
                                    

Alex mencari meja yang disebutkan oleh pelayan, tapi Alex tetap tidak paham. Restorannya cukup mewah namun terlalu besar untuk mencari orang yang belum pernah ditemui. Alex berdiri kebingungan hingga sebuah tangan terangkat melambai ke arahnya. Tangan itu milik seorang wanita bergaun putih. Apa itu wanita yang dimaksud Ayahnya?

Hari ini adalah hari pertemuannya dengan wanita itu. Wanita yang diharapkan Ayahnya dapat berjodoh dengan Alex. Sekarang Alex harus bersikap sopan namun Alex bersiap diri untuk berterus terang kalau-kalau ia merasa tidak cocok. Alex tidak mau memberi harapan palsu ataupun mempermainkan hati wanita itu.

Alex menghampiri wanita bergaun putih itu dan wanita menyapanya. "Alex Widiantoro?" Senyumnya manis sekali.

Alex duduk di hadapannya. "Ya. Aku. Dan kau?"

Wanita itu terlihat sedikit sedih. "Kau pergi tanpa menanyakan siapa namaku?" Alex hanya bisa menatap menyesal. Wanita itu mengulurkan tangannya dan Alex dengan sopan menyambutnya. "Aku Rara. Rara Kusumaningrat."

Alex tersenyum. "Senang bertemu denganmu."

Wanita ini cantik. Dengan gaun putih itu , kulitnya tidak kalah berkilau. Nada bicaranya lembut. Sepertinya wanita ini memang wanita yang baik. Alex lemah dengan wanita yang lemah lembut seperti ini. Ayahnya sangat pintar mencari wanita.

"Kusumaningrat? Apa kau anak dari Paman Adhinata Kusumaningrat?" Telisik Alex.

"Betul. Aku anak Adhinata Kusumaningrat.", Alex yakin ia bisa melihat pipi Rara memerah saat mengatakannya. Lucu sekali. Apa Rara merasa malu?

"Wah, pantas saja Ayahku sibuk ingin mempertemukan kita."

Obrolan Alex dan Rara terasa sangat natural. Setelah memesan makanan dan obrolan mereka sempat terhenti karena makanannya sudah dihidangkan di meja mereka.

Sambil menyantap makanannya Alex memulai obrolan lagi, "Ini kali pertamaku berkenalan dengan wanita karena permintaan orang tua. Ku harap aku tidak melakukan hal yang mengecewakanmu."

Pipi Rara memerah lagi. Malu-malu Rara menjawab. "Alex, aku ingin jujur suatu hal padamu. Aku tidak mau kalau ku sembunyikan malah menjadi masalah belakangan."

Alex menunggu

"Jadi begini, sebenarnya akulah yang minta dikenalkan denganmu." Pipi Rara semakin merah. Sekarang wajahnya hampir memerah semua.

"Kenapa?" Tanya Alex.

"Kau ingat kita pernah bermain bersama waktu kecil?"

Alex mengingat-ingat. "Sepertinya iya. Aku ingat Paman Adhinata dan Ayah memang sudah berteman dekat sejak dulu. Tapi aku kurang mengingat momen saat kita bertemu dimasa kecil. Maaf."

"Aku tertarik padamu sejak kecil. Dan sebenarnya aku masih memikirkan sesekali. Beberapa bulan terakhir aku melihatmu saat konferensi bisnis dan aku jadi semakin ingin bertemu lagi denganmu. Lalu aku meminta Ayahku untuk mengatur pertemuan kita." Rara menunduk.

"Kenapa kau tidak langsung mengajakku bertemu saja?" Alex bingung.

Rara menunduk semakin dalam. "Aku malu, Alex. Kau belum tentu mengingatku dan aku tidak tau bagaimana cara mengajak bertemu untuk pertama kalinya setelah sekian lama."

Alex samar-samar bisa mengingat kembali. Wanita ini memang Rara. Gadis kecil yang lucu yang pernah bermain bersamanya. Walau singkat karena keluarga kecil Paman Adhinata harus tinggal sementara di luar negeri untuk mengurus cabang perusahaannya. Alex mengelus kepala wanita di hadapannya. "Sudah, tidak apa-apa. Aku bersyukur kita bertemu lagi."

Rara sekarang mengangkat kepalanya dan tersenyum cerah. "Syukurlah."

"Jadi apa kegiatanmu saat ini, Ra?"

"Aku sedang menyelesaikan S2 ku. Aku mengambil bisnis agar bisa melanjutkan usaha Ayah dengan baik." Rara bercerita bersemangat

"Pilihan yang bagus."

Sekarang Rara menatapnya hati-hati. "Bagaimana denganmu? Kau masih sering memikirkan Ibumu?"

"Ibuku?" Alex tidak mengerti.

"Em, Aku ingat kau pernah bilang, ingin tau seperti apa sosok ibumu."

Alex terdiam. Dulu ia memang pernah memiliki perasaan seperti itu. Mungkin melihat Ayah dan Ibu Rara bermain dengan Rara membuatnya sedikit iri. Alex tersenyum kembali dan menjawab dengan lancar, "Tidak. Aku sekarang tidak lagi memikirkan hal itu. Aku sibuk mengelola perusahaan Ayah. Aku bahkan malah sering terganggu dengan kehadiran Ayah" Alex tertawa kecil. "Lagipula aku tidak mengenal Ibu sama sekali, jadi tidak ada bagian dariku yang merindukannya."

Ayahlah yang masih memikirkan Ibu. Alex membayangkan ruangan-ruangan di rumahnya yang hanya berisi foto Ayah dan dirinya. Ayah tidak mau memajang foto Ibu sama sekali. Kata Om Dani, Ayah seperti itu karena foto Ibu dapat membuat Ayah sedih.

"Syukurlah. Jadi kesibukanmu hanya itu? Bekerja dan bekerja?"

Alex dan Rara berbincang dengan lancar tanpa perasaan canggung sama sekali. Mungkin karena Rara adalah wanita yang humble dan baik. Rara juga wanita yang cerdas dan asik diajak berbincang. Alex mengakui, Alex cukup senang dengan pertemuan mereka. Setelah cukup larut dan bertukar nomor telepon, Alex dan Rara berpamitan.

"Rara bawa mobil sendiri?" Tanya Alex khawatir.

"Iya. Tidak perlu diantar, kok."

"Ya sudah, kabari ya kalau sudah sampai. Aku bisa diamuk Ayah kalau kamu kenapa-kenapa setelah bertemu denganku."

Rara tertawa geli. "Iya. Iya. Aku pamit, ya."

Alex mengawasi Rara hingga Rara mengeluarkan mobilnya dari barisan mobil-mobil lain. Saat melewati Alex, Rara berhenti. "Alex, aku mau tanya sesuatu."

"Apa?"

"Waktu kecil, aku memanggilmu Mas Alex. Aku boleh memanggilmu Mas Alex lagi?" Tanya Rara ragu-ragu

Alex mengangguk. "Tentu saja. Aku memang lebih tua darimu" Alex lalu bercanda. "Aku justru bingung kenapa kau tidak sopan dari tadi."

Rara tertawa, "Maaf deh, maaf. Oke kalau begitu. Night, Mas Alex."

"Night, Rara. Hati-hati di jalan."

Setelah mobil Rara meninggalkan restoran, Alex baru menuju mobilnya dan pulang. Ternyata tidak buruk juga, pikirnya.

____________________________

Kalau berkenan, author mau buka QnA. Kalian bebas tanya apa aja di kolom komentar. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang