26. Bebas

2.5K 144 1
                                    

Miya tidak sadar badannya semakin condong ke depan, demi melihat lebih jelas kotak-kotak gambar di depannya. Salah satu kotak menampilkan Ryan duduk terikat dan dua orang menjaga di kanan kirinya. Di hadapan Ryan sudah ada Vino yang baru saja datang. Vino terlihat marah namun tidak berdaya. Vino sempat berdebat untuk melakukan barter bersamaan. Vino meminta mereka langsung melepaskan Ryan begitu Vino memberi memorycardnya namun orang-orang suruhan Alex teliti dan tidak memberi toleransi apapun. Ryan tidak akan dilepaskan selama mereka belum yakin videonya sudah benar-benar bersih. Mereka terlihat sedang berada di tengah hutan, pencahayaannya cukup baik. Jika tidak mengerti situasinya, orang akan mengira mereka sedang berkemah.

Miya sempat panik saat tadi sore melihat Ryan dalam kondisi tidak sadar, tapi rupanya Ryan hanya tertidur. Ryan melakukan perjalanan selama 6 jam dari tempatnya ditahan sampai lokasi barter dengan mata tertutup. Bukan karena lokasinya benar-benar memakan waktu 6 jam, tapi mereka berputar-putar agar lokasinya tidak bisa diterka oleh Ryan. Begitu sampai mereka langsung sibuk memasang kamera di beberapa titik sebelum membuka tutup mata Ryan, itu sebabnya Ryan tertidur, ia pasti merasa cukup tegang selama perjalanan.

Pandangan Miya sekarang beralih ke video lain yang menampilkan salah satu orang sedang mengotak-atik laptop berisi memorycard yang diberikan Vino. Beberapa menit kemudian orang itu mengambil hpnya dan menelpon Alex.

Miya menguping pembicaraan Alex yang berada di sebelahnya.

"Clear, bos." Terdengar suara berat diujung telpon.

"Bagus. Sekarang lepaskan tahanannya. Beri peringatan bahwa mereka tidak boleh meninggalkan lokasi hingga pagi tiba." Alex tersenyum puas saat berbicara.

"Apakah tugas kami berakhir di sini, Bos?"

"Bereskan semua bekas pekerjaan kalian, jangan tinggalkan jejak sedikit pun, dan tugas kalian berakhir. Sisa uang kalian akan dikirim segera. Kerja bagus."

Alex menutup teleponnya.

"Woah, kau cocok sekali jadi bos mafia, Lex." Om Dani menggoda.

Alex tertawa, "Om akhirnya mengakui juga."

Alex dan Om Dani terlihat sangat senang, dan saling menggoda. Sepertinya hanya Miya yang belum memahami. Benarkah masalah video itu benar-benar telah selesai?

Miya melihat Alex memandangnya. Seakan memahami perasaan Miya saat ini, sebelah tangannya dengan lembut mengelus kepala Miya.

"Sudah berakhir, Miya.", suara Alex meyakinkan. "Tidak ada lagi penghalangmu untuk bebas"

"Benarkah?", Miya merasakan suaranya serak

"Ya."

Miya menatap layar yang berisi Vino dan Ryan, yang saat ini tengah berpelukan. Lokasi itu sekarang sepi hanya tinggal mereka berdua. Semua orang telah pergi meninggalkan mereka.

"Apa rencanamu setelah ini?", Suara Alex membuat Miya yakin bahwa ini benar-benar nyata. Mereka berhasil. Alex berhasil menolongnya.

"Aku akan mengusir Ryan dari rumahku. Dan segera mengurus perceraian." Miya bisa berpikir lebih jernih sekarang.

"Bagus." Alex terlihat sangat puas.

Om Dani menggenggam tangan Miya, "Jangan biarkan mereka mengganggumu lagi, oke?"

"Ya. Terima kasih, Om, Alex. Semua ini berkat kalian."

"Satu hal lagi, Miya. Jangan sampai ada yang tau perbuatan Alex ini. Termasuk mereka berdua. Ini menyangkut nama baik keluarga dan dapat berimbas ke perusahaan." Om Dani sekarang terlihat tegas. Miya mengerti.

"Iya, Om."

Miya melihat Ryan dan Vino di layar, mereka terlihat sangat intim. Hubungan mereka terasa sangat nyata padahal masih ada bagian dari hatinya yang berharap semua ini hanya mimpi.

"Kenapa mereka harus menunggu sampai pagi?" Miya berusaha mengusir amarah karena adegan di hadapannya.

Alex tersenyum nakal. "Iseng." , jawabnya singkat.

Om Dani tertawa keras sekali. "Mereka akan bermalam di tengah hutan. Aku penasaran berapa banyak bekas gigitan nyamuk esok hari."

Namun Miya tidak bisa tertawa. Perutnya mual melihat kedua orang di layar itu tengah berciuman. Dengan cepat Miya merebut remot dari Alex dan mematikan televisinya. Alex dan Om Dani berhenti tertawa seketika.

"Maaf." Miya tau sikapnya telah mengubah suasana.

Alex terlihat bingung, "Tidak, Miya. Aku yang minta maaf karena tidak peka."

Miya merasa dadanya sangat sesak. Sangat sesak seperti ia hanyalah balon yang akan meledak. Hatinya sangat kacau. Kenapa ia merasakan hal ini justru saat semuanya berakhir? Harusnya ia bahagia sekarang.

"Alex, aku mau mandi.", Miya ingin sendirian. Miya tidak mau menangis di depan mereka terutama Om Dani.

Alex segera berdiri, "Oh, iya. Iya, Miya." Alex keluar sambil menarik tangan Om Dani dan Om Dani keluar dengan sukarela.

"Hei, kenapa pintunya tidak ditutup rapat?", Terdengar Om Dani berbisik di depan pintu.

"Sshhtt. Biarkan saja begitu. Ayo kita ke ruang tamu."

Miya tau Alex sangat peduli padanya. Ia baik dengan ketulusan yang tidak masuk akal. Miya sangat bersyukur bisa mengenal Alex. Walau pertemuan pertama mereka bukan karena alasan yang mulia.

Miya menanggalkan semua pakaiannya dan berendam di kamar mandi. Iya berharap air dingin bisa menenangkannya tapi justru hatinya semakin sakit. Sakit sekali. Ia tidak bisa menahan sesak di dadanya. Ia hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

_____________________________

Jangan lupa follow aku dan masukkan ceritaku ke koleksi agar kalian dapat notifikasi saat ada bab baru. Berikan vote jika kalian menyukai ceritanya. Lalu berikan kritik, saran dan apresiasi di kolom komentar agar aku selalu semangat untuk menulis. Terima kasih. Enjoy in Wattpad. 😊

Poor SecretsWhere stories live. Discover now