28. Melepaskan (S1-Selesai)

3.2K 170 10
                                    

Miya melihat mobil hitam memasuki halaman rumahnya. Miya sengaja membiarkan pagar terbuka lebar sejak semalam. Ia akan membiarkan mereka masuk, dan seperti pagar yang terbuka lebar ia juga akan melepaskan mereka. Miya keluar sambil membawa satu tas terakhir dan meletakkannya di samping koper yang sudah menunggu lebih dulu di luar.

Mata Miya sedikit sakit karena terlalu banyak menangis. Tapi pagi ini Miya menggunakan make up dan berharap ia tidak terlihat menyedihkan. Jujur saja, saat ini Miya justru sudah tidak bisa menangis lagi. Setelah air mata yang keluar karena banyak hal, yang tersisa saat ini hanya kehampaan dan perasaan ingin menyelesaikannya dengan cepat.

Vino, orang yang selama ini ia panggil papa, turun dari mobil. Melirik Miya dan tas-tas di depan rumah, Vino terlihat sedang menilai. Ia berjalan ke sisi penumpang dan membuka pintu untuk Ryan.

Ryan turun dari mobil. Terlihat ketakutan , Ryan berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Vino tapi Vino menahannya dengan erat. Sekarang jelas sekali Ryan, Mas Ryan, suami yang ia sayangi, tidak lagi menutup-nutupi feminitasnya. Miya menertawakan diri dalam hati, betapa bodohnya Ia hingga bisa tertipu selama bertahun-tahun.

"Miya," Ryan bicara dengan suara yang sangat pelan. "A-aku," Ryan terlihat kesulitan bicara.

"Kau terlihat tidak kaget melihat kami datang bersama, Miya." Vino menggantikan Ryan bicara.

"Kenapa aku harus kaget?", Miya kesal karena suaranya tidak setegar yang ia harapkan. Ia tidak boleh terlihat lemah sama sekali.

"Kau-" Vino memikirkan kalimatnya dengan hati-hati. "-Sudah tau?"

"Tentang hubungan kalian?" Miya menatap kedua laki-laki di hadapannya. Miya sekarang menatap Ryan dengan lekat. "Ya."

Ryan terlihat sangat kaget, sedangkan Vino terus menganalisa situasi. "Miya, ku rasa kita harus bicara di dalam , ada banyak hal yang ingin kami bicarakan."

Miya merasakan kemarahan dalam dirinya. "Apakah itu perintah?"

Kali ini Vino terkejut. "Apa?"

"Ku tanya, apa itu perintah?"

"Bukan , aku-"

Miya tidak suka situasi ini. Mereka terlalu lama berada di rumahnya. "Ini rumahku. Dan kalian bukan tamu yang ingin kuajak masuk." Miya menatap Ryan dan berharap Ryan bisa merasakan kebenciannya. "Ini barang-barangmu. Pergilah. Aku akan mengurus perceraian, pastikan kau mempermudah prosesnya."

Vino terlihat khawatir saat melihat Ryan mulai syok. "Baiklah,Miya. Aku sebenarnya kesini untuk mengatakan padamu, aku membebaskanmu. Kau tidak perlu lagi,"

"Membebaskanku?" Miya tertawa kesal. "Aku membebaskan diri." Miya melihat luka garukan di kaki Vino. "Sepertinya kau cukup senang tidur di hutan semalam?"

Vino terlihat marah, "Kau?!"

Miya tidak lagi merasa takut pada Vino. Bagi Miya, Vino hanyalah pecundang menyedihkan. "Kau tidak menyangka aku pelakunya?". Miya berusaha terlihat kejam dan berkata pada Ryan, "Sayang sekali kau keluar tanpa oleh-oleh. Harusnya mereka memotong penismu yang tidak berguna itu."

Miya merasakan tubuhnya limbung setelah tangan Vino menampar pipinya. Miya terhuyung kesamping dan berpegangan pada pilar rumahnya. Telinganya berdenging. Ryan berusaha menenangkan Vino, dan menghampiri Miya. "Miya, kau tidak apa-apa?" Miya mendengar suara Ryan di dekatnya. Suara menjijikkan yang dulu pernah ia puja.

"Pergi." Miya berdiri tegak. "Pergi!"

Vino menarik tangan Ryan, "Ryan, ayo kita pulang."

"Benar. Pulanglah ke rumahmu." Miya berjalan masuk kerumah dan keluar lagi membawa Ibu yang sudah berada di kursi roda. "Bawa Ibu kalian. Pulanglah."

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang