3. Alasan

18K 293 1
                                    

Miya menata meja makan. Menu hari ini tidak mewah karena Miya sedang letih. Setidaknya makanannya bergizi cukup. Miya tidak tau bagaimana makan suaminya di luar sana. Jadi Miya mau suaminya makan dengan baik di rumah.

Miya duduk dan menunggu Ryan yang langsung mandi begitu sampai di rumah. Hanya menunggu 5 menit, Ryan menghampiri meja makan.

"Kamu masak sendiri?" Miya melihat kerutan di antara alis suaminya. Apa ada yang salah dari masakannya?

"Iya mas. Maaf ya menunya sederhana. Mas kurang suka ya?" Miya menyesal, harusnya ia pulang lebih awal tadi agar bisa menyiapkan yang lebih baik.

"Mas kan sudah bilang, kamu jangan capek-capek. Mas tidak apa-apa kok kalau beli makanan di luar. Lihat kantung matamu itu. Kamu pasti kelelahan." Wajah Ryan jelas menunjukkan kekhawatiran.

Miya meremas tangan suaminya dengan lembut. "Maaf ya, bikin mas khawatir. Miya ga secapek itu, kok. Setelah tidur pasti mukanya fresh lagi."

"Ya sudah, makan, yuk. Mas lapar."

Ryan memang sangat perhatian dari dulu. Ia tidak suka jika terjadi apa-apa pada Miya. Bahkan jika kulit Miya lecet sedikit saja, Ryan segera mengambil obat dan plester. Agar tidak berbekas katanya.

Ryan juga orang yang sangat peka. Bahkan untuk hal-hal kecil sekali pun. Miya heran, bagaimana ia bisa menutupi rahasia selama ini. Tapi itu pasti karena Ryan selalu berpikir positif dan sangat mempercainya. Hati Miya teriris, merasa bersalah mengingat hal buruk yang ia lakukan di belakang Ryan.

"Sayang," suara Ryan memanggilnya

"Iya, Mas."

"Coba kamu telpon Bi Ratih. Kira-kira kapan dia kembali. Sudah seminggu Ia di kampung, mungkin anaknya sudah sembuh." kata suaminya sambil mengunyah.

Bi Ratih adalah pembantu di rumah ini. Namun saat ini Bi Ratih sedang pulang kampung karena anaknya yang sakit. Anak Bi Ratih biasanya dititipkan di neneknya. Karena Miya tidak memperbolehkan Bi Ratih membawa anaknya untuk tinggal bersama.

Kejam memang, bukan karena Miya tidak suka anak kecil. Justru Miya sangat menyukai anak kecil. Tapi orang tua Miya selalu menyuruh Miya segera memiliki anak , setiap mereka melihat anak kecil. Kalau ada anak kecil di rumah ini, orang tua Miya akan menanyakan anak setiap mereka berkunjung.

Miya belum mau punya anak. Setidaknya untuk saat ini. Miya sudah punya planning, saat tabungannya cukup untuk menopang seluruh kebutuhan keluarganya setidaknya kebutuhan untuk 5 tahun ke depan, Miya akan berhenti jadi pelacur. Saat Miya sudah benar-benar berhenti. Miya akan memiliki anak bersama Ryan.

Bagaimana jadinya jika Miya memiliki anak saat posisinya masih menjadi pelacur? Miya tidak mau membayangkan. Untungnya Ryan juga tidak pernah membahas soal anak pada Miya.

"Iya mas, nanti ku telpon. Kalau anaknya belum sembuh, kita kirim uang bantuan ya? pasti Bi Ratih kesusahan di sana." Bagaimana pun anaknya sakit pasti karena jauh dari ibunya, pikir Miya.

"Iya sayang, yang menurut kamu baik aja." Ryan berdiri. "Mas sudah selesai makan, mas ke kamar ya mau rebahan."

"Iya, Mas. Aku mau beberes dulu. Terus nengokin Ibu di kamar."

Alis Ryan berkerut lagi, "Ingat, jangan sampai kecapean."

"Iya masku yang bawel" Miya tertawa. Benar-benar deh mas Ryan ini.

Sejujurnya, Miya memang kelelahan. Selain kewajibannya mengurus rumah, Miya juga mengurus Ibu Mertuanya yang sedang struk. Ibunya Mas Ryan sudah struk sejak awal mereka menikah, namun kondisinya terus memburuk.

Saat ini, Ibunya sudah tidak bisa lagi duduk. hanya bisa tiduran. Jadi beberapa kali dalam sehari, Miya harus ke kamar Ibunya untuk menyuapi makanan, mengganti popok, juga memiringkan badan Ibunya. Kata dokter, kalau ibunya dibiarkan terlentang terlalu lama punggung ibunya bisa luka, infeksi bahkan sampai berlubang.

Kalau Miya sedang di luar, Miya biasanya memberikan kunci rumah ke Bu Imas tetangga sebelah dan meminta tolong untuk menggantikan tugas Miya sementara. Tentu Miya memberikan uang sebagai ucapan terima kasih. Bu Imas awalnya menolak uangnya, tapi Miya berhasil memaksa Bu Imas untuk menerimanya.

Orang tua Miya sebenarnya menawarkan membantu. Tapi Miya tidak mau merepotkan orang tuanya. Ayah Miya sudah berusia 71 tahun. Sedangkan Ibunya juga hampir berusia 60. Miya yakin Ibunya juga sudah kesulitan merawat Ayahnya. Tapi Miya saat ini hanya bisa memberi bantuan finansial. Usia orang tuanya bukan lagi usia kerja. Dan Ayah Ryan sudah lama meninggal saat Ryan masih remaja.

Inilah yang membuat Miya terpaksa jadi pelacur. Ryan tidak tau biaya yang harus dikeluarkan untuk mengobati Ibunya. Miya tidak mau Ryan bersedih. Miya mengatakan biaya pengobatan dan semua obat-obatan ibunya ditanggung asuransi kesehatan dari pemerintah. Padahal asuransi itu hanya menanggung sebagian kecilnya. Belum lagi Miya harus membayar dokter yang berkunjung secara berkala untuk check up ibunya.

Jika hanya mengandalkan gaji Ryan sebagai kurir pengantar barang, semua itu tidak cukup. Ryan saat ini hanya tau Miya bekerja di hotel bagian administrasi. Dan sering kali harus lembur karena tugas yang menumpuk.

Miya bertekad bekerja lebih keras. Agar ia bisa secepatnya berhenti dari pekerjaan hina ini.

______________________________

Jangan lupa masukkan ke koleksi agar kalian dapat notifikasi saat ada bab baru. Berikan vote jika kalian menyukai ceritanya. Lalu berikan kritik, saran dan apresiasi di kolom komentar agar aku selalu semangat untuk menulis. Terima kasih. Enjoy in Wattpad. 😊

Poor SecretsWhere stories live. Discover now