7. Grace

8.3K 197 3
                                    

Miya pulang ke rumah dan Ryan sudah sampai lebih dulu.

"Maaf ya Mas, aku telat pulangnya." Tadi Miya tertidur pulas sekali bersama Alex. Kalau saja Grace tidak datang dan membangunkannya Miya pasti pulang lebih larut.

"Iya sayang, Grace sudah mengabari tadi. Kamu pasti kelelahan, istirahatlah lebih dulu."

Ryan mengenal Grace sebagai salah satu rekan kerja Miya. Selain mengurus kebutuhan Miya dan menjadi perantara antara Miya dan Papa, Grace juga yang bertanggung jawab mengabari Ryan jika Miya telat pulang seperti ini. Miya tidak pandai berbohong, jadi Miya mempercayakan urusan ini pada Grace.

"Bagaimana, Ibu?"

Ryan mengelus kepala Miya. "Kan sudah ada Bi Ratih sayang. Istirahatlah. Mas masih mau merokok di luar."

"Baiklah, Mas"

Miya merebahkan dirinya di kasur dan menelpon Grace.

"Grace, Papa sudah mengurus Pak Bobby?"

Grace menjawab di ujung telpon, "Tenang Miya, semua sudah di urus. Memang sebenarnya apa yang terjadi?"

"Pak Bobby minta menikah denganku, Grace. Gila, kan? Aku sudah menolaknya dengan sopan. Tapi dia malah mengamuk. Dia bilang dia sudah menyewaku 4 kali dan uang itu harusnya cukup untuk melamarku." Miya merinding membayangkan kejadian itu.

Miya masih mengingat kata-kata Pak Bobby untuknya, "Aku tau kau juga mencintaiku. Itu sebabnya kau selalu tersenyum padaku, kan? Kau menolakku agar aku mengeluarkan uang lebih banyak, kan? Dasar Jalang."

"Benar-benar gila," jawab Grace. "Papa sudah mengurusnya dengan baik. Tenang saja, orang gila itu tidak akan mengganggumu lagi. Kamu percaya pada Papa, kan?"

Papa. Orang itulah yang dulu mengutus Grace dan mengajak Miya untuk terjun ke dunia ini. Saat itu, Grace hampir putus asa karena untuk pertama kalinya ibu mertuanya tidak bisa bangun dari tempat tidur dan sama sekali tidak bisa membuka mulutnya. Dan biaya perawatan Ibunya sangat mahal.

Miya bukan orang miskin, walau bukan juga orang yang kaya raya. Orang tua Miya memiliki 2 rumah kecil, 1 rumah yang ditempati Miya saat ini sedangkan 1 lagi masih ditinggali oleh orang tua Miya. Hanya saja masalah terus datang bertubi-tubi sampai keuangan Miya jadi kekurangan.

Sampai saat ini, Miya belum pernah bertemu orang yang disebut Grace sebagai Papa. Katanya bisnis ini sangat berbahaya, dan Papa adalah seorang muncikari yang tidak mau mengambil banyak resiko. Itu sebabnya perlu Grace sebagai asisten. Papa menangani semua urusan marketing dan keuangan, sedangkan Grace yang menjadi penghubung sekaligus menyiapkan semua kebutuhan Miya. Mobil yang saat ini dipakai Miya juga pemberian Papa.

Kata Grace, sebagai penghibur Miya butuh mobil untuk membantu pekerjaannya. Kadang kala Miya juga harus datang ke pesta mewah yang diadakan oleh pelanggannya.

Miya sempat khawatir bagaimana menjelaskan ini pada Ryan, tapi Grace lagi-lagi membantu dengan sangat baik.

"Ya, aku percaya pada Papa. Lalu apa Papa sudah tau soal aku melayani Alex?"

"Papa tau. Dia tidak marah. Justru menurutnya itu tindakan yang bagus. Itu bisa menambah peluang ia menjadi pelanggan tetapmu. Alex klien yang potensial, Miya. Kau harus baik padanya."

"Baiklah, Grace. Terima kasih bantuannya. Maaf merepotkanmu terus. see u." Miya menutup teleponnya.

Miya menutup matanya dan tanpa sadar tertidur.

******

Miya terbangun paginya dan merasakan wajahnya lembab dan segar. Miya melihat Sheet Mask bekas di tempat sampah. Pasti Ryan yang memakaikannya masker. Miya tersenyum.

Ryan dari dulu memang sangat peduli pada kulit. Miya memperhatikan wajah Ryan yang masih pulas tertidur di sampingnya. Miya tidak tau bagaimana bisa wajah suaminya semulus itu. Apalagi, Ryan juga rajin olahraga, dan itu membentuk badan suaminya dengan baik.

Miya mandi, membantu Bi Ratih di dapur, menyuapi Ibunya, lalu membangunkan Ryan. Setelah mereka makan bersama , Ryan berangkat kerja.

Pesan dari Grace,
"Kamu mau bekerja hari ini? Atau mau istirahat saja? Kamu melalui hari yang kurang baik kemarin."

Miya membalas,
"Aku tidak apa-apa. Apa ada jadwal tamu hari ini?"

Miya harus terus menabung, supaya bisa cepat berhenti dari pekerjaan ini.

"Tidak ada. Kalau ada tamu mendadak aku akan mengabari. Ada pesanan untukmu besok malam. Pak Rudi merayakan ulang tahunnya yang ke-40 di Bima Hotel. Acaranya formal, aku sudah menyiapkan dress untukmu. Mau makan siang bersama hari ini?"

"Oke."

Miya melanjutkan aktivitasnya, membereskan kamar, mengelapi badan Ibu dengan handuk basah hangat, menyiram rumput di depan rumah, dan menghitung pengeluaran bulan ini.

Miya selalu berusaha mengatur keuangannya dengan baik. Supaya uang tabungannya bisa cepat terkumpul.

Jam 11.30 Miya menuju Restoran Shusi yang terkenal di kota ini. Grace sangat suka shusi. Bukan berarti Miya tidak. Dibanding shusi miya lebih suka seafood yang diolah dengan bumbu Indonesia. Dipepes, dibakar dengan bumbu kecap, dipindang, disantan, ditumis sambal, saus tiram, dan lain-lain itu lebih menggugah selera.

Parkirannya hampir penuh, pasti restorannya sedang ramai. Benar saja, hampir semua meja terisi penuh. Miya kebingungan mencari Grace. Terlihat ada tangan yang melambai padanya. Ah, itu Grace.

"Ramai sekali." Miya menggerutu

Mata Grace terlihat berbinar. "Tentu saja! Hari ini ulang tahun ke 7 restoran ini. Ada diskon 30%." Grace cengengesan.

Miya tertawa. "Pantas saja." Miya mengamati makanan yang sudah siap di hadapannya, "Apa aku sedang ditraktir?"

"Yap." Grace menjawab mantap

Setelah percakapan ringan hampir setengah jam, Grace akhirnya menjelaskan tentang pesanan Pak Rudi.

"Kamu nanti parkir di parkiran tamu khusus ya. Ini kartu VIP dari Pak Rudi." Grace menyerahkan sebuah card hitam yang elegan. "Kamu tinggal menunjukkannya di gerbang hotel maupun di pintu masuk ballroom."

Grace memilah beberapa kantong belanjaannya dan memberikan satu. "Ini dress mu. Lalu pesan khusus dari Pak Rudi," Grace merendahkan suaranya, "jangan pakai celana dalam."

"Oke," Miya mengangguk. "Hanya itu?"

"No. satu lagi." Grace menyerahkan satu kantong belanja lagi. "Pakai High heels, Miya. High Heels." Grace memberi tekanan dalam nada bicaranya

Alis Miya berkerut, "Aku punya High Heels."

Grace menggeleng. "Beberapa kali kamu ke pesta, heels yang kamu pakai cuma sendal dengan hak 5cm. Pakai ini. Jangan menolak lagi."

Miya merasakan firasat buruk. Miya membuka kotak sepatu itu dan cemberut. Sebuah stiletto berwarna merah. Tinggi sekali. ini pasti belasan cm.

Grace mengamati wajah Miya, "Kalau kau tidak memakainya, aku marah."

Miya menyerah, "Baiklah."

Miya berharap, besok malam berlalu dengan cepat.

______________________________
Jangan lupa masukkan ke koleksi agar kalian dapat notifikasi saat ada bab baru. Berikan vote jika kalian menyukai ceritanya. Lalu berikan kritik, saran dan apresiasi agar aku selalu semangat untuk menulis. Terima kasih. Enjoy in Wattpad. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang