(S2) 12. Pasangan

2K 141 5
                                    

Seperti biasa. Hal yang sudah ditentukan Alex bukanlah hal yang mudah untuk dibatalkan. Alasan-alasan yang diberikan Miya untuk menunda pertemuannya dengan Ayah Alex disingkirkan dengan lugas oleh Alex. Miya sedikit mengeluh , inilah yang terjadi jika menjalin hubungan dengan laki-laki yang suka mendominasi seperti Alex. Tapi setidaknya apa yang Alex inginkan adalah hal yang tepat dan baik, sepertinya. Miya hanya sulit menyingkirkan imajinasi horornya menimbang Miya kurang tau bagaimana Ayah Alex akan menanggapi dirinya. Alex menyetir dengan pelan, seakan memberi waktu lebih bagi Miya untuk menenangkan diri yang padahal justru membuat Miya semakin gelisah.

"Bagaimana Ayahmu? Em, aku yakin dia orang yang baik, maksudku apakah dia tipe orang yang cukup tegas?" Tanya Miya hati-hati. Miya menyadari ini pertama kalinya Miya bertanya mengenai keluarga Alex. Selain Om Dani yang sudah pernah bertemu karena suatu masalah, Miya tidak tau apapun mengenai kehidupan pribadi Alex.

"Dia cukup tegas. Aku jarang bisa menyanggah jika dia sudah berbicara." Jawab Alex dengan jujur. Miya semakin ciut mendengarnya. "Namun jangan khawatir, walau memiliki banyak ultimatum selama ini Ayah cukup membebaskanku memilih keputusan. Aku yakin dia akan menerimamu."

Miya ingin menenggelamkan diri di kursinya. "Bagaimana jika ia tak menyukaiku?"

"Aku akan memaksanya menyukaimu." Alex menyeringai.

Miya menjewer telinga Alex. Miya belum pernah berhadapan dengan orang tua pria dari kekasihnya, dahulu Mas Ryan tidak punya Ayah sedangkan Ibu adalah wanita yang sangat lembut. "Bagaimana dengan Ibumu?"

"Kau bisa menyingkirkan kekhawatiran untuk itu, aku tidak punya Ibu." Jawab Alex santai sambil mengelus rambut Miya.

"Maaf." Miya kesulitan bisa memberi tanggapan lain yang pas. Ia baru tau.

"Ibuku meninggal saat aku masih sangat kecil, jadi aku tidak memiliki cukup kenangan untuk merasa sedih dan merindukannya. Santai saja."

"Kadang tidak butuh kenangan untuk merindukan orang lain, Lex. Sama seperti kadang tidak butuh alasan untuk mencintai orang lain." Ucap Miya perlahan. "Kau tau kan? Aku tidak punya kakak, tapi kadang aku merindukannya."

Melepaskan sebelah tangan dari kemudi, Alex menggenggam tangan Miya. "Aku akan mengisi bagian kakak yang kau rindukan itu."

"Sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa mengisi bagian Ibu yang tidak kau miliki, tapi aku akan berusaha jadi wanita yang mendampingimu apapun situasinya." Merasa wajahnya memerah, Miya membuang muka. "Oke, kalimatku menjijikkan."

Alex tersenyum. "Thanks."

Miya memantapkan hatinya. Alex sudah memberi jalan dan yakin akan keputusannya, Miya hanya tinggal mengikuti dan berusaha agar Ayah Alex menyukainya.

Masuk ke sebuah perumahan elite yang selama ini hanya Miya kagumi sembari lewat, Miya merasa kerdil di tengah rumah-rumah besar yang penghuninya entah di mana. Rumah Miya bukanlah rumah yang kecil jika dibandingkan rumah-rumah tetangganya. Tapi jika rumah Miya berada di sini, Miya rasa rumahnya akan menjadi rumah terkecil. Sekali lagi menyadari kekayaan Alex, Miya kembali menciut, apakah ia boleh lancang seperti ini? Menginginkan Alex menjadi pasangannya dengan kondisinya yang pas-pasan dan masa lalunya yang hina.

Pagar rumah terbuka dari dalam oleh seorang pekerja dan Mobil Alex memasuki halaman rumah besar bercat putih. Warna yang membuat Miya merasa khawatir untuk menempelkan telapak tangan ke dindingnya. Asri dengan taman yang terawat, membuat fakta tidak adanya seorang Ibu di rumah ini menjadi tidak relevan. Alex menggandeng tangan Miya dan membuka pintu rumah. Mengabaikan semua kemegahan di dalamnya, Miya berkonsentrasi pada orang yang akan di hadapinya. Ayah Alex.

Ayah Alex duduk di meja makan dan dengan senyum ramah Pria itu bangun mengulurkan tangannya. "Miya, selamat datang. Alex sudah memberitahukan kedatanganmu."

Miya menyambut uluran tangan itu dan menyalaminya. "Maaf mengganggu makan malam Bapak." Miya menjadi cukup tenang karena Ayah Alex terlihat sama gugupnya.

"Tidak. Tidak, Miya. Maaf ya persiapan makan malam ini kurang sempurna. Ini berkat Alex yang begitu mendadak memberitahu." Ayah Alex memberi tatapan galak dan Alex berpura-pura tidak mengerti.

"Gaunmu bagus sekali, Miya. Kamu terlihat cantik." Ujar Ayah Alex. Sekarang Miya tau dari mana Alex belajar pujian basa basi itu.

Alex mengangguk setuju. "Kami mengunjungi Marie kemarin."

Kerutan terlihat di dahi Ayah Alex. "Marie? Sudah Ayah bilang jangan dekat-dekat dengannya."

Alex hanya mengangkat bahu. "Dan Alex sudah pernah bilang Marie bukan gay, dia hanya feminim tapi masih menyukai wanita."

"Apa kegiatan kamu saat ini Miya?" Tanya Ayah Alex pada Miya menyudahi pembicaraannya dengan Alex.

"Saya hendak memulai bisnis restoran, Pak."

Ayah Alex mengangguk-angguk. "Bagus sekali. Berarti sebelumnya sudah pernah bekerja di restoran ya?"

Miya menunduk malu. "Sejujurnya saya tidak punya pengalaman dalam restoran atau bisnis apapun."

Ayah Alex menatap Alex dan Miya bergantian. "Kamu tau itu berisiko, kan? Bukannya saya ingin menakut-nakuti, tapi memulai bisnis tanpa pengalaman adalah hal yang sangat sulit. Saat kuliah, kamu magang di mana?"

"Saya tidak kuliah, Pak."

"Oh." Ayah Alex terlihat kecewa tapi kemudian berusaha memaklumi. "Berarti apa kegiatanmu setelah lulus sekolah menengah? Kau disibukkan oleh bisnis orangtuamu ya?"

Melihat Miya kesulitan menjawab, Alex berusaha mengalihkan pembicaraan Ayahnya. "Ayah, ayamnya menggoda sekali. Kapan mulai makannya?"

Ayah Alex tersadar dan menawarkan makan. "Maaf ya Miya. Acara kita makan malam tapi saya malah lupa menawarkan makanannya. Mari makan."

__ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __

100k view dan 2k vote . Terima kasih readers yang setia mengikuti Poor Secrets hingga saat ini. Maaf atas alur yang sedang lambat saat ini, dinikmati saja ya.
Kalau berkenan, author mau buka QnA. Kalian bebas tanya apa aja di kolom komentar. 😊

Next part's Spoiler : Ada yang anteng berduaan di kamar.

Poor SecretsWhere stories live. Discover now