29: Kismet

148 21 45
                                    

RATHER THAN HIM 彡Kismet; fate, destinySaiShimuraSai

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

RATHER THAN HIM 彡
Kismet; fate, destiny
SaiShimuraSai

.
.
.


"Sasuke? Kau masih bagun?"

Mimpinya buyar, tercerai-berai. Panggilan tadi telah tadi telah berjasa mengoyak tidurnya yang terasa begitu singkat untuk sekedar dilalui. Kedua netra beriris gelap menampakkan sosok ke permukaan dengan sisa kantuk yang masih kental di pelupuk, serta kuap pada kedua belah bibir bersamaan dengan kesadaran yang belum rampung seluruhnya. Barangkali kesadaran si pucat masih membekas di ranjang kusut yang saat ini tengah diduduki ketika bisingnya panggilan itu menembus keheningan kamar. Bisa jadi pula diam-diam bersemayam dalam bantal, seperti kolam dadakan yang tercipta di sana tanpa diminta.

Suara Sasuke di ujung panggilan satunya lantas terdengar, meski samar-samar, "Iya. Bagaimana kabarmu?"

Oh, well, sebenarnya Sai tidak berniat mengakui secara gamblang bahwa dia baik-baik saja. Tetapi, seolah sudah tidak bisa dibedakan antara kebutuhan atau memang sudah jadi kebiasaan, pria dengan piyama hitam bergaris-garis itu lantas menukas, dengan nada jail seperti selalu, bersama tawa renyah yang turut masuk ke dalam percakapan via telepon itu, "Wah, apa sekarang kau mulai khawatir padaku?"

Tapi, jawaban selanjutnya yang dilontarkan Sasuke tak pernah menjadi pertanda baik sama sekali.

"Iya! Kalau khawatir memang kenapa?! Sekilas aku melihatmu seperti akan pecah saat luruh ke lantai, sebenarnya tulangmu selunak apa, hah?! Pudding saja masih lebih baik daripada daya tahan tubuhmu!"

Untuk sekilas, Shimura tidak yakin dia harus menjawab dengan kata-kata macam apa. Sai bukan orang yang akan jujur dengan cepat apabila dia sedang tidak baik-baik saja. Bukan berarti dia ingin memberi teka-teki pula, hanya saja dia sudah lama terbiasa. Terbiasa melakukan apa-apa seorang diri, terbiasa mengabaikan diri sendiri, pun cukup terbiasa menekan pikiran egoisnya untuk mati.

Sai tidak suka didesak begini, tentu saja, siapa juga yang senang diperlakukan serupa? Namun, mendengar nada suara khawatir yang tak pernah dia sangka akan keluar, Shimura tidak bisa untuk berlagak tak peduli dengan mudahnya.

Dia tahu Sasuke adalah satu dari sekian banyak manusia yang cukup sulit menunjukkan afeksi, dia tahu perasaan Sasuke padanya itu nyata— meski si Uchiha sendiri tengah berada di ambang problema antara memilih menyatakan secara terang-terangan ataukah dipendam diam-diam.

Sai tidak buta, dia bukan orang idiot, dia tidak sebodoh itu untuk mengetahui bagaimana tatapan si bungsu Uchiha padanya setiap hari. Sai tahu, tapi dia tidak tahu bagaimana menanggapinya supaya siapa pun tidak mengalami kerugian, supaya dia dan Sasuke masih bisa bersikap selayaknya teman serumah seperti biasa.

"OI! Jawab!"

"A-ah, maaf, Sasuke. Aku mengantuk." Sai refleks menjawab, tidak tahu harus merespons apa lagi di detik berikutnya sampai si pria November menarik napas, lantas menukas, "Ada apa tadi? Kau bilang apa? Maaf aku malah—"

[Sho-Ai] RATHER THAN HIM 彡 • SasuSaiInoDove le storie prendono vita. Scoprilo ora