36: Eleutheromania

71 13 25
                                    

RATHER THAN HIM 彡Eleutheromania; (n

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

RATHER THAN HIM 彡
Eleutheromania; (n.) a great desire for or obsession with freedom
SaiShimuraSai

.
.
.


Sai kerap bertanya-tanya, apa ada seseorang yang bisa menambal sepetak rindu dalam hatinya? Karena, setelah mencoba abai sekian lama, rasa-rasanya celah itu kian menganga, lantas lama-lama menjadi berongga, mengajak bagian lain ikut berlubang dan kosong melompong, seolah siap melumat dalam balutan resah tak berkesudahan—jenuh yang seakan tak pernah mati dan dirinya yang mulai merealisasi apa itu kesepian kembali. Barangkali, jawabannya ada di sudut-sudut rumah yang tak terjangkau, cahaya yang berpendar jingga tapi tersembunyi, dinding apartemen yang membisu, atau di balik buku harian usang yang ditulis tanpa pernah ditengok ulang karena alasan serupa 'hilang'.

Pria pucat tidak menampik betapa banyak hal yang telah terjadi di sekitarnya. Kematian sang istri, kelahiran buah hati, keberadaan musuh di sampingnya yang entah sekarang berstatuskan tetap ataukah telah berubah untuk yang kesekian kali, serta hubungan-hubungan dari mimpi masa lampau yang enggan putus sebelum menemu kata tuntas, berkelindan menyerupai simpul benang kusut acak-acakan. Shimura mendadak pening memikirkan kedatangan Sarutobi Asuma beberapa hari lalu, pria yang akrab dengannya sejak remaja nyatanya memang suruhan. Untuk sejenak, Sai merasa benar-benar dikhianati, perasaan tak terima yang memberi getir sekaligus sesak di kerongkomgan itu tetap ada, semakin menjadi-jadi ketika mimpi buruknya datang silih berganti, bekeras enggan pergi.

Namun, kemudian, lelaki kelahiran November kembali merenung lagi, menuju jam tidur yang terlampau terpotong karena memikirkan hal ini, kenyataan bahwa dia sama sekali tidak berniat kembali menjemput ketakutan masa kecilnya. Oh, tentu saja, siapa yang ingin berkabung dalam kabut bernama ketakutan absolut yang tiap jengkal udaranya dapat membuat napasmu tersendat air mata atau lendir dari hidung? Memikirkannya saja sudah muak, apalagi menjalani. Sai mengaku, bahwa dia tidak seberani itu—dan memang begitulah kenyataan di hadapan mata membentang dengan keliru, memaksanya berhenti ragu, yang malah jadi kian rumit.

Perasaan enggan itu semakin membuncah dari hari ke hari dan membuatnya kian resah. Kenapa pria tua itu ingin dia kembali setelah semua kejadian yang terlewati? Sai takut, demi Tuhan, takut sekali. Belum lagi dengan kenyataan bahwa bisa saja dia kembali ditatap tanpa perasaan, sorot yang menandakan bahwa dia hanya makhluk rendahan, serta panggilan bersemat nama yang sama sekali bukan 'dirinya'.

Ditatap sebagai orang lain bukan hal baru, tapi rasa sakitnya tak pernah membuat Sai merasa terbiasa. Barangkali kau akan berpikiran serupa setelah hidup di rumah itu, dengan sesuatu yang hanya dipahami jiwa anak-anak polos serta udara biru. Semuanya biru. Biru yang memuakkan dan membuat mual setiap hari, menjadikan sesiapa pun di dalamnya membenci sebuah eksistensi pengganti, termasuk ... diri sendiri.

Lelaki berusia awal dua puluhan tersebut menghela napas, wajahnya kuyu serupa orang yang tidak tidur selama beberapa hari, sedangkan benaknya sudah pergi luntang-lantung entah kemana—mungkin kembali pada rumah duka dimana foto istrinya tampak tersenyum di belakang sengatan dupa yang dinyalakan menjelang siang, mungkin pula pada sahutan Sasuke Uchiha di seberang telepon yang mengatakan hal serupa rindu dan katsudon dan janji akan segera bertemu, atau pada salah satu dapur mini apartemen Lotus di lantai lima. Masih sunyi, masih sepi, bersama teko teh yang mendadak berdesing cukup nyaring untuk merenggut segala kewarasannya kembali.

[Sho-Ai] RATHER THAN HIM 彡 • SasuSaiInoWhere stories live. Discover now