BAB - 45

7.8K 395 13
                                    

SELAMAT MEMBACA

- Sekarang, dia sudah mendapatkan yang sudah sepantasnya, sesuai dengan takdir Tuhan-

Suasana saat ini sungguh mencekam. Sangat menakutkan, lebih dari biasanya.

Kejadian ini terulang kembali. Kejadian berdarah yang tentu saja tak semua manusia menginginkannya.

Fadil terlihat sangat memprihatinkan sekarang, penampilannya tak terarah, wajahnya dipenuhi dengan kepanikan, sedikit pun tak ada rasa bahagia di sana.

Setelah sampai di rumah sakit, Nada langsung dibawa ke UGD, guna mendapatkan pertolongan pertama.

Sangat sulit dibayangkan, bagaimana teriakan demi teriakan keluar dari mulut Fadil, berusaha membangunkan Nada yang terpejam. Gadis itu berhasil membuat hatinya hancur berkeping-keping. Tak bersisa.

Yang dapat dilakukannya sekarang hanyalah menunggu hasilnya, apakah orang yang ia cintai akan selamat, atau justru pergi meninggalkannya, selamanya.

Sambil merangkul tubuh Raya yang saat ini termenung tak mengerti apa-apa, keduanya duduk di bangku tunggu.

***

Di atas motornya, Abi melesat, melajukan kuda mesinnya dengan kecepatan normal. Namun, seorang umi di belakangnya tampak tak sabar.

"Abi, bisa ngebut lagi, gak? Umi udah gak sabar."

Meskipun suara uminya terdengar samar, namun dari balik helmnya, Abi masih dapat mendengarkan. "Bahaya, Mi. Jalanan lagi ramai, bisa-bisa kecelakaan," tolaknya, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

Terukir rasa kecewa dari wajah perempuan paruh baya itu. Anaknya benar, dirinya tak bisa egois, bagaimana pun, keselamatan adalah nomer satu.

"Emang kamu yakin, kakak kamu tinggal di sana?" tanya uminya yang menutupi rasa ketidaksabarannya.

Abi mengangguk yakin. "Iya, Mi. Abi sudah beberapa kali ketemu Kak Nada."

Semburat senyum puas bercampur lega kini terbit di wajahnya yang sudah keriput. Sebuah momen yang ia impikan selama ini, akan segera terwujud.

Sepuluh menit berlalu, dan kini keduanya berhenti di depan rumah yang berdiri dengan gagah.

"Ini tempat tinggal Nada, Bi?" tanya umi tampak tak percaya.

Abi melepaskan helmnya. "Iya, Mi. Ayo, Mi, kita panggil."

"Iya."

Tok! Tok! Tok!

Meskipun awalnya ragu untuk mengetuk pintu, Abi tetap memberanikan dirinya. Mengingat Fadil selalu merasa risih ketika melihat dirinya bersama Nada, Abi sudah menyadari jika ada perasaan berbeda dari Fadil.

Pria itu menyukai kakaknya.

Setelah mengetuk pintu dan menunggu beberapa menit, akhirnya pintu terbuka, menampilkan sosok perempuan tua dengan celemek terpasang di tubuhnya.

Dikhitbah Pak DosenHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin