BAB - 27

5.5K 386 14
                                    

SELAMAT MEMBACA

"Cinta yang sebenarnya bukanlah rasa yang selalu ditampakkan, mendoakan orang yang kau kagumi dalam diam, lebih baik dari sekadar cinta."

Abi. Pria itu terus saja melangkah dalam kegelapan malam.

Earphone yang ia kenakan, memutarkan lagu favoritnya.

Mulutnya bergerak seraya mengikuti alunan lagu yang terdengar di telinganya.

Sebenarnya angin malam kala itu sangat dingin, menusuk kulit siapa saja yang dilaluinya, beruntung ia tak lupa untuk menbawa jaket di tangannya.

Sejenak, Abi menghentikan langkah, kepalanya mendongak memerhatikan setiap kemerlap bintang yang menyala, senyumnya merekah, bersama harapan yang ia gaungkan di sana.

"Aku tahu, rasa ini bukanlah rasa biasa, ada perasaan yang saling terhubung antara aku dan dia, dan aku akan segera menemukannya," gumam pria itu pelan.

***

"Assalamualaikum, umi. Abi udah pulang," seru Abi seraya melepaskan jaketnya.

"Waalaikumussalam, tumben malem gini baru pulang, Bi. Dari mana aja?" tanya sang umi, orang tua tersayang dari Abi.

Abi menyeret langkahnya menuju sofa. "Tadi ada urusan sebentar, Mi."

Merasa penasaran, akhirnya umi pun ikut duduk di samping puteranya. "Masalah apa, sih? Kok umi gak tau?"

Abi menghela napas pelan. "Wanita itu, Mi," kata Abi, pandangannya seakan kosong ke depan.

Perempuan paruh baya itu mengerutkan dahinya bingung. "Wanita? Siapa, Bi?"

Abi mengalihkan pandangan ke uminya. "Gak tau, Mi. Tapi perasaan Abi, seolah ada hubungannya sama dia."

"Siapa wanita itu?"

"Namanya Nada."

"Nada?"

***

Seperti biasa. Nada bersiap-siap pagi sekali hari ini.

Sebagai seorang asisten dosen, ia harus selalu siap jika dirinya dibutuhkan.

Sama seperti sekarang, ia mendapat tugas untuk merekap nilai praktik para teman sekelasnya. Sungguh menyenangkan bisa melihat nilai lebih dulu.

"Ayo, Pak. Saya sudah siap!" seru Nada. Gadis itu tampak bersemangat kali ini.

Fadil yang sudah lima belas menit bersandar di mobilnya menunggu, hanya memasang wajah cemberut seperti biasa. "Terlambat lima menit, tadi kata saya cuma sepuluh menit."

"Gak apa-apa, Pak. Cuma lima menit doang, lagian tadi saya masakin sarapan temen saya tuh, maklumlah, dia itu cewe jadi-jadian, gak bisa masak, hihihi."

Dikhitbah Pak DosenWhere stories live. Discover now