BAB - 39

4.8K 346 2
                                    

SELAMAT MEMBACA

-Saat ini, yang kuharapkan hanyalah cahaya dalam kegelapan, meskipun setitik-

"NADAA! ASSALAMUALAIKUM!"

"Astaghfirullah, siapa sih, pagi-pagi udah teriak?" Bibi mengelus dada, lalu berjalan dengan niat membuka pintu.

Ketika pintu sudah dibuka, bibi melihat sosok gadis sepantaran dengan Nada, cengar-cengir dengan rantang ditangannya.

"Bi, Nadanya, ada?" tanya gadis itu.

"Kamu, temennya Nada, kan?" tanya bibi berusaha menebak.

Gadis itu mengangguk antusias. "Saya bukan temennya, Bi, tapi sahabatnya, saudara angkat juga, kami udah kayak kakak-adik."

"Owh, ya sudah, silakan masuk." Tak mau memperpanjang urusan, bibi langsung membukakan pintu untuk gadis yang bisa dibilang 'hyper active' itu. Siapa lagi kalau bukan Syifa.

"Nada ada di dalam, dia lagi istirahat, baru bangun tidur juga. Sekalian kamu kasih teh ini sama dia, ya. Bibi mau ke dapur bentar, mau masak sarapan," pinta bibi yang menyerahkan nampan kepada Syifa.

Awalnya gadis itu sempat kaget, namun sebisa mungkin ia menteralkan diri. Syifa mengangguk sembari tersenyum. "Baik, Bi."

"Terima kasih, ya."

"Iya, Bi."

Sebelum masuk ke dalam kamar Nada, sejenak Syifa mengedarkan matanya ke sekelilingnya.

Hanya satu kata. Menakjubkan!

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" Terdengar suara dari dalam sana. Syifa tersenyum lebar, ia merindukan suara itu.

Dengan perlahan, Syifa masuk ke dalam.

Senyumnya langsung merekah ketika matanya menangkap sosok Nada yang sedang duduk menatap ke luar jendela.

Namun, Nada tampak kebingungan. Ia tak mengingat gadis ini.

"NADA? YA AMPUN, GUE RINDU BANGET SAMA LO TAU GAK!" pekik Syifa yang langsung memeluk tubuh mungil di hadapannya.

Nada tersentak kaget, beruntung kepalanya sudah tidak merasakan nyeri lagi.

Masih dengan kepala yang diperban, Nada tersenyum kaku. "I–iya, tapi maaf, saya gak bisa napas."

"Eh?" Seketika Syifa melepaskan pelukannya. "Kok lo pake kata saya sih? Ah, gak asik amnesia lo! Gue kira amnesia lo cuma sehari, ternyata lama juga, ya."

"Maaf." Nada tertunduk.

"Lah, gapapa, kok." Syifa memegang tangan Nada dan menggenggamnya. "Gue yakin, lo pasti akan segera dapet kembali ingatan lo, dan kita akan senang-senang lagi."

Nada tersenyum mendengarnya. Ia memejamkan matanya, terdapat buliran air di sana. "Maafin aku, ya. Karena sudah lupa dengan semuanya, aku minta maaf." Meskipun tidak memakai kata 'saya' lagi, kata 'aku' sudah terdengar  mendingan di telinga Syifa.

"Eh, jangan nangis, dong. Gawat nih gue kena ceramah bapak dosen ganteng!"

"Dosen ganteng, siapa?"

Dikhitbah Pak DosenWhere stories live. Discover now