BAB - 4

7.9K 630 41
                                    

SELAMAT MEMBACA

-Terkadang sikap yang orang lain berikan kepada kita, berbanding terbalik dengan tujuan yang sebenarnya-

Nada berjalan dengan langkah yang berat, menuju parkiran kawasan dosen yang kini harus ia datangi, dengan wajah yang cemberut tentunya, sangat jelas bahwa ia sangat terpaksa melakukan semua ini.

Di sepanjang jalan, Nada tak berhenti menggerutu, mengutuk dosen barunya itu, "Dasar dosen gila, baru pertama kali ngajar, udah seenaknya aja nyuruh orang!"

Sejenak ia berhenti, mengatur napasnya yang terengah-engah, entah kenapa, padahal ia tidak berlari, mungkin efek dari mulutnya yang berkicau. "Hufft, capek juga ya ngoceh sendiri ... awas aja, gue cakar juga tuh muka kalo ngeselin lagi!"

Hari sudah sore, sebentar lagi matahari akan istirahat, digantikan oleh sang rembulan, kira-kira dua jam lagi. Nada mempercepat langkahnya, jika boleh memilih, Nada pulang ke kost-nya sekarang juga. Namun, ancaman dosennya tidak bisa ia hiraukan, mengingat orang itu sangat kejam.

Akhirnya, Nada sampai juga, wajahnya memerah kesal kala melihat dosennya itu dengan santainya duduk menyandar di jok mobil, mengklakson.

Tin! Tin!

"Bisa cepet dikit, gak? Sudah mau malem ini," ujarnya enteng. Apakah ia tidak bisa melihat penderitaan anak muridnya itu? Nada semakin mengutuk pria itu, dalam hati.

Nada menyilangkan tangannya di depan dada, memasang wajah sinis, tak lupa menyertakan senyum terpaksanya. "Enak banget ya, Pak. Nunggu di sana sambil nyuruh anaknya cepet, gak liat tadi kertas numpuk gitu? Mana saya sendiri pula yang rapiin," ocehnya, tak lupa disertai gerak tangan bak orang pidato.

Pandangan datar didapatkan oleh Nada. "Mulut kamu gak capek ngoceh terus? Udah cepet naik, nanti Raya nangis."

"Raya siapa sih? Istri bapak?" ucap Nada kesal.

"Kepo."

"Astaghfirullah, amit-amit! Mati aja saya Pak!" ocehnya lagi, namun kakinya kali ini berjalan menuju mobil berwarna putih itu.

"Mati aja kamu," ucap Fadil, tapi dengan suara yang kecil, hanya bisa didengar olehnya sendiri.

Nada masuk ke dalam mobil, dengan melebihkan semua gerakannya. Duduk di belakang.

"Jangan keras-keras dong nutup pintunya, nanti rusak!" sergah Fadil dengan raut wajah khawatir.

"Bodo amat, udah cepet, Pak. Udah mau malem."

Kamu kenapa duduk di belakang? Pindah ke depan," suruhnya, membukakan pintu depan, untuk Nada masuki.

"Gak mau, Pak. Nanti orang ngira saya pelakor." Nada masih berusaha mengelak, sejujurnya ia tidak mau orang berpikiran macam-macam perihalnya.

"Ck. Udah masuk aja, gak bakal ada yang marah!"

"Nggak, Pak."

"Kamu gak pindah, mobil ini gak jalan."

Skak mat! Nada tak bisa berkutik lagi, bagaimana pun ia harus pindah ke depan. Memang terdengar sepele, sejujurnya Nada muak berada dekat dengan dosen satu ini terlalu lama.

Dikhitbah Pak DosenWhere stories live. Discover now