BAB - 10

7.4K 546 7
                                    

SELAMAT MEMBACA
(Yuk! Kasih semangat pada penulis dengan memberikan jejak kalian)

Mobil putih milik Fadil berhenti di depan rumahnya, yang awalnya melaju cukup cepat, membuat Nada sedikit terpental ke kanan dan kiri.

"Wah gila nih Bapak kalo nyetir, hampir copot gigi saya, Pak!"

"Cepat turun."

"Yaelah, Pak, gak bisa becanda amat idupnya. Iya nih saya turun!" ucap Nada dengan sedikit kesal, tentu wajahnya mengerang.

Nada menepikan tubuhnya di pinggir jalan setapak menuju rumah Fadil, dengan sedikit menjinjing tasnya, mereka dua terlihat seperti sepasang kekasih.

Mobil Fadil sudah selesai ia masukkan ke dalam garasi. Pria itu menepukkan kedua tangannya, menghilangkan debu dari sana.

"Papa! Yee ... papa pulang!"

Spontan Fadil menoleh ke arah pintu, dilihatnya malaikat kecilnya berteriak sembari berlari menuju ke arahnya.

Merespon gerakan itu, Fadil langsung meringkuk, menyama ratakan tingginya dengan Raya, memeluknya.

"Eh anak papa, pasti nungguin papa, ya?" tanya Fadil dengan suara anak kecilnya.

Raya mengangguk.

"Sudah makan, belum?" tanyanya lagi, mencolek hidung mancung milik gadis kecil itu.

Raya mengangguk lagi. "Sudah, dong, Pa! Laya makan dua piling!" tukas Raya, membuat Fadil tertawa senang.

"Woaah, hebat, hebat, gitu dong, kalo makan tuh yang banyak, supaya cepat gede."

Sungguh pemandangan yang mengharukan sekaligus membingungkan bagi Nada. Bisa-bisanya ia tertipu dengan sikap dosen yang ia beri cap 'mengesalkan'.

Ia lantas bingung, mengapa di kampus dosennya bersikap mengesalkan? Sedangkan di rumah ia seperti anak kecil.

Seandainya dosennya tidak menjengkelkan, mungkin Nada masuk ke jajaran mahasiswi pengagum Fadil.

Kembali ke Fadil dan Raya, mereka berdua tampak asyik bercerita di luar rumah, masih dengan posisi jongkok dan Raya berdiri, memegang boneka panda kesayangannya.

"Sayang, coba liat di belakang, ada siapa," kata Fadil, membuat Raya segera menoleh ke belakang.

Benar saja, seketika senyum dari bibir Raya semakin berkembang. Lantas gadis kecil itu berlari mengarah Nada.
"Mama! Wah ada mama!" teriaknya sembari berlari. Kala sampai tepat di depan Nada, Raya langsung memeluk erat tubuh Nada, tangannya merangkul penuh leher Nada, membuat sang empu sedikit tercekik.

"Eh iya, Sayang," balas Nada dengan membelai pelan rambut khas bau shampo anak kecil.

Nada menatap Fadil bingung, antara senang dan takut. Ia senang karena bisa bertemu lagi dengan Raya, tapi di sisi lain ia menjadi takut, bagaimana jika Raya menganggapnya sebagai mama terus-terusan?

Merespon pertanyaan dari raut muka Nada, Fadil hanya mengedikkan bahunya tak tahu, lalu beranjak dari tempatnya, menuju pintu masuk.

"Eh Nak Raya, lepasin dulu pelukannya, ya," ujar Nada pelan-pelan berusaha melepaskan rangkulan Raya yang begitu kuat.

Gadis kecil itu melepaskannya, dengan raut muka yang sedikit murung. "Kenapa? Kan Laya lindu sama Mama, Laya gak boleh peluk Mama?" Sungguh polos, pertanyaan Raya sukses membuat Nada sedikit terenyuh.

Dikhitbah Pak DosenWhere stories live. Discover now