BAB - 8

7K 524 4
                                    

SELAMAT MEMBACA

"Hah? Saya jagain anak Bapak? Mama muda, dong!" seru Nada, tak menghentikan tangannya yang sibuk dengan gunting.

"Jangan ge-er dulu, saya terpaksa minta kamu jadi asisten!" ujar Fadil datar, pandangannya menatap lekat ke wajah gadis di hadapannya yang dibatasi oleh rak kaca berisi berbagai buku dan alat tulis lainnya.

Nada mendengus kesal sekaligus sebal, sangat mustahil rasanya jika dosennya satu ini bersikap baik, pasti selalu mengesalkan!
"Terus, bapak minta saya jadi asisten dengan terpaksa, Bapak pikir saya nerima?" balas Nada dengan meletakkan tangannya di pinggang, sedikit berlagak memberi perlawanan.

"Berapa jadinya? Saya mau ke kampus, cepet dikit, sudah ditunggu Bapak rektor."

"Dih! Selalu sama, ME-NGE-SAL-KAN!" sungut Nada dengan tatapan tajamnya. "Nih, tiga ribu!" ucapnya sambil menyodorkan plastik transparan kepada lawan bicara di depannya.

Terlihat pak dosen yang paling dikesali olehnya itu meraih dompet dalam saku kemeja yang terbalut jas hitam, lalu memberikan uang senilai lima ribu cash kepada Nada. "Nih, kembaliannya ambil saja," ucapnya masih dengan wajah datar.

"Waah, tumben baik, Pak. Kemasukan jin apa?" Senyuman lebar yang merekah tak dapat disembunyikan Nada saat itu juga, akhirnya ada perlakuan yang menyenangkan dari dosennya, meskipun sedikit. Hanya sedikit.

Namun saat itu juga wajah Nada berubah masam bak buah lempelam mentah. Ya, pria yang lebih tua darinya lebih memilih tidak menghiraukan pertanyaannya.

"Dasar dosen aneh!" umpat Nada pelan-pelan, ia tak mau skripsinya dipersulit.

***

Hari sudah siang, sebentar lagi jadwalnya Nada pulang, sebentar ia mampir ke kost-nya untuk masak siang, agar Syifa bisa makan, mengingat gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa, hanya berdandan dan makan lalu tidur.

Nada sudah bersiap-siap membereskan beberapa barangnya, ingin pulang. Segera ia masukkan laptop dan beberapa buku pelajarannya ke dalam tas rajut, menggantungkannya ke lengan kanan.

Jam dua belas siang teng, saatnya gadis mungil itu pulang, sangat lelah memang, namun Nada selalu ber-prinsip, "Segala sesuatu harus dilakukan dengan senang hati, dengan begitu hasilnya pun akan menyenangkan!" Kalimat itu ia tulis besar-besar lalu ia tempel di dinding kamar.

"Pak, saya ijin pulang, ya. Sudah jam dua belas," ijinnya, sedikit memunculkan kepalanya pada pintu ruangan pemilik ruko tempat ia bekerja.

Pria paruh baya yang sering disapa Pak Herman itupun tersenyum, sembari mengacungkan jari jempolnya ke atas, memberi apresiasi atas kinerja Nada yang baik hari ini.

"Baik, Pak, terima kasih."

"Na ... na na na ...." Nada bersenandung kecil, meskipun ia tak tahu apa yang ia nyanyikan, asal ia bahagia.

Jarak yang tidak terlalu jauh antara tempat kerja dan kost-nya pun menjadi alasan Nada senang bekerja di sana. Ia bisa dengan lebih mudah pulang-pergi tanpa menghiraukan biaya ojek.

Mungkin karena efek dari senang hatinya, tak terasa kini ia sudah berdiri di depan kost-annya. Berdiri kokoh berjajar antara satu kamar dengan kamar lainnya. Kebetulan kamar Nada berada di depan, tak terlalu jauh.

Gadis berhijab putih itu bergerak masuk lebih dalam dengan melewati gerbang masuk, ia baru menyadari ternyata nama kost-annya adalah "Kost buana" kemana saja ia selama ini?

"Lah, kok gue baru tau nama kost-an ini kost Buana? Sejak kapan gue tinggal di sini? Selama tujuh semester kuliah, gue baru tau? Astaga!" gerutu Nada sendirian.

Dikhitbah Pak DosenWhere stories live. Discover now