BAB - 44

5.8K 375 2
                                    

[SELAMAT MEMBACA]
-Kamu harus bertahan, ya. Kamu pasti kuat, aku yakin itu-

Mentari yang tergantung di jumantara terlihat masih setia memancarkan sinarnya, meskipun sudah condong ke sebelah barat, sang surya tetap memberikan efek membakar bagi umat manusia. Menembus cakrawala.

Suara lalu lalang memekik, memadati penuhnya jalan raya, teriknya matahari menambah suasana kesengsaraan.

Teriakan pedagang asongan ikut serta memenuhi, bahkan lebih kencang. Penjual kacang, tisu, hingga pengamen, bersatu padu, tak tentu arah.

"Nada, kita mau langsung pulang atau keliling sebentar?" tanya Fadil di sela-sela perhentian mobil dalam kemacetan.

Karena Nada yang sudah lelah, dan ia khawatir dirinya tiba-tiba pingsan, ia memutuskan untuk pulang saja. "Kita pulang saja, Pak," jawabnya seadanya.

Fadil mengangguk paham. "Baiklah."

Setelah jalanan sedikit renggang dan kembali normal, Fadil langsung melajukan kendarannya.

Sungguh hari yang sangat melelahkan.

***

Deru mobil menimbulkan efek deraman yang cukup kencang.

Seolah sudah hapal, Raya berlarian keluar dari pintu rumah, langsung berdiri di teras, bersiap untuk memeluk mamanya.

"MAMA!"

"RAYA!" balas Nada, langsung memeluk tubuh Raya.

"Mama, Laya udah mandi, wangi, gak?"

Nada mengangguk. "Iya, wangi banget, ini baru anak gadis, gak bau!"

"Iya dong, ini kan Laya yang cantik dan lajin menabung!"

Nada terkekeh singkat menghadapi tingkah Raya yang menurutnya menggemaskan. Sangat polos. Ia mendesah pelan. "Ayok, kita masuk, nanti masuk angin!"

Raya mengangguk, lalu berjalan masuk dengan tangan yang bergandengan pada tangan Nada.

***

Sore ini bisa dibilang masa yang membosankan. Tak ada pekerjaan yang harus dilakukan Nada, begitu juga dengan Fadil yang telah menyelesaikan semua tugasnya.

Nada duduk di sofa, bersandar di sana dengan kepala yang mendongak ke atas, menatap langit-langit. Ia mulai bermain dengan pikirannya.

"Sebenarnya, siapa saya ini?" gumamnya, kecil hampir tak bersuara.

Masih ada sejuta pertanyaan dalam benaknya, tentang asal-usul akan hidupnya. Entah itu orang tua, lahir, sahabat, bahkan masa lalunya.

Hening.

Nada masih asyik bermain dengan imajinasinya.

Detik berikutnya, ia sedikit terkaget ketika ada suara nyaring menusuk telinganya.

"MAMA!" Suara itu sukses membuat spontanitas Nada bekerja, kepalanya menoleh ke sumber suara.

Dikhitbah Pak DosenWhere stories live. Discover now