56. Meninggal?

Zacznij od początku
                                    

Arnold menatap tak percaya ke arah Aurora. "Kenapa kamu malah membela Antaris, Dek? Kamu masih cinta sama dia? Iya?!"

Arnold terkekeh pelan saat Aurora tak menjawab pertanyaannya. "Ternyata benar, kamu masih mencintai lelaki sialan itu."

"Apa kamu gak sadar, Dek? Siapa lelaki yang kamu cintai itu?"

"LELAKI ITU YANG UDAH HANCURIN KELUARGA KITA, DEK!" Arnold menatap Aurora. "Dan kamu ... masih tetep mencintai lelaki sialan itu?"

"ABANG YANG SEHARUSNYA SADAR, BANG!" teriak Aurora emosi.

"Ini semua bukan gara-gara keluarga Antaris, Bang! Tapi, ini semua takdir, Bang! TAKDIR!" seru Aurora sambil menekankan kata takdir.

"Abang akan tetep balas dendam sama Antaris," keukeuh Arnold sambil menatap dingin ke arah Aurora.

"Oke, sekarang Ora mau tanya sama Abang," ujar Aurora membuat Arnold langsung menatapnya.

"Apa dengan balas dendam itu, Abang bisa membuat Papa dan Mama kembali lagi?"

Arnold langsung bungkam. Ia tak tahu harus menjawab apa. Sedangkan Aurora, ia tersenyum tipis saat melihat Arnold yang langsung bungkam.

Drrt ... Drrt ...

Arnold mengambil ponselnya saat ada panggilan masuk. Ia mengangkat telpon tersebut, kemudian ia dekatkan ke telinganya.

Setelahnya, ia kembali bungkam dengan perasaannya yang telah campur aduk saat mendengar ucapan lawan bicaranya.

"Kenapa, Bang?" tanya Aurora khawatir saat melihat Arnold yang kembali bungkam.

Arnold menatap Aurora dengan matanya yang memerah menahan tangis. "Mama ... meninggal."

* * *

Hari ini, Antaris, Garrick, Arrion, Ander, dan Alfio berniat untuk menginap di basecamp, karena besok hari Minggu.

Kini, Antaris, Arrion, dan Ander sedang menonton televisi sambil memakan cemilan di hadapannya. Sedangkan Garrick dan Alfio, sedang berada di luar sambil menikmati dinginnya angin malam. Udah kayak yang lagi pacaran aja, eh.

"Ris," panggil Ander. Antaris menoleh sambil mengangkat satu alisnya.

"Di sini ada guling kagak?" tanya Ander sambil memakan keripik yang ada di hadapannya.

Antaris berfikir sejenak, kemudian ia mengangguk. "Ada. Tuh di kamar, bawa aja sendiri."

Arrion yang penasaran pun segera bertanya. "Buat apa guling?"

Ander tersenyum jahil. "Buat jailin si Garrick sama si Alfio. Hm, kayaknya bakal seru nih." Ander tertawa pelan.

Antaris memicingkan matanya curiga. "Jangan bilang kalau lo mau ngejadiin guling itu kayak pocong?!"

Ander mengangguk sambil tertawa. "Yes, you benar syekali epribadeh."

Arrion hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Ada-ada saja kelakuan sahabatnya ini.

Ander berdiri dari tempat duduknya, kemudian ia mulai melangkah menuju kamar yang ada di sana untuk membawa guling, tak lupa dengan kain putih.

Ander mulai mendandani guling itu layaknya pocong. Setelahnya, ia melangkah ke luar basecamp. Pandangan pertama yang ia lihat adalah Alfio dan Garrick yang sedang duduk membelakanginya sambil tertawa.

Dengan hati-hati, Ander melempar guling itu hingga mengenai tangan Garrick. Sedangkan Garrick, langsung merasa terkejut saat tiba-tiba ada seekor pocong di tangannya. Ya, memang tadi Garrick sedang tertawa sambil menengadahkan tangannya. Tapi, tawanya langsung terhenti saat tiba-tiba ada seekor pocong yang jatuh di tangannya. Setelah beberapa detik diam, akhirnya Garrick dan Alfio pun terpekik kaget.

"EH ANYING INI POCONG DARI MANA, SETAN?!" teriak Garrick sambil mengibaskan tangannya.

Alfio menepuk-nepuk pundak Garrick keras sambil memejamkan matanya karena takut. "Baca do'a, Rik. Baca do'a cepetan anying! Gue takut, kampret!"

Garrick pun ikutan memejamkan matanya sambil tangannya merangkul pundak Alfio. "BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM!"

"BISMIKA ALLAHUMMA AHYAA, WA BISMIKA AMUT."

Alfio langsung membuka matanya lebar-lebar saat mendengar ucapan Garrick yang salah membaca do'a.

"Salah do'a, kampret!" Alfio menampol tangan Garrick. Garrick hanya meringis.

"Dikira, lo itu mau tidurin itu pocong, apa?!" tanya Alfio ngegas.

Garrick mendelik. "Iya, kenapa? Iri? Bilang, Mbak!"

Alfio memutar bola matanya malas. "Setres."

* * *

-To Be Continued-

ANTARIS [LENGKAP]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz