tujuh

6.4K 388 8
                                    

"Putri!"

Bang! Bang!

"Argh!!"

"No!"

Putri Amelia terkejut begitu juga dengan yang lain. Tubuh Tengku Atilia yang memeluk tubuhnya dilihat dengan pandangan sayu.

Tengku Atilia menahan kesakitan di belakang tubuhnya yang ditembak oleh pihak musuh. Putri Qhaisara dan yang lain sudah berasa marah. Lantas Putri Qhaisara melepaskan tembakan kepada lelaki yang menembak Tengku Atilia.

Bang! Bang!

"Argh!!"

Mereka yang lain berlari anak menuju ke tempat Tengku Atilia dan Putri Amelia. Kepala Tengku Atilia diletakkan di atas riba Putri Amelia.

"Lia? Lia jangan tutup mata." ujar Putri Qhaisara kepadanya. Gadis itu tidak mengeluarkan suara. Terasa sakit ditubuh belakangnya.

Hande, Merlyn dan Riana melindungi mereka daripada pihak musuh. Jika nak dibandingkan jumlah mereka sikit dan jumlah pihak musuh pula ramai. Tambahan pula, mereka perempuan.

"Ibu, ayah mana? Call mereka, bu." ujar Putri Amelia dengan airmata berlinangan. Putri Qhaisara mencari telefon bimbitnya lalu nama Tengku Irfansyah dicari dan dihubungi. Selepas berapa saat, panggilan tersebut dijawab.

"Ye, sayang?"

"Abang! Abang pulang cepat! Kami kena serang! Tolong datang cepat, abang." kata Putri Qhaisara cemas. Dia lihat Tengku Atilia sudah tidak dapat tahan lagi.

"What? Sayang okey tak? Tunggu kami sampai. Korang bertahan. Cari tempat untuk berlindung."

"Cepat, abang." kata Putri lalu panggilan dimatikan olehnya sendiri. Pipi Tengku Atilia ditepuk perlahan-lahan.

"Lia kena bertahan tau." ujarnya sambil menggengam erat tangan gadis itu.

"Akak Putri. Sakit." adunya kepada Putri Qhaisara.

Bang! Bang!

"Argh!!"

"Hande!"

Hande jatuh terduduk. Kakinya sebelah kanan ditembak oleh pihak musuh. Merlyn memandang tajam kearah lelaki yang menembak Hande.

"Kau sial! Memang nak kena ah!" marah Merlyn lalu menembak dahi lelaki tersebut sebanyak 3 kali.

Bang! Bang! Bang!

"Merlyn, ditepi kau!" jerit Riana lantang. Belum sempat Merlyn menoleh ketepi, dia sudah ditembak sebanyak 2 kali.

Bang! Bang!

"Merlyn!"

"Argh!!"

Bahunya dipegang menggunakan telapak tangannya. Darah yang membuak-buak keluar dipandang dengan kosong. Pistol di tangannya automatik terlepas dari genggamannya.

Hanya tinggal Putri Qhaisara, Putri Amelia dan Riana sahaja lagi yang belum cedera. Ketiga-tiga gadis itu sudah buntu. Mereka berharap agar Tengku Irfansyah dan yang lain datang dengan cepat.

Riana berlari anak menuju kearah Putri Qhaisara dan Putri Amelia. Tapi, malang bagi dirinya. Tubuhnya ditembak dari belakang.

Bang!

"Argh!"

"Riana!"

"Aunty Ria!"

Jerit Putri Qhaisara dan Putri Amelia serentak. Airmata mereka berdua sudah mengalir dengan deras. Kesemua gadis yang cedera akibat ditembak dipandang dengan pandangan sayu.

Dua orang lelaki yang berbadan sasa menuju kearah mereka berdua. Putri Qhaisara mencari pistolnya yang hilang. Putri Amelia pula sudah menyorok di belakang ibunya kerana ibunya sendiri yang menyuruhnya agar menyorok di belakangnya.

Matanya meliar mencari pistol. Baru sahaja dia ingin mengambilnya, pistol tersebut disepak oleh lelaki yang berbadan sasa di hadapan mereka berdua.

'Ya Allah, kau lindungi lah kami.' doa Putri Qhaisara di dalam hati.

"Ibu." kata Putri Amelia dengan takut. Putri Qhaisara dapat merasakan tubuh anak gadisnya menggigil habis.

"Korang nak apa hah? Kami takde kacau koranglah!" tengking Putri Qhaisara berani. Wajahnya sudah berubah menjadi merah kerana marah.

Pang!

"Ibu!"

Pipi Putri Qhaisara ditampar kuat oleh lelaki tersebut. Putri Amelia sudah tidak dapat tahan ibunya diperlakukan seperti itu. Begitu juga dengan yang lain. Dia sudah tidak sanggup lagi.

Putri Amelia menggenggam tangan berbentuk penumbuk. Matanya dipejamkan sebelum dibuka. Warna matanya yang berwarna coklat sudah bertukar menjadi hitam pekat.

"Berani kau sentuh ibu aku?"

Putri Qhaisara terkejut. Dia sudah menelan air liur dengan kasar. Dia memusingkan tubuhnya secara perlahan-lahan kearah belakang. Dan tekaanya tidak salah.

'No! Bukan kali ini.'

𝐓𝐄𝐍𝐆𝐊𝐔 𝐈𝐊𝐌𝐀𝐋 𝐇𝐀𝐊𝐈𝐌𝐈Where stories live. Discover now